Wednesday, December 30, 2020

Perpisahan

Malam ini, saya berduka atas berpulangnya dosen favorit saya semasa kuliah hingga saat ini. Beliau adalah dosen yang tidak pelit ilmu dan selalu memotivasi untuk pengembangan keilmuwan. Saya yakin seluruh sivitas dan para alumni berduka. 

Selain teringat atas kebaikan beliau, satu yang membuat saya tidak bisa tidur. Mendadak saya teringat kebencian perpisahan karena kematian. Sungguh, saya percaya jodoh, rejeki, dan maut sudah ditetapkan sebelum lahirnya manusia ke dunia ini tapi iman saya tidak setinggi itu untuk mempersiapkan kematian. 

Saya selalu minta, tolong jangan ambil nyawa saya, jangan pula nyawa orang yang saya cintai. Saat proses melahirkan saya ngga pernah minta Ya Allah tolong selamatkan nyawa anak saya (saja). Kalau saya ngga ada, gimana anak saya, gimana orangtua saya? Saya pun ngga sanggup jika harus kehilangan, gimana saya nanti menjalani hidup, separuh nyawa saya seakan juga mati. Pasti. 

Memang saya serakah, tapi tolong, jangan dulu pisahkan kami. 



Wednesday, December 23, 2020

Momen yang Melegakan sebagai IBU

Pas nih momen hari ibu, sudah lebih dari dua setengah tahun saya menyandang status ibu. Setiap hari belajar, entah belajar sabar, belajar negosiasi, belajar kompromi dari batitaku yang numero uno. Saya mau tulis nih selama dua tahun ini apa sih momen yang paling melegakan, membanggakan (bangga sama diri sendiri maksudnya) sekaligus membahagian untuk saya.

1. Keefe bisa mengunyah sampai menelan daging-dagingan
2. Keefe makan tanpa krupuk
3. Keefe menghabiskan makanannya
4. Keefe sudah sikat gigi (pagi malam)
4. Jika ada makanan (seperti ciki), Keefe mampu mengerti itu bukan makanan untuknya
5. Keefe tidur (susah, bok, nidurin bocah)
6. Keefe minta minum susu pake gelas
7. Keefe bangun tengah malam minta pipis
8. Keefe main sama ibu, tanpa ibu main HP
9. Keefe tidak main gadget
10. Keefe main sensory play (karena ibu pemalas)
11. Berhasil hanya menghela napas saat Keefe rese'

Apalagi yaaa. Tapi ya sepuluh momen itu adalah momen yang paling bikin saya lega dan senang. Paling bikin stress adalah ketika Keefe lama mengunyah daging namun berakhir dilepeh karena ngga bisa menelan, huhu. Paling bikin menyesal adalah marah saat Keefe rese'.

Kemarin, saya nonton video perjuangan ibu-ibu mulai dari yang punya anak berkebutuhan khusus, anak yang meninggal. Oooh, saya mewek. Meski sering saya lelah mengurus Keefe, tapi apa yang mau saya keluhkan? Harusnya saya bahagia ketika Keefe membantah apa yang saya katakan karena itu yang mungkin dirindukan oleh banyak ibu-ibu lainnya. Memang, setiap punya perjuangannya masing-masing. Tapi saya patut bersyukur saya tidak berjuang di jalan mereka. Oohhhh, menyebalkan sekali karena bersyukur harus dulu ya melihat kesedihan orang lain.

Well, ngga perlu jauh melihat ibu-ibu lain. Cukup belajar dari mama saya aja. Lakukan dan tinggalkan apa yang baik dan apa yang kurang baik dari parenting ala mama. Meski banyak yang seharusnya saya lakukan tapi belum/tidak sanggup saya lakukan dari apa yang telah mama ajarkan selama ini, huhu. . Dan rasanya jadi mama saja saya ngga sanggup, merasa tidak sekuat dan sebaik mama.

Mama dan Keefe adalah guru terbaik saya sebagai seorang ibu. Selamat hari ibu untuk mama dan ibu Keefe. I love you two.

Tuesday, December 22, 2020

Kaleidoskop 2020

Hmm. . Terasa atau ngga terasa udah mau akhir tahun nih? Kalau saya, seperti tahun-tahun sebelumnya, di akhir tahun saya seakan terheran karena waktu seperti berjalan  berlari begitu cepat. Sejujurnya, saya adalah orang tanpa rencana apapun, minim cita-cita dan keinginan, maka saya ngga pernah punya resolusi kecuali resolusi ala-ala macam resolusi 2020 yang nyatanya hanya sekadar menjadi konten blog "^^

Dan, entah kenapa di akhir tahun ini, saya macam ingin mencatat apa yang sudah saya lewati selama setahun ini. 

Dari enam rencana saya saya di tahun 2020 (baca: resolusi 2020) hanya ngga sampe setengah yang jalan, haha

Kemarin keramas besok keramas (lagi) adalah hal yang tergagal pertama karena seringnya saya keramas seminggu sekali. Minum air putih lebih banyak juga hal tergagal kedua Ya Allah paringi sehat.

Dana foya-foya ini rasanya ini resolusi yang menurut saya paling sukses di tahun 2020. Thank to cvd19 yang membuat saya makin rutin menggila belanja online. Jika tahun-tahun sebelumnya saya belanja online hanya seputar grocery shopping (sebelum cvd19 saya udah lebih sering belanja bulanan rumtang online loh), beli skinker, dan kebutuhan Keefe, maka tahun ini, abang paket rasanya hafal betul rumah saya. Saya tidak lagi hanya belanja kebutuhan bulanan. Udah ngga terhitung berapa banyak saya beli mainan buat Keefe. Dalam sebulan saya bisa mendatangkan dua-tiga kali paket berisi mainan atau buku untuk Keefe. Kenapa foya-foya? Yaahh karena bukan Keefe yang minta, Keefe ngga pernah minta mainan. NEVER. Sekalipun ditanya doi selalu bilang mainan dan bukunya udah banyak. Tapi bisa beli mainan dan buku buat Keefe jadi kepuasan tersendiri untuk saya. Macam self love-nya unboxing mainan dan buku bareng Keefe, sembari mendengar "wow wow" dari Keefe yang meski menolak dibelikan mainan tetap saja excited saat unboxing paket. 

Masih dana foya-foya, tahun ini sudah tiga kali saya beli tas. Terwow sih buat saya yang sejarang itu beli tas. Terpuas beli tas terakhir kemudian berjanji pada diri sendiri untuk tidak lagi beli tas. Bukan karena pelit, tapi saya bukan tipe perempuan yang harus ganti tas setiap kali pergi, ditambah saya anak rumahan (ceileh). Macam ribet untuk saya harus transfer isi tas ke tas lain setiap mau pergi. Lalu apa pasal saya beli tas? Di awal tahun saya beli totebag untuk bawa perintilan seperti dompet, smartphone, charger untuk dibawa ke kampus selain tas ransel. Sebabnya, jika mampir minimarket saya bisa langsung ambil dompet tanpa putar tas ransel dan jika harus keluar di saat jam kerja saya bisa langsung bawa totebag lebih ringkes menurut saya. Tapi ternyata totebagnya terlalu besar, jadi saya kembali pakai tas kecil yang cukup untuk simpan dompet, dua smartphone, sanitizer, dan kunci ruangan.

Lalu karena harus memberi kuliah online, lantas saya modal beli tablet untuk memudahkan mengajar dan menurunkan rumus. Tas kecil saya masih muat sih, tapi susah masukinnya, akhirnya setelah lama menimbang saya putuskan untuk beli lagi tas yang lebih besar tapi lebih kecil dari totebag. 

Nyatanya semakin besar tas isinya semakin banyak. Saat pergi bareng Keefe tas saya ngga muat, karena harus bawa tissue kering, tissue basah, sanitizer, dompet dan dua smartphone plus tablet, ditambah saya yang malas untuk transfer isi tas ke tas yang lebih besar membuat saya akhirnya beli tas lagi, nyahahahaha.   

Oiya, satu lagi, dompet yang sudah saya pakai dari 2013 akhirnya pensiun, gaes. Saya sedih banget, karena dompet itu adalah dompet hasil jerih payah saya mroyek saat mahasiswa. Tapi demi tas yang lowong, akhirnya saya beli cardholder. Saya emang hampir ga pernah punya uang (tunai). Sejak 2015 hidup saya sudah cashless bisa karena emang bokek juga sih. Saya beli cardholder dua kali. Pertama saya beli cardholder panjang muat sepuluh kartu. Setelah pakai sekian lama, karena masih merasa makan tempat akhirnya saya beli lagi dua cardholder mini yang masing-masing isi lima kartu, hahahaha.  

Dana foya-foya lagi tahun ini saya beli baju, yeyeyeye. Saya tu termasuk jarang beli baju dan tidak pernah beli baju online. Jarang beli baju karena sejarang itu saya nge-mall. Tahun ini saya dua kali beli baju online. Ohiya, saya beli sandal juga, barang yang juga jarang saya beli. Terparah sih, adalah saya kumat beberapa kali lipen. Buat saya ini kesalahan karena saya hampir tidak pernah pakai lipstik loh. Kaya penasaran gitu sama brand-nya lalu impulsif cekot, huhu. Tapi terimpulsif dan saya tau bakal jarang banget saya pakai karena lagi-lagi karena malas adalah saya beli sedotan stainless, ampuunn. 

Untuk beli-beli yang termasuk kebutuhan macam tablet ngga saya masukan dalam dana foya-foya, ya. 

Selanjutnya,

Berani berkata tidak masih menjadi yang saya usahakan sih. Meski sampai detik ini saya masih jadi orang yang tetap berangkat meski ogah tapi adalah kemajuan menurut saya, lol. Saya bahkan berani ambil keputusan untuk berhenti daripada saya dipaksa untuk melakukan. Soal pekerjaan. Bagi saya, ini prestasi karena pada waktu itu saya berada di posisi sulit. BERANI BERKATA TIDAK akan selalu jadi resolusi saya tiap hari, fighting ^^9

Dana pensiun dan Rutin dan tertib mencatat arus uang adalah resolusi yang bukan gagal meski tidak terlaksana dengan baik. Boro-boro dana pensiun, dana pendidikan Keefe aja sempat bolong, meski saya masih bisa hidup berfoya-foya #shameless. Jadi ceritanya, pundi-pundi tabungan saya kuras untuk treatment stunting Keefe, Menulis ini membuat saya merasa menjadi ibu tidak bijak, sebab masih ada dana foya-foya, padahal pikiran dan perasaan saya selalu galau tentang biaya perbaikan kesehatan Keefe. Meski biaya mahal (menurut saya) tapi saya bangga karena mampu mengusahakan sampai sejauh ini. Saya tidak pernah menyesali uang yang keluar dan selalu merasa menjadi ibu gagal karena mutung pengobatan dengan mengkambinghitamkan cvd19. Tidak hanya soal kesehatan gizi Keefe, 2020 ini adalah tahun di mana kok kerusakan di rumah saya banyak sekali. Genteng bocor banget, sumpah. Saya di rumah tapi kehujanan gimana coba? Listrik di rumah mati total. Mesin air mati. Semua seperti ngantre buat diperbaiki atau diganti. Mama saya sampai bilang, "rumahmu butuh dirukyah". Kudu nangis.

Tapi tiga bulan di akhir 2020, saya mulai kembali menata cashflow, setidaknya untuk dana pendidikan Keefe. Alhamdulillah.

Jadi apa resolusi 2021? Kembali menegakka resolusi 2020, ditambah mengusahakan kebahagiaan utnuk diri saya sendiri, tidak meletakkan kebahagiaan saya pada orang lain. Ngga harus tunggu 1 Januari, Resolusi itu akan selalu menjadi resolusi harian saya. Semangat untuk diri ini, fighting ^^9


Monday, November 9, 2020

Menyapih (yang belum berhasil)

Usia Keefe bulan ini tepat dua setengah tahun. Keefe berhasil lepas diapers pada usia genap dua tahun (baca: menyapih diapers) tapi masih nenen di usia nya sekarang. Siapa yang paling menginginkan Keefe berhenti nenen tentu ibunya yang sudah rindu tidur nyenyak tanpa terbangun karena anak minta nenen, hufft. Yang paling bikin ngelus dada adalah saat enak-enak makan ada bocah yang merajuk minta nenen. 

Keefe (K) : Bukk, nenen buuukk nenen.

Ibuk (I) : Loohh Kan Keefe . . .

K : Kan Keefe udah besay, jadi ngga boyeh nenen. Nenennnn bukkk

I : Ibuk belom makan, nenen nya masih kosong

K : Cobain dulu Cobaaaa buuukkk. Nenen Bukkk 

-------proses nenen--------

K : Kosong bukk. Sana ibuk Makan, diisi.


Konon, perkara sapih itu butuh kesiapan tidak hanya dari ibu tapi juga dari anak. Tapi sebenernya ngga sih. Saya siap sesiap-siapnya untuk menyapih, tapi saya ngga siap aja kalau Keefe berhasil lepas dari saya tapi malah lebih terikat ke botol susu. 

Mama saya pernah bilang agar Keefe tidur sama mama sambil ngedot. Tapi buat saya dot itu bukan solusi persapihan, jadi bak mengatasi masalah dengan masalah. Pernah suatu malam pas Keefe udah ngantuk-ngantuk abis nenen, tiba-tiba dia minta tidur sama mama. Tidurlah Keefe sama mama. Setelah puas nonton drakor, saya jemput Keefe di kamar mama, lebih baik tidur saya terganggu daripada mama kasih Keefe susu pake dot.

Mama saya juga pernah nyeletuk, "coba aja kasih minyak, atau yang lain". Pertama, saya masih kekeuh untuk  menyapih tanpa membohongi. Kedua, saya ngga mau gambling, udah dikasih minyak or something terus Keefe bilang "mandi dulu buk", walaahh nambahin perkara.

Mengingat dulu saya memulai untuk menyusui Keefe dengan drama saya ngga mau mengakhiri ini dengan drama. Biarlah saya bersabar demi dapat diakhiri dengan baik.

Flashback di hari kelahirannya, saya mangkel, sebel, makan ati sama pihak RS yang "memaksa" untuk memberikah Keefe sufor karena Keefe lahir dengan proses sesar. Saya bilang bahwa saya akan susui Keefe di hari ketiga karena tau bahwa bayi masih menyimpan cadangan makanan dan mampu bertahan selama tiga hari. Singkat cerita, akhirnya saya kalah karena Keefe diberi sufor setelah beberapa jam kelahirannya.

Sedih, kecewa, merasa ibu yang gagal, adalah perasaan saya waktu itu. 

Tapi sebagai seorang calon ibu saya juga salah. Saya tidak belajar dan tidak mencari tahu, apa yang harus saya lakukan dengan newborn. Yang saya pelajari adalah apa yang saya alami saat itu. Jadi waktu hamil, saya hanya belajar menjadi ibu hamil, pergerakan janin, ukuran janin, apa yang harus saya lakukan jika perut sakit dan sebagainya. Saya ngga pernah cari tahu tentang perASIan #failed

Dari segi perpompaan saja, saya salah beli. Saya kira saya beli pompa asi, ternyata saya beli Silicon breast pump (SBP) yang menurut saya-lebih efektif untuk menyedot ASI jika payudara lainnya dipompa atau disusui langsung. Setelah bisa duduk dengan menahan sakit yang bikin saya misuh-misu, saya coba memakai SBP dan gagal. 

Saya mulai uring-uringan ketika PD mulai mengeras, pompa ASI tidak ada, dan menyusui waktu itu super duper sakitnya. Saya menangis waktu menyusui Keefe. Bukan menangis cantik, tapi menangis sambil teriak sakit, "aduh aduh aduuuhh". Jadilah hari-hari saya bagaikan mimpi buruk. 

Ditambah Keefe yang kata orang waktu itu rebutan nenen sama makhluk lain karena doi kaya susah menggapai puting saya. Padahal doi mah bingung puting aja, gegara kenal dot duluan daripada payudara ibunya. Dulu yaa, proses menyusui sungguh drama karena Keefe menangis-jangankan ngenyot-payudara saya sudah di mulutnya, dia kaya ngga tau gitu-setelah berhasil ngenyot giliran saya yang nangis-sakit sis-bukan terharu (baca: drama melahirkan dan drama newborn). 

Saya inget gimana waktu mama begadang gendong Keefe, saya mainan hp. Bukan main hp biasa, saya browsing gimana caranya menaikkan produksi ASI, saya terus mompa meski yang keluar cuma bikin kotor dinding botol. Hari-hari saya ngga lepas dari HP, karena tanya teman, tanya IG, baca Highlight dokter-dokter sehingga Keefe benar-benar lepas sufor di hari ke tujuh. 

Dua minggu pasca lahiran, saya terpaksa harus berobat ke Surabaya karena jahitan sesar yang "ngga beres". Saya sekalian bawa Keefe konsultasi ke dokter, karena menurut mama, perut Keefe kembung jadilah dia rewel mulu. Dan dsa memarahi saya karena tau saya beri Keefe sufor dengan dot. Setelah itu perlahan tapi pasti durasi Keefe ngedot berkurang, ngga pernah sama sekali, sampai akhirnya saya bingung bin galau karena Keefe bingung dot padahal cuti saya berakhir.

Saya inget banget, gimana saya rempong pumping di bis Surabaya-Pamekasan yang penuh sesak, dibantuin mama nutupin dan nyuapin saya yang pumping dalam bis. Seneng banget ketika botol penuh. Ke Jakarta yang dibawa bukan baju tapi sterofoam box, cooler bag, breast pump dan printilannya. Ke mall bukan pake tas cantik tapi cooler bag. Tiap jumat beli es batu dan garam, set ASIP beku agar tetap beku sesampainya di Pamekasan dalam sterofoam box. 

Maka, jika dalam dua setengah tahun Keefe belum lepas nenen, maka saya bukan gagal, tapi justru berhasil mempertahankan idealisme (menurut saya) Weaning With Love versi saya. Doakan berhasil sapih sebelum tiga tahun.



    



 

Thursday, October 22, 2020

Me Time (Produktif) yang Sempurna

Sebagai kaum rebahan, saya udah cukup bahagia ketika saya di kamar tiduran pegang HP, sendiri. Me time yang sempurna. Dulu tuh ya, waktu kuliah lima tahun saya di Surabaya tapi kayanya ngga lebih dari jari tangan dan kaki saya hangout sama temen-temen. Tiap jumat saya memilih untuk naik trevel pulang ke rumah dan kembali hari minggu siang atau senin subuh. Satu setengah tahun di Jakarta, mall yang pernah saya kunjungi ngga lebih dari sepuluh jari tangan saya. Saya ke Mall hanya jika pacar saya waktu itu ngapel aja. Kalo ngga yaa, saya #dirumahaja.

Pas saya kuliah, saya memilih untuk menghabiskan weekend saya di rumah untuk tidur dan ke pasar sama mama. Jadi saya hampir tiap minggu ke pasar sama mama jadi waktu quality time kami berdua. Tapi perlu dicatet saya cuma ikut ke pasar doang, ngga ikut sampe ke dapur >.<. Pas jaman kuliah kan gadget ngga kaya sekarang ya. Saya pun ngga pake Blackberry, jadi rasanya saya pulang sama raga sekaligus jiwa saya. Minim banget terdistraksi gadget. Ngga kaya sekarang, huhu. Makanya butuh detoks HP banget untuk mengembalikan quality time bareng keluarga.

Nah pas di Jakarta itu, biasanya saya nonton drakor dari HP. Jadi pas weekdays saya download drakor pake wifi kantor. Saya tonton di stasiun, pas di KRL, dan weekend. 

Di sini saya mau cerita tentang perubahan genre drakor dan pergerakan me time saya #halah

Sebenarnya, bukan perubahan genre sih. Dari dulu saya random ada nonton drakor yang (katanya) bagus. Setelah menikah, bisa dibilang saya jarang banget nonton drakor. Biar dulu Keefe masih sering di Pamekasan, saya memilih Youtube untuk me time. Nah, beberapa waktu terakhir saya coba kembali nonton drakor karena mulai bosan dengan konten di Youtube. 

Dulu saya nonton drakor via Viu. Tiap akan nonton drakor saya search dulu rekomendasi drakor. Nyatanya, saya nonton drakor tapi ngga sampe selesai gitu. Setengah seri saya bosen. Cari drakor lain. Gitu aja terus. Atau saya tonton sampe selesai, bagus sih, tapi saya kaya ngga dapet apa-apa, kaya cuma penasaran sampe ending, dan oh bagus, titik. 

Dari perjalan drakor saya yang saya tonton sampe abis dan menurut saya beneran bagus pas saya nonton Doctor Romantic. Sampe saya bela-belain berlangganan Viu biar bisa nonton Doctor Romantic 2. Akhirnya saya simpulkan mungkin saya udah ngga tertarik drakor bergenre Romantic.

Pas pandemi, drakor makin naik daun kan ya, timeline IG dan Twitter saya dipenuhi oppa-oppa korea, yang baru bisa saya tonton pas Telkomsel dan Indihome buka blokir Netflix. Saya nonton mulai VIP, Vagabond, Hi bye mama, Crash landing On you. Bagus sih. Tapi paling ngena di saya Hi Bye Mama dan terakhir When the Camelia Blooms. Dua drakor itu buat me time saya ngga sekadar nonton, tapi mikir. Gimana kalau itu terjadi sama saya? Oiya bener juga. Lah ini aku banget. Jadi nonton sekaligus introspeksi diri. Sejak itu saya makin pilih-pilih nonton drakor. Saya mau yang benar-benar dekat dalam kehidupan.  

Drakor yang hits waktu itu juga ada The World of Married dan It's Okay not To be Okay. Tapi belum mau nonton aja. Kayanya nonton dua drakor itu akan makin bikin saya overthinking. Lagi males mikir, sis.

Me time saya baru-baru ini selain ngedrakor juga dengerin podcast. Pas mood saya dengerin yang beredukasi macam podcast psikologi. Kalau ngga saya pilih dengerin podcast receh tapi juga bikin saya lebih berilmu, terhibur, dan sarat instropeksi diri. Podcast "receh" yang sering saya dengerin sih KinosGinaPodcast ya. Ngga bener-bener receh karena mereka juga seringkali mengundang profesional macam psikolog anak yang-dengan gaya mereka menginterview yang kocak-bikin saya teredukasi dan terhibur. Meski obrolan berdua doang tanpa mengundang pakar pun bikin saya iri. Biar untuk konten podcast tapi saya yakin sih, obrolan macam Kinos dan Gina itu merekatkan hubungan mereka sebagai suami-istri. Makanya, saya jadi terinspirasi bikin podcast #obrolanIbukEeefe.   

Terbaru, adalah doodling. Sumpah ini bagian paling bikin saya bangga sih. Saya ngga pernah loh pegang alat tulis selain untuk menulis. Saya terpukau sendiri dengan goresan tangan saya, ternyata bisa juga saya menggambar meski nyontek. Iyalah, harus nyontek, ide berkreasi saya tumpul banget. Tapi lihat hasil gambar saya bangga sama diri sendiri, saya post di IG, bodo amat kata orang gambar saya jelek dan saya lebai #shameless wakakakaka. Karena keberhasilan (menurut) saya dalam menggambar saya makin yakin bahwa kalau dibikin strata Mau itu ada di atas Bisa. Jadi bukan karena aku bisa tapi karena aku mau. Sebaliknya, bukan karena tidak bisa tapi ya aku ngga mau aja.  

Jadi, tiap malem abis nidurin Keefe saya ke dapur, nyalain kipas angin, duduk di meja makan, dengerin podcast di Spotify, dan doodling. Me time produktif yang sempurna. 

 


Tuesday, October 20, 2020

Tentang Harapan Komunikasi, Ibuk dan Keefe

Alhamdulillah Wa Syukurilah, Keefe tumbuh ceria, cerewet sesuai harapan saya. Kalau dipikir-pikir, untuk kasus Keefe cerewet ini memang cocok dilabeli tiada usaha menghianati akhir. Dulu sebelum Keefe bisa ngomong, saya hampir pasti heboh di dalem mobil teriak jelasin ini itu apa ke Keefe, sekarang di bales dong, Keefe suka teriak-teriak dalem mobil selalu heboh kaya anak yang baru keluar kandang. Sampai sekarang, kecuali capek dan males banget, saya selalu ajak Keefe baca buku, main lego bareng, dan sebagainya agar komunikasi kami bisa dua arah.

Saya pengen Keefe jadi tempat enak buat saya ajak ngomong ntar. Iya, bukan cuma saya yang jadi tempat curhat Keefe. Saya pengen ada timbal balik antara komunikasi kami. Kami saling bergantung untuk curhat. Makanya dari sekarang saya selalu menghindari kata "kok tanya terus sih", "apalagi sih", "kok ngomong bolak balek sih", saya selalu berusaha jawab apapun yang Keefe tanya, meski saya tau Keefe pun udah tau jawabannya tetap bakal saya jawab apa yang dia omongin, minimal akan saya tanya balik kalau saya rasa Keefe udah tau itu jawabannya.

Sejauh ini, kadang saya merasa saya ngga lagi ngomong sama anak dua tahun. Entah mungkin ini adalah kehaluan saya sebagai orangtua yang bangga atas perkembangan anak, mungkin emang udah sewajarnya di usia Keefe sekarang, tapi sering banget saya ngerasa ngomongnya sama balita bukan sama batita. 

Saya tu agak antipati sama gadget, karena pertama saya menyadari komunikasi saya dan mama pun tidak seintim dulu sebelum ada gadget. Kami ngobrol tapi fokus saya di layar. Saya ngga mau lah itu kejadian sama saya dan Keefe. Kedua, rasanya kalau dari kecil Keefe udah akrab sama gadget mungkin dia akan jadi salah satu anak yang speechdelay karena sekarang pun kalau saya ajak ngomong pas Keefe lagi pegang HP, ngga digubris, gaes. Males banget kan.

Karena dua alasan itu sebisa mungkin saya membatasi penggunaan bantuan gadget dalam merawat, mendidik, dan membesarkan Keefe. Idealisme awal saya malah ngga mau memperkenalkan gadget sama sekali, loh. Sayangnya runtuh. Hahahaha. .  

Iya, teknologi ngga bisa dipungkiri. Apalagi Keefe generasi alfa ya. Yasudah, biar saja tunggu saat usianya lima tahun, nanti saya masukin kursus coding untuk anak-anak, biar sekalian bisa bikin game. Wakakakaka. 

Kembali ke judul, Alhamdulillah juga Keefe udah auto bilang "selamat pagi ibuk, i yofyu, kiff sayang ibuk" setiap dirinya buka mata di pagi hari, kadang random tiba-tiba bilang iyofyu terus minta peluk. Ahhh, laki-lakinya ibuk. Iya, saya yang ngajarin, tiap mau tidur malam saya bilang "selamat malam Keefe, Ilove you, Ibuk sayang Keefe". Sekarang saya meleleh tiap Keefe bilang sayang saya lalu minta peluk di sela dia bermain. 

Pun sekarang, pas nganter saya berangkat kerja, di luar pager Keefe bisa teriak "Ibuuukk beyom cium". Alhamdulillah. Saya mau menjaga keintiman saya dan Keefe, biar sampe gede Keefe ngga malu cium-cium saya di depan orang. PR saya cuma satu, yaitu Keefe bisa menutup telinganya sendiri ketika ada orang yang bilang Keefe anak manja dan anak mama ibuk, wkwkw. 

Gara-gara saya sering dengerin podcast, saya jadi pengen bikin podcast obrolan saya sama Keefe karena kalau direkam video gitu Keefe sering ngga mau. "Ibukk, Kiff ngga mau diyekam, hpnya ditayok, Ibuk main cama Kiff aja". Hayoloh saya beneran ngga nyangka anak saya dua tahun bisa protes panjang begitu. Oke, sadar,anak masa kini emang begitu. 

Kembali ke podcast, kenapa pengen bikin podcast karena yaa rasanya obrolan saya sama Keefe sekarang udah patut untuk didokumentasikan, biar nanti kalau Keefe bosen sama saya, bisa saya tunjukin, iniloh dulu kita seintim ini, emang ngga kangen?

Saya akan selalu berusaha ngobrol sama Keefe sejak kecil, selalu tanya apa perasaannya dan pelan-pelan mengenai apa yang saya rasakan, biar jika Keefe udah dewasa, cintanya yang lain, pekerjaan dan teknologi tidak membuat kami justru semakin jauh tapi bisa menjadi media agar kami tetap dekat, tetap ngobrol, dan saling membutuhkan untuk menumpahkan segala rasa. 

Thursday, October 8, 2020

Buku, Penting (?) Ngga Penting (?) sih

 Sejujurnya, minat baca saya termasuk kategori minat baca rendah untuk buku bergenre apapun. Dan sepertinya semakin terkikis oleh waktu. Dulu tuh ya, saya lumayan sering baca novel. Beberapa tahun terakhir males gitu loh. 

Dulu di tempat kos Dicky waktu masih di Cirebon, Dicky beli beberapa novel. Saya, yang nganggur selama nunggu Dicky pulang kerja sama sekali ngga tertarik untuk nyentuh bahkan. Tahun kemarin saya beli dua novel di Gramedia Online, yaaahh beli doang. Ngga saya baca juga. 

Tapi, soal perbukuan ini saya termasuk sering loh beli buku buat Keefe. Ngga bisa dibandingin sih sama temen saya yang menginspirasi saya jadi agak konsumtif beli buku. 

Temen saya ini lebih dulu punya anak, yang saya lihat dari story IGnya, buat saya yang belum punya anak waktu itu jadi duuhh mupeng pengen berparenting menggiatkan minat baca buku anak. Kamar anaknya enak banget buat main dengan mainan edukatif plus lengkap dengan tataan buku-buku bak perpustakaan mini. Temen saya ini ibu bekerja juga. Jadi saya optimis bisa jadi seperti temen saya. 

Dan yang membuat saya makin "wah gue harus nih bacain buku anak gue nanti" adalah umur dua tahun anaknya udah lancar banget ngomong. Ngga ada tuh pelat, huruf R bahkan hajar boss. .

Nah saya kan juga, introvert ya. Tapi saya pengen banget tuh "cerewet" ajak anak saya cerita, ngobrol, memupuk bonding sekalian melatih berbicara. Sayangnya, saya agak kesulitan untuk ber-ide mau cerita apa yaa. Dongeng cerita anak itu kok ya lupa semua. Bahkan cerita kancil anak nakal suka mencuri timun pun saya lupa, gaes. Jadi waktu Keefe bayi, iya bayi kan katanya harus sering diajak ngomong ya, saya suka krik-krik gitu loh, mau ngomong apalagi yaa.

Cita-cita saya juga adalah meminimalkan hubungan anak saya dengan gadget. Udah taulah ya, kalau baca postingan-postingan terdahulu. Bukan mau sok idealis sih. Tapi berdasarkan pengalaman pribadi, emang gadget itu menjauhkan yang dekat tapi mendekatkan yang jauh. Apakabar memupuk bonding?

Maka, saya semangat 45 pas temen saya ajak saya ke BBW. Waktu itu Keefe berumur empat bulan. Pertama kali saya kalap beli buku. Pas di BBW saya main ambil buku hinggu penuh satu troli besar. Saya galau pas sortir kok bukunya edukatif. Eman-eman kalau ngga beli. Saya beli buku hampir tembus 1.5juta kalau ngga salah. Kalau ngga disortir bisa dipastikan saya ngga bisa bayar, hahahaha. 

Soal baca buku ini, dasar minat baca rendah yaa bacain buku untuk Keefe butuh komitmen tinggi. Antara males dan yaahh saya kaya baca buku balita untuk saya sendiri alias ngga komunikatif. Yaahh anak 4 bulan coy berharap apa.

Eh tapi ternyata meski ngga komunikatif, bayi itu bisa memahami lohh. Pas udah agak gedean, doi bisa tunjuk gambar-gambar yang saya sebutkan dengan ocehan ah eh ah eh. 

Terus seinget saya, saya beli buku di shopee setelah lihat review dari salah satu editor mommiesdaily. Buku anak yang kalau dibuka halamannya mengeluarkan suara yang sesuai dengan gambar di halaman itu. Jadi, kalau gambarnya sapi ya bunyi sapi etc. 

Kemudian saya semangat beli lagi karena pas buku itu saya bacakan ke Keefe, Keefe yang waktu itu belum bisa ngomong jadi bisa niruim suara binatang. 

Saya sempat beberapa kali beli buku eceran seratus ribuan tapi sarat makna untuk anak, menurut saya. Sampai akhirnya benteng pertahanan saya runtuh saat temen saya (yang sudah beberapa kali menawarkan buku edukatif dan saya tolak karena budget paspasan) bilang ada diskon gede. 

Karena ngga tahan lihat manfaatnya, akhirnya saya beli juga, mumpung diskon lah. Yaah gapapalah duit tabungan terkuras uang bisa dicari yakan. Saya beli buku Confidence in Science Volume 2 yang dibundling dengan e-pen seharga 2,56 juta. Seminggu kemudian teman saya bilang ada buku Halo Balita yang didiskon tapi bisa dicicil dan bukunya udah langsung bisa diambi lengkap jadi ngga harus ikut arisan. Jiwa impulsif saya memberontak. Saya iyain ajalah udah. Jadi saya beli buku Halo Balita itu diharga 2,156 juta. 



Nah ngga lama, honor side job saya sebagai analis statistika cair dong. Jadi biar ga ada tanggungan, saya lunasin deh buku Keefe sekaligus mengganti dana tabungan yang sebelumnya saya pakai untuk beli buku. Jadi honor saya semua untuk beli buku. Ngga tau harus sedih atau harus bangga, sumpah deh.

Mungkin memang benar yaa, bacain bukh anak itu salah satu stimulasi berbicara pada anak. Apalagi bagi saya yang introvert ini buku ngebantu banget biar ga kehabisan ide bercerita. Jadi di usianya waktu itu, menurut saya, intonasi Keefe udah cukup jelas dibanding anak seusianya. Sekarang PRnya cuma huruf R dan L yang entah kenapa jadi Y. Rusak jadi Yusak. Galon jadi Gayon. 

Lalu apakah saya sesering itu bacain buku. Nyatanya ngga gaes. Dari 27 buku seri Halo Balita, ngga sampe setengahnya yang sering dibaca. Apalagi Confidence in Science, yang cuma dibuka dua buku aja. Maksudnya gini loh, dibanding temen saya, saya jauuuuuuhhh jadinya sejarang itu bacain buku. Ngga tiap hari tapi saya selalu mengusahakan sesering mungkin, Mengingat manfaatnya dan harganya, wkwkw. 

Jadi pas temen saya nawarin lagi buku serupa nanti-nanti dulu deh.  Investasi dana pendidikan, kesehatan, dan darurat dulu yang masih amburadul. Ditambah rasanya saya juga ga punya komitmen setinggi itu untuk bacain buku Keefe jadi daily routine. Ogah mubazir karena laper mata. 

Saya masih beberapa kali beli buku, titip kakak sepupu saya di BBW. Sampai akhirnya, pandemi menghajar lalu BBW hadir di Tokopedia. 

Pas BBW Tokopedia pertama tuh yaa saya udah tinggal klik M-Banking loh. Lagi-lagi saya kalap dengan total belanja di angka satu jutaan. Tapi kemudian malaikat menghampiri.

Saya tiba-tiba banget mikir, waduh kereta udah ngga beroperasi, saya juga kerja di kampus swasta yang mana mahasiswa dari kampus lain udah banyak minta uang semester dikurangi. Bukan ngga mungkin, saya dan Dicky akan terdampak secara ekonomi. Apalagi uang tabungan saya udah terkuras oleh treatment stunting Keefe yang membuat saya hampir miskin. Saya miskin gara-gara kesehatan anak saya bangga. Mungkin saya lebih bangga ketika saya kere agar anak sehat dan pintar karena pundi-pundi saya emang untuk itu. Tapi terus saya mikir ngga bijak juga kalo saya beneran miskin karena beli buku padahal buku lama aja ngga habis dibaca. 

Udahlah saya putuskan untuk menunda beli buku demi dana darurat. PR saya soal perbaikan gizi Keefe juga masih panjang. Kali saya butuh apa iya saya mau bayar pake buku. BBW di Tokped pasti ngga cuma ini aja. 

Dan bener aja, BBW di tokped kedua dst, tapi saya ngga buka aplikasinya, karena merasa saya masih butuh duit simpenan. Eh ngga beli buku saya beralih ke puzzle dan lego gaes. Hahaha. Apa kabar doooong resolusi 2020 T__T

Nah tapiiii setelah BBW di tokped yang udah diadakan kesekian kali ini, hari ini empat buku untuk Keefe mendarat dengan selamat dengan total harga setengah dari belanja buku yang saya batalkan di BBWxTokped yang pertama. Saya ngga nyesel sampai pada akhirmya saya denger kabar soal omnibus law lalu tengok nominal di rekening. Hadeehhh, belum juga pandemi kelar yang mana saya dan Dicky masih beresiko banget terdampak ekonomi, sekarang ditambah soal resesi dan UU ciptaker elah. Beli buku kemarin jadi harus menguatkan diri sendiri. Ngga salah kok ngga salaaahhhh. 

Yaudahlah buat apa pula disesali yekan. Ngga beli buku juga jiwa impulsif saya beli mainan untuk Keefe masih susah ditekan pula. 

Eh tapi yang bikin saya bangga soal prioritas ya. Jadi beli mainan dan buku ini tuh sebenernya keinginan saya. Keefe ngga pernah minta. Bahkan pas saya tunjukin dan saya tanya mau nggak, Keefe selalu jawab dengan mantap, "nggak mau ibuk, kan masih ada". Beli buku dan mainan itu untuk kepuasan saya. Tapi gara-gara itu saya ngga keberatan loh menurunkan grade skinker, hahaha. . 

Nah setelah curhat ngalor ngidul, jadi buku itu penting ngga sih. Dari apa yang saya rasakan sih banyak manfaat yaa. Saya jadi ada ide #mainbarengncip (Keefe maksudnya), baca buku itu juga termasuk main ya. Dengan saya baca buku saya bisa lebih cerewet dan menghasilkan anak cerewet dan kritis (menurut saya). Membentuk bonding saya dapatkan dengan baca buku dan main, kami jadi lebih interaktif. Sehingga Keefe juga lebih lancar ngomong meski masih ada PR di dua huruf R dan L. Selain itu, karena baca buku saya jadi punya bahan pertimbangan untuk Keefe. Contohnya pas Keefe ngga mau makan. Saya ajak baca buku "eh Keefe kan Sali (tokoh di buku) makannya banyak ya jadi dia kuat. Ayok coba baca Sali makan sendiri pake pennya". Nah biasanya sih it works ya. Keefe jadi mau makan sambil baca buku. Meski kadang gagal juga sih kalau GTMnya kumat.

Tapi buku jadi ngga bermanfaat gaes kalau cuma beli doang tapi ngga dibaca. Udah taukan. Dan, jangan sampai juga beli buku hanya karena FOMO. 

Sebenernya pemanfaatan buku yang kami punya masih rendah banget. Iyalah bayangin aja, Dari sekian buku masih banyak buku yang tak terjamah. Jadi, kalau ngga tertarik untuk bacain buku sih mending cari media lain untuk menstimulasi anak. Kan ngga harus buku yak. Tapi saya juga ngga nyaranin penggunaan gadget sih, monmaap, ngga bermaksud menyinggung karema saya juga ngga seketat itu mengasuh tanpa gadget. Gadget adalah opsi terakhir yang menjadi solusi ketika saya capek banget.

Setelah cerita panjang lebar, intinya cuma tiga kata: pikir sebelum membeli, halah


Friday, September 25, 2020

Berhenti bertanya

Dalam rangka basa-basi, saya memulai percakapan pada teman yang kami jarang bertemu. 
Saya (S): Bu kemarin terakhir kita ke kantor pajak, Ibu lagi hamil kan?
Teman (T): Iyaa, lebih cantik ya aku
S    : Haha iyaa. Umur berapa bu anaknya?
T    : Lahir Januari bu
S    : Anak ke berapa bu?
T    : Anak kedua. Kenapa mau tanya kapan anak ketiga?
S    : Hahaha ngga kok bu. Saya juga ngga mau ditanya kapan anak kedua.









Saking seringnya pertanyaan kapan kawin, kapan punya anak, kapan nambah anak dilontarkan, orang-orang juga dengan mudahnya nebak bakal ditanya apa nih abis ini, haha

Tapi, di era sekarang, sudah banyak juga warning bahkan melalui meme jangan tanya sembarangan alias urus dirimu sendiri. 

Bagi saya yang introvert ini makin lebih dianggap pendiam tidak masalah lah, daripada menyinggung orang lain. Tapi, namanya manusia ya kadang level kepo saya mengalahkan segalanya, khilaf. Saya sudah berusaha membentengi diri agar kepo cukup dalam hati. Beberapa mungkin tidak berhasil. Tapi saya (hampir) yakin bahwa saya sudah tidak pernah lagi bertanya soal dua hal.

Kapan Nikah
Huh, dulu tuh ya sebelum nikah rasanya rajin banget saya ceng-cengin senior untuk ayo segera nikah blablabla. Sekarang kalau bisa ngomong sama diri saya waktu itu, "jangan sotoy anak bau kencur ketek"

Setelah tau rasanya menikah, saya ngga maulah "memerintah" meski cuma basabasi agar orang menikah. Menikah itu adalah serumit-rumitnya masalah. Ngga perlulah berkompromi sama oranglain. Pas nikah berkompromi sama diri sendiri yang melakukan iya padahal hati berkata tidak itu susah loh. Saya ngga maulah suru-suru orang lain padahal saya sendiri ngerasa sulit. Orang lain bahagia atas pernikahannya saya seneng, tapi saya ngga mau turut andil dalam ketidakbahagiaan orang yang menikah yang pernah saya ceng-in untuk cepetan nikah.

punya anak, nambah anak
Sering ya, orang yang anaknya lebih banyak dari kita merasa lebih berhak nanya kapan punya anak kapan nambah anak. Sementara dirinya ogah untuk punya anak lagi. 

Terus nasihatnya macam lingkaran setan, "ah aku bisa loh anak tiga ngurus, kamu pasti bisalah". Tapi yang punya anak tiga ngga mau lagi nambah anak, repot katanya. Terus orang yang punya anak empat komen,"pasti bisalah, ayok satu lagi". Gitu aja terus, hhahaha. . 

Tapi saya dulu keren sis. Nikah belum apalagi punya anak, tapi dulu saya doyan banget becandain senior di kampus yang anaknya empat untuk digenapi jadi lima. Astagaaa, bener-bener deh ya sotoy kamu tuh ibuk Keefe. Noh rasain punya anak satu aja udah capek kan. 

Jadi saya ngga maulah basa-basiin orang nanya kapan punya anak, kapan nambah anak. Punya anak susah, sis. Ngga cuma mencukupi makannya aja loh. Tapi bahagianya, mengajari berbagai macam emosi dan menghadapinya, kesehatan, pendidikan. Semuanya butuh kesabaran, tenaga, pikiran dari orangtua yang sehat jasmani dan rohani (halah).

Saya juga ngga mau ditanya kapan kasih adik Keefe. Ya gapapa sih, kalo mau nanya kapan saya punya anak kedua. Saya bisa jawab jujur, sekarang, saya mau punya Keefe seorang aja. Saya bisa jawab ngasal iya doang biar ngga panjang. Tergantung siapa yang nanya, wkwk.

Tapi soal punya anak ini, saya ngefans banget sama sieomeoni-nya Teh Gina di Kimbab family. Kata beliau, "kalian berdua cukup bagus dalam merawat anak (iya, saya setuju gaya parenting Teh Gina dan si Akang). Saya sangat setuju (nambah anak). Yang paling penting adalah bukan pendapat siapa-siapa. Tapi pendapatmu. Anak dirawat siapa? Sendiri kan? Orang lain cuma akan bilang, "lucu sekali bayinya". Pendapat sendiri lebih penting".

     






Wednesday, September 9, 2020

Keefe dan Balance Bike

Udah tau Balance bike??

Dulu, saya pikir sepeda yang ngga ada pedalnya disebut Balance bike (sesuai tujuan: keseimbangan), atau kickbike, atau pushbike. Ehh gataunya semua istilah itu berbeda dong. Silakan googling, yak.

Kayanya sekarang Balance Bike (BB) udah banyak yang pakai deh. Coba aja search "balancebike" di ig pasti diikuti nama kota. Jadi udah ada komunitasnya. 

Saya tau BB sejak tahun 2016 waktu masih kerja di Jakarta. Terus pengen anak saya punya sepeda macam itu. Waktu itu saya ngga pernah cari tau manfaatnya apa. Cuma pengen aja sih. 

Nah sejak lahiran ada salah satu following saya posting BB dengan caption menarik karena manfaat dari BB. Tentu itu makin menarik saya beli BB buat Keefe. Pas usia Keefe 4 bulan, saya cerita panjang lebar soal BB ke Dicky. Komen Dicky waktu itu, "kamu gampang terpengaruh media sosial". Intinya dia ngga setuju buat beli BB. 

Sejak itu, saya ngga pernah singgung soal BB lagi. Tapi saya berkomitmen untuk nabung buat beli BB saat usia Keefe cukup untuk naik BB karena saya yakin manfaatnya. 

Pas Keefe berusia 17 bulan, Dicky bilang ada rejeki yang mau dia pakai untuk beli mobil aki buat Keefe. Saya iyain aja. Nah kami samperin beberapa olshop yang punya offline store di Surabaya, ndilala hari itu tutup semua. Jadi hari itu kami pulang dengan tangan kosong kemudian Dicky kembali bekerja ke rantau dengan PR mencari mobil aki. 

Beberapa hari kemudian, Dicky telpon tanya, "mau mobil aki atau sepeda yang kamu ceritain dulu?", saya jawab dengan semangat "BALANCE BIKE AJA LAH KALO GITU". Saya langsung wa babyshop-babyshop di Surabaya tanya apa merek BB yang saya cari tersedia takut Dicky berubah pikiran. Waktu itu saya cari merek Strider atau London Taxi.

Pas Dicky jatah libur, kami langsung ke Willow Babyshop di Surabaya, karena saya sudah janjian mau beli BB. Di toko, saya berdoa dalam hati karena Keefe udah ngerengek minta naik mobil aki yang dijual. Kalau Dicky berubah pikiran gawat, sis. Untungnya nggak. Kami jadi beli London Taxi warna putih.

Laahh sesampai di rumah Keefe ngga mau dong naik BB. Takut. Kaki yang ngga sampai menyentuh tanah mungkin salah satu alasan Keefe makin takut naik BB. Papa mama saya juga mempertanyakan ngapain saya beli sepeda model begitu. 

Saya ngga pernah maksain Keefe harus naik BBnya, tapi saya tetap menawarkan untuk coba menaiki BB. Meski ditolak. 
9 November 2019

Foto di atas diambil saat Keefe berusia 18 bulan, meski pakai sepatu bersol tinggi tetap aja kakinya ngga nyentuh tanah. Ngga sampe semenit Keefe udah minta turun. 

Hampir tiap hari saya ajak Keefe untuk coba naik BBnya, meski cuma berdiri dan satu menit sekalipun tidak apa, yang penting dicoba aja. Tapi ada kalanya saya maleskan. Jadi ngga jarang juga BB nganggur cuma jadi pajangan.

Januari 2020

Nah foto di atas itu Keefe udah berani jalan, udah ngga cuma berdiri diam ditempat aja. Udah berani jalan dengan jarak cukup jauh. Saya makin semangat dong. Makin sering ngajak Keefe main sepeda sore hari di komplek rumah. Orang-orang sih jelas mempertanyakan sepeda Keefe. Ini termasuk keuntungan sih menurut saya. Saat ibu-ibu dan kakak-kakak komplek menyebutkan bahwa sepeda Keefe aneh, Keefe ngga ngerti, bodo amat, tetap PD naik sepeda sambil tertatih-tatih. Saya cuma senyum aja, karena malas menjelaskan kelebihan BB.

Sampaik akhirnya Covid19 menyerang Indonesia. Saya udah ngga berani ngajak Keefe main di luar, waktu itu. Tapi Keefe udah dengan sendirinya naik BB di dalam rumah. Udah ngga perlu lagi disuru coba naik BB. 

Juni 2020

Saya lupa kapan tepatnya saya mulai berani mengajak Keefe main sepeda di luar. Foto diatas diambil bulan Juni 2020 dimana Keefe udah bisa mengendalikan sepeda sambil duduk dan angkat kaki dengan baik. Sejak saat itu, orang-orang di komplek jadi tau manfaat BB tanpa perlu saya jelaskan. 

Sejak saya sering post "kehebatan" Keefe nyetir BB di IG, sahabat saya jadi terpengaruh untuk beli BB buat anaknya yang berusia satu tahun di atas Keefe. Sahabat saya tanya-tanya soal BB, saya jelaskan dengan semangat. 

Suami teman saya (yang juga teman saya #halah) sempat tidak setuju anaknya dikenalkan BB karena kondisi rumah. Tapi saya bilang, justru itu manfaat BB, anak jadi tau mana tempat berbahaya dan harus apa. Saya jawab sesuai dengan pengalaman saya dan Keefe. Tapi kalau #momsanddads #eaa yang baca ini termasuk dalam kategori orangtua yang tidak membiarkan anak jatuh maka BB mungkin memang tidak untuk anda. 

Kalau saya pribadi, termasuk ibu yang membiarkan anak jatuh. Malah selama naik BB ini, saya selalu tau "abis ini pasti jatuh" tapi saya biarin aja. Saya pernah membiarkan Keefe mencoba menyebrang (apa ya istilahnya?) selokan kecil (kecil banget ya) padahal Dicky sudah bilang untuk membantu. Tapi tidak saya bantu meski saya tau Keefe akan jatuh. DAN KEEFE MEMANG JATUH DAN MENANGIS TAPI TIDAK APA-APA. Namanya jatuh ya wajar nangis. Tapi setelah itu Keefe jadi tau cara nyebrang selokan. Perlu dicatat: saya ada di sebelah Keefe saat itu, saya udah punya bayangan bagaimana Keefe akan jatuh. Saya biarkan agar tidak menghilangkan esensi BB, tidak saya bantu agar Keefe belajar bagaimana dia akan jatuh.dan apa yang harus dia lakukan sesuai instingnya.

Nah beberapa hari kemarin, sahabat saya mengirimkan video anaknya yang takut naik BB. Dari situ saya kepikiran buat nulis ini. Saya ngga berani mengatakan ini tips and trick tapi ini yang saya lakukan selama menemani Keefe naik BB.

Perlu diingat bahwa sesuai namanya, sepeda ini melatih motorik dan keseimbangan anak. Kalau saya pribadi juga menambahkan agar instingnya jalan secara natural. Jadi jangan pernah memaksa dan memberi instruksi apapun. Tidak perlu ayok coba jalan, ayok coba sambil duduk. Saya tidak melakukan itu. Biarkan anak "mengenal" dulu sepedanya.  Karena biasanya (ngga ding, pengalaman Keefe aja), awal naik BB, bagi yang belum pernah naik roda dua dan usia under 4 yo,  kemungkinan takut tinggi ya. Jadi jangan tambah anak jadi bingung karena kebanyakan instruksi. 

Jangan bantu anak untuk pegang sepeda. Kalau kita bantu pegang, sepeda akan otomatis seimbang dong. Saya cuma bantu pegang beberapa kali saat kaki Keefe masih jauh dari tanah, di awal dia coba BB. Selebihnya, saya cuma bantu dia naik, karena Keefe masih pendek jadi susah naik (18 bulan, padahal sepeda untuk usia 24 bulan). Saya duduk ngejogrok aja di samping atau di depannya. Meski "cuma" berdiri diam di tempat, saya yakin itu adalah bagian dari proses. Saya tidak bantu pegang sepedanya agar Keefe belajar bagaimana cara menyeimbangkan sepeda saat diam. Proses.   
   
Kembali lagi, DIINGAT UNTUK TIDAK MEMAKSA meski kita sebagai orangtuanya kecewa. Jadi pas Keefe berdiri doang ngga sampe semenit minta udahan yaudah, bantu untuk turun. Jangan dipaksa coba jalan. 

Pengalaman Keefe, proses naik BB adalah, diam di tempat, jalan pelan, jalan cepat (tapi tidak duduk). Tidak perlu diinstruksikan untuk duduk, menurut saya. Itu juga proses. Saya bilang sih, "ngga coba duduk Keefe?", Keefe ngga langsung mau dan saya ngga cerewet maksa untuk duduk. Nyatanya, tanpa saya minta untuk duduk, Keefe duduk naturally. Begitupun dengan angkat kaki. Setelah bisa duduk, dan mempercepat laju sepeda, Keefe ngga langsung angkat kaki. Kakinya masih di bawah. Saya bilang "wah angkat kaki" setelah saya lihat Keefe angkat kaki secara tidak sadar. Setelah kejadian itu, saya memang sering bilang "angkat kakinya" tapi di awal dia malah ngga mau dan teriak "nanti jatuh buukk". Baiklah. JANGAN DIPAKSA. 


Sampai akhirnya sekarang Keefe udah bisa akrobat naik BB.

Tapi pastikan aja selama anak naik BB harus ada yang mendampingi di sebelah anak. Membiarkan jatuh tidak serta merta membiarkan jatuh. Pendamping tetap harus awas memastikan anak baik-baik saja meski jatuh. Memperingatkan "sirkuit baru" yang mungkin berbahaya. Misal seperti kemarin saya ajak Keefe ke lapangan di komplek ternyata banyak pasir. Tugas saya bilang "hati hati ya ini pasir, licin". 

Dulu, saya ngos-ngosan karena Keefe naik sepeda tertatih-tatih sampai ujung komplek rumah. Terus pulangnya Keefe mutung, "gendong buk, capek". Jadilah saya pulang dengan gendong bocah di tangan kiri dan tangan kanan gotong sepeda. Sekarang saya ngos-ngosan, demi ada di sebelah Keefe saat dia ngebut, otomatis saya harus lari. Yang saya khawatirkan sekarang adalah motor dan mobil di komplek rumah, karena Keefe sering belok tiba-tiba. Tapi saya ngga mau membatasi arena bermainnya karena hal itu. Yaudah mau ngga mau saya harus rela lari, itung-itung olahraga. Kata Keefe, "y(l)omba buuk, ibuk yayi (baca: lari), aku naik cepeda". 

Selain bangga sama kemajuan Keefe, saya juga bangga sama diri sendiri. Apalagi saat Dicky bilang Keefe hebat banget naik sepedanya, cepet naik sepeda roda dua. Dalam hati saya bilang, "itu gara-gara gue, pak bro, yang ngotot beli BB, tiap sore ngos-ngosan nemenin Keefe naik sepeda".

Kalau saya amati, dibanding Dicky, mama dan papa, serta mertua, saya adalah satu-satunya orang yang sering banget ajak Keefe "ayok ngebut Keefe", hahaha.  

Yok gowes yok. 
  

  

Monday, August 31, 2020

Perjalanan Makan Keefe

Ngga taulah bikin judul ngasal aja.
Sesuai judul, ini pola makan Keefe yang saya terapkan untuk Keefe. 

Jadi sejak saya rajin sharing tentang kesehatan Keefe yang diawali dengan postingan ini, yang sudah dibaca 8000 kali, banyak banget teman yang chat via IG bahkan wa curhat tentang anaknya. Bahkan teman jaman kuliah yang jarang banget kami main waktu kuliah, jadi rajin menghubungi saya untuk bahas problematika punya balita: Berat Badan

Saya mau tulis ini bukan untuk kasih tips karena saya juga masih struggling soal BB, TB, dan (sekarang nambah) gigi Keefe. Tipsnya sih mari sama-sama coba ikuti anjuran dokter karena banyak banget dokter yang berbagi ilmu kesehatan gratis apalagi selama masa pandemi ini.

Benar, yang saya lakukan hanya mencoba mengikuti anjuran dokter sebisa saya. Tapi beberapa sudah menjadi visi misi saya bahkan sebelum saya menikah. 

Ceritanya, saya punya adek sepupu banyak banget. Saya sama para om tante saya itu deket banget sih. Jadi saya bisa menilai mana pola parenting yang oke untuk saya terapkan dari pola orangtua saya dan keluarga saya. 

Nah yang berhubungan sama judul ya dari pola makan ya. Kalau ini, saya ikuti pola mama saya. Makanan utama adalah yang wajib. (Meski sebetulnya saya lupa gimana cara mama kasih makan pas saya dan adik-adik saya balita). Tapi seingat saya, saya udah dibiasakan harus makan dan ngga boleh nyemil sebelum makan berat. Meski kebiasaan itu mulai memudar seiring bertambahnya usia setua saya haha. Mama, terutama papa, asli strict banget soal cemilan. Papa saya dulu pasti ngomel berat ngeliat saya makan ciki. Jadi waktu kecil jarang banget saya makan begitu kecuali lagi sama om-tante saya, haha. . 

Pas dewasa saya jadi tau sih apalagi saat ini di era informasi sudah pesat banget, itu adalah kebenaran. Jadi yang saya lakukan untuk Keefe adalah

1. Membiasakan makanan utama harus masuk terlebih dahulu.

2. Sesuai anjuran dokter, 2.30.2. Makan (baik utama atau selingan) harus selesai dalam waktu 30 menit. Misal, makan utama harus selesai dalam waktu 30 menit, habis atau tidak. Dua jam berikutnya makanan selingan juga harus selesai 30 menit. Saya sedang dan masih struggling soal feeding rules ini. Sejak Keefe didiagnosis stunting (baca: ini), saya mencoba ketat dan tega. Keefe minta susu atau nenen sebisa mungkin ngga saya kasih kalau bukan jam minum susu. Saya tau aturan ini sejak Keefe 6 bulan, tapi kadang saya juga masih abai. Saya cuma mengharuskan makan berat selesai boleh deh makan apa aja setelahnya seberapa banyak juga boleh. Ternyata itu juga salah satu faktor penyebab gigi karies. Saya nyesel banget ngeliat gigi Keefe udah muncul bercak putih. Tiap sikatin giginya disitu rasa bersalah saya muncul. Padahal :

3. Makanan ringan Keefe adalah makan berat. Dari awal mpasi sampai usia 2 thn ++ saat ini, makanan ringan Keefe adalah makanan bayi, macam promina, milna, dan sebangsanya. Saya juga kasih wafer, biskuit, dan sejenisnya, dengan merek tertentu yang sesuai dengan keyakinan saya. Tapi snack selain makanan khusus bayi itu sangat saya batasi pemberiannya. Susu UHT aja jarang banget loh saya kasih yang berasa, sesekali lah boleh untuk memperkaya rasa. Lagi-lagi sesuai anjuran dokter, ben ngga kebanyakan gula. Pertama itu tidak mengandung gizi (kata dokter yaa). Kedua yang jelas saya takut sugar rush. Gula dibatasin aja, Keefe ngga bisa diem, gimana dia kebanyakan gula. Ketiga saya takut merusak gigi. Ternyata saya salah, gaes. Kata dokter gigi anak, yang paling penting adalah ikuti feeding rules 2.30.2, mau sebanyak apapun gula yang dimakan tapi hanya dalam waktu 30 menit lebih mengurangi resiko gigi karies daripada makan gula sedikit tapi terus menurus :(. Maksud makanan ringan Keefe adalah makan berat yaitu snack Keefe adalah buatan tangan mama, jadi bukan snack ringan makan ciki, tapi hampir selalu roti keju, lemper, spikoe, yaa begitulah. Saya beruntung banget punya mama hobi di dapur, wkwk. Apalagi pas Keefe didiagnosis stunting, saya jadi rajin banget kasih Keefe keju buat boost BBnya.       
  
4. Demi nama feeding rules, saya ngga pernah lagi suapin Keefe di luar rumah. Dulu banget iya pas dia masih awal MPASI, mama saya juga demi Keefe mau makan digendong ke depan rumah sambil disuapin. Saya lupa sejak kapan saya melarang Keefe makan di luar rumah, yang jelas selama saya menempati rumah saya, setahun lebih, udah ngga ada cerita Keefe makan sambil main di luar. Tapi, ngga juga selalu harus duduk sesuai anjuran dokter. Ini mungkin karena ngga terbiasa dari awal mpasi ya. Tapi sebisa mungkin Keefe harus duduk pas makan. Meski sekarang bocah udah kebanyakan polah, di tengah makan dia bisa-bisa berdiri ambil sepeda. Nah untuk ini selama di rumah dan masih mau mangap saya oke-in. Tidak untuk ditiru. 

5. Apa yaa, haha, kok jadi bingung mau cerita apa. Yaah intinya saya mulai tega dan menerapkan apa kata dokter. Kata dokter feeding rules is number one. Jadi ketika Keefe udah ogah makan padahal cuma sesuap ya udah stop aja. Tapi saya harus tega untuk ngga kasih makanan (lagi) atau susu selama dua jam sebelum jam makan snacknya. Menurut dr. Damayanti, spA(K), meski cuma sebutir nasi yang masuk ke perut anak, namanya tetap makan. Santai, dan ikuti 2.30.2. Jadi, kalau Keefe haus yaa minum air putih. Ngerengek minta minum susu (biasanya sakau nenen kalau dia sama saya), yaudah saya biarin,  saya kasih air putih aja, saya coba alihkan ke main. Saya juga minta mama untuk melakukan hal serupa, tega sama Keefe.   

Beberapa minggu ini, setelah saya memperketat aturan makan, pola makan Keefe membaik, sepertinya oromotornya juga lebih terlatih. Dia juga semangat makan karena saya sugesti biar tinggi bisa buka pintu sendiri dan naik motor giginya ngga terbentuk spidometer, haha. It works

Beberapa teman ada yang tanya, apa Keefe minum vitamin. Kalau vitamin iya, tapi dari makanan utamanya. Kalau yang dimaksud suplemen, Keefe tidak minum suplemen sama sekali. Belum pernah lebih tepatnya. Selama saya ke dokter langsung ataupun mengikuti informasi dokter secara online belum pernah ada dokter yang benar-benar mengajurkan minum suplemen. Tidak ada bukti ilmiah, cenah. Vitamin, zat mikro, zat makro, yang dibutuhkan tubuh akan tercukupi selama pola makannya baik dan benar. Maka, alih-alih memberi suplemen saya lebih fokus memperbaiki gizi Keefe dari makanannya.

Pun dengan susu. Banyak banget yang tanya susu Keefe, ketika saya posting Keefe yang bertubuh montok di media sosial. Percayalah, Gaes, saya lebih suka Keefe montok gara-gara makan daripada karena susu. Saya selalu bilang, susu Keefe ditakar loh sama dokter anak, susunya memang susu tinggi kalori (waktu itu). Saya tidak pernah merekomendasikan teman-teman yang bertanya susu untuk minum susu yang sama seperti Keefe. 

Udah dua minggu ini, susu formula Keefe saya ganti, bukan lagi susu tinggi kalori. Saya putuskan demikian karena selama pandemi ini Keefe tidak lagi diawasi dokter. Karena pola makannya membaik, dalam sehari saya bisa ngga kasih Keefe sufor selama Keefe ngga minta. Karena itu juga saya mulai lagi kasih susu UHT ke Keefe. Saya lihat BBnya masih stabil. Itu doa saya setiap hari, Keefe tumbuh dan berkembang baik yang bisa saya perhatikan dari grafik BB dan TBnya.    

Demikian tips saya. eh bukan ding. Demikian cerita pendek saya akan perjalanan BB/TB Keefe yang masih panjang ini (jangan lengah ya, sampai 6 tahun loohh wajib perhatikan BB/TB, baca: Telekonsultasi). Ehhm, tipsnya cuma satu, ikuti saran dokter sebisa kita orangtuanya, hahaha. . Tujuannya bukan montok tapi tumbuh dan berkembang sesuai usianya, terutama jangan sampai stunting, amit-amit.   

Friday, August 28, 2020

Panggilan Ibu

Mantan ART tetangga sebelah rumah saya sering banget nanya pertanyaan yang sudah sering beliau tanyakan, "kenapa dipanggil ibu?", menurutnya saya pantesnya dipanggil mami, hahaha. 

Saya pengen dipanggil ibu sejak kuliah sih. Visioner sekali. Kala itu, saya terinspirasi sama Marshanda. Bukan karena fans Marshanda. Hanya saja waktu itu menurut saya panggilan ibu sangat membumi dan Indonesia sekali. Dan yang penting ngga pasaran seperti: Mama. Hahaha. Monmaaap.

Sejak saat ini saya kekeuh kalau punya anak, panggillah saya ibu. Meski sekarang ngga dipanggil ibu juga sih. Tapi IBUK, hahaha. .

Mungkin bagi sebagian kalangan, panggilan mama, mami itu keren yaa. Tapi coba perhatikan makin kesini sepertinya bergeser ke panggilan yang Indonesia sekali bahkan panggilan daerah. Beberapa artis memilih dipanggil ibu x bapak. Sebut saja Andien dan suami, Atiqah Hasiholan dan Rio Dewanto. Bisa jadi beberapa tahun ke depan justru panggilan ibu x bapak akan menggeser panggilan mama x papa memeroleh predikat pasaran itu. Hahah

Saya sih sempat menyesal ya ketika Keefe udah tegas banget panggil saya ibuk. Ahh harusnya saya dipanggil ambu deh. Kan berdarah sunda kitu. 

Berikut adalah beberapa panggilan ibu dengan definisinya versi saya. Tolong jangan ambek ya, buibuk.

Ibu
Karena udah merasa klik dengan panggilan ini bahkan sejak saya belum mengenal cinta #tsaahh. Selain Indonesia banget, waktu itu di lingkungan terdekat saya hampir ngga ada yang panggil ibunya dengan ibu.

Mama
Mama papa adalah bahasa serapan dari bahasa cina tapi nyatanya panggilan ini justru generik banget. Ngga perlu darah cina untuk dipanggil mama papa. Saya auto menolak dipanggil mama bukan karena mengingkari darah yang saya punya, bukan pula karena udah kebanyakan yang pakai, tapi saya udah ngira kalau Keefe bakalan panggil mama saya dengan sebutan mama juga. Meski mama saya dipanggilnya Emak tapi Keefe sering banget ikutan panggil mama.

Mami/Mommy
Kata ART sebelah rumah sih, saya cocoknya dipanggil mami, haha. Tapi justru menurut saya tampilan saya jauh dari kesan mami. Di mata saya, mami itu adalah panggilan wah untuk ibu-ibu fashionable, kota banget, yang bahasa ibunya adalah bahasa inggris atau sehari-hari bilingual sama anak. Nah yang terakhir itu coret banget di saya. Hahaha. 

Bunda
Sama seperti mami, bunda juga ngga cocok buat saya. Menurut saya, bunda itu sosok yang keibuan banget, penyabar sekali, perfect mom lah. Laah saya, masak aja males, cuci piring ogah, beberes apalagi. Ngaca, sis. 

Umi
Aaahh ini pun. Ngaji saya belepotan. Malu sama panggilan kalau saya maksa dipanggil umi. Di mata saya, yang dipanggil umi itu yang jilbabnya panjang, santun tutur katanya, ngga bergibah kaya saya. Tapi kemudian definisi saya bubar jalan ya liat Dian Ayu yang rock and roll dipanggil umi :D

Well, itulah sekilas beberapa alasan pribadi saya atas pemilihan kenapa dipanggil ibu. Ngga ada tendensi apapun ya, sis. Jelas saya percaya apapun panggilannya kita adalah yang terbaik bagi anak(-anak) kita ngga peduli seberapa sering kita merasa bersalah.

Bude, baca ini yaa. Biar ngga tanya-tanya terus kenapa saya dipanggil Ibuk. 





Thursday, August 27, 2020

Setengah tahun Covid19, Kesan dan Pesan

Ngga berasa ya kita udah berkawan kurleb enam bulan sama Covid19. Udah akrab? Hihi. .

Saya ngga tau mau nulis darimana, yaudahlah tulis aja.

Pertama, mungkin ada yang syukuri dari adanya covid19 ini. Pas doi belum ada, jam kerja saya kan rada ngga fleksibel ya mungkin sebagai ibu. Saya dosen yang juga punya mahasiswa bekerja. Jadi saya juga ngajar pagi - malam. Rutinitas saya biasanya jam 7 saya dan Keefe bangun, main, kalau sempet saya yang mandikan. 8.30 saya sudah harus berangkat karena jam 9 saya udah harus ngajar. Biasanya kalau pas ada jadwal malam, 2 atau 2.30 pm saya usahakan pulang. Tapi Keefe tidur kan. Jam 4pm bangun. Kami main sepeda, ke lapangan bola, cari kucing kasih makan kucing jalanan. 5.45 atau 6 pm saya berangkat lagi ngampus sampai jam 9 atau 9.30pm. Sesampainya di rumah Keefe udah tidur. Malah ngga jarang saya harus sampai jam rumah jam 4 sore lalu ngampus lagi jam 6 sore. Sejak ada covid ini kuliah jadi online, saya jadikan satu aja kelas pagi-malam untuk zooming di malam hari, di rumah. Waktu saya jadi sangat lebih bersahabat.

Kedua, saya pikir saya overthinker tapi mungkin ngga juga ya. Saya takut covid loh, sampai detik ini.  Tapi, saya ngga pernah panic buying ngeborong mie instan, bahkan ga rela duit ratusan ribu abis buat beli masker sekali pakai. Ngga kepikiran beli suplemen buat saya dan Keefe, entah ini mungkin namanya bego. Saya takut covid makanya sampai detik ini saya betah-betah aja di rumah (?) Ngga juga sih. Mungkin gara-gara saya mager introvert, saya ngga ada keinginan untuk pergi jalan-jalan ke luar rumah. Perlu dicatat untuk urusan #dirumahaja ini saya bukan takut sama covid19 tapi saya memang tidak pernah merasa bosan di rumah, tidak ada keinginan untuk menghirup udara selain di rumah (Sidoarjo dan tentu my home sweet home Pamekasan) dan di kampus.

Selama enam bulan ini, rute dengan niat jalan-jalan itu terealisasi pas libur idul adha kemarin. Dicky ajak kami ke wahana liburan. Atas nama family time maka saya iyain aja. Tapi saya bilang kalo rame puter balik. Alhamdulillah prestasi banget, berhasil, Keefe sehat, ngga ada sakit mampir selama enam bulan ini. Ogah banget virus apapun namanya masuk ke tubuhnya. Di tengah wabah begini saya asli mager banget kalau harus ke dokter yang praktik di RS rujukan.  

Jadilah kami main tempat liburan yang belum sepenuhnya "jadi". Daerah pantai, di siang bolong. Kebayang panasnya. Jadilah saya sendiri yang harus nemenin Keefe yang semangat main di playground, goleran di pasirnya, di bawah terik matahari, karena Dicky ngga sanggup sama panasnya. Hash.    

Mungkin saya harus berterimakasih karena saya cuma merasakan wfh dua minggu aja. Jadi saya punya kegiatan selain di rumah. Bisa jadi kalau sampai saat ini saya WFH akan lain cerita, who knows ?

Alhamdulillah juga Keefe kayanya betah-betah aja di rumah. Entah karena saya pandai menciptakan suasana, tidak menghilangkan hak bermainnya, atau karena doi masih terlalu kecil ngga ngerti merajuk minta ke Kidzoona belum pernah juga sih, hahahaha

Ketiga, saya harus bersyukur karena punya sifat kempro alias jorok. Satu yang saya yakini selama pandemi ini adalah saya ngga bakat jadi ibu rumah tangga. 

Bagi yang belum tau, saya tinggal sama mama, urusan domestik rumtang mama yang ngerjakan. Bolehlah bully saya soal itu, karena saya juga menyesali. Harusnya di usianya, mama saya ngga boleh lagi berurusan sama pel dan sapu :(

Nah, selama pandemi mama saya harus bolak balik PMK-SDA-PMK karena suatu urusan. Kalau sudah di PMK biasanya dua minggu, sekalian isolasi mandiri. Kalau ngga ada covid pasti Keefe diajak mama ke pmk. Tapi karena covid saya ngga bolehin, saya takut tiba-tiba lockdown yang ngga tau kapan berakhirnya, gimana dong masa saya ngga ketemu Keefe. 

Hasilnya, 24/7 saya sama Keefe. Berdua. Ada Erik dan istrinya sih. Tapi Erik WFO dan istrinya kuliah daring. Yaa intinya, Keefe selalu sama saya. 

Nah di bawah ini adalah kondisi saya selama berdua Keefe doang tanpa ada mama.

As a mom, saya percaya ibu akan berusaha menjadi ibu yang baik. Tapi, definisi baik kan tiap ibu ngga bisa dipukul rata. 
 
Bagi saya, saya tetap wajib mengusahakan main bareng Keefe meski membosankan, sumpah, hahaha. Asupan perut tetap harus terjaga. Ajaran tanggungjawab tetap harus dijunjung tinggi. 

TAPI, gara-gara 24/7 sama Keefe saya sadar betul, ibu juga butuh bahagia. Udahlah kalau saya capek, yang tantrum dan cranky justru saya. Saya jadi ngga bisa mengendalikan emosi. Prinsip tidak meneriaki anak bubar jalan saat saya kelepasan ikut lempar botol Keefe. Saya teriak dan nangis di depan Keefe bilang saya capek. Lalu kemudian saya menyesali, elah ini anak belum juga dua tahun (waktu itu). 

Saya yakin, ibu harus bahagia dulu baru bisa mengisi kebahagiaan untuk anak-anaknya. Maka, saya berbahagia karena punya sifat kempro jadi saya ngga stress lihat rumah berantakan. Bebersih tidak menjadi to do list saya. Saya nyapu ngepel kalau saya mau. Yang paling keliatan sih teras rumah ya, daun-daun bakal numpuk karena saya jarang nyapu, haha. Untungnya saya ngga pernah punya tamu. 
Keefe main lalu ngga mau dia beresin, tunggu aja sampai mau, meski harus tidur siang dulu. Saya jarang banget ngeberesin mainan Keefe sendiri dan Keefe ngga terlibat ikut ngerapihin. Ditunda boleh, tapi Keefe tetap harus tanggungjawab sama mainannya. Jadilah saya sering tidur siang dengan mainan di mana-mana.  

Saya dan Keefe bangun di jam 7 pagi. Lalu biasanya saya masak seadanya biar jam 8 Keefe bisa makan (demi feeding rules). Abis masak saya memandikan Keefe, suapin, ajak main, masak, makan siang, ajak main lagi, lalu tidur. Keefe tidur siang biasanya saya juga tidur. Lelah boss nemenin anak main. Kalau ngga tidur sih, biasanya youtube-an, atas nama me time. 4pm, Keefe bangun, yaa nunggu dia on, ajak mandi, makan, main lagi, main, main, main, saya juga colongan main HP biar ngga bosen. Pas malem sih, saya titipin dulu ke Erik sedang saya zoom-ing. Lalu jam 8 malam, saya mulai rutinitas akan tidur: pipis, cuci tangan, cuci kaki, sikatin gigi Keefe, ganti baju. 8.30 siap tidur, tapi Keefe seringnya baru terlelap pk 10 malam. Kegiatan ini lebih melelahkan dari nemenin main. 

Nah, setelah Keefe tidur, saya youtube lagi sebentar sambil muter mesin cuci. Setelah 30 menit nge-youtube, lalu saya buka laptop. Setelah selesai kerja saya jemur pakaian. Iya, saya jemur pakaian itu jam 2 pagi seringnya. Biasanya juga kalau ngga keburu lelah, saya sempetin nyapu rumah biar kaki ngga item, haha parah. 

Makanya saya sungguh sangat beruntung karena rumah berantakan bukan masalah buat saya. Saya ngga kebayang kalau saya penganut rumah harus bersih. Jatah main sama Keefe pasti berkurang, saya juga bakalan sering emosi liat kelakuan ajaib Keefe yang tiba-tiba (sengaja) numpahin air. Ngga punya beban beberes rumah aja saya sempet neriakin Keefe gimana kalau saya tipe perempuan perfect soal kebersihan coba? 

Selama pandemi ini saya jadi tau, waktu kita sama-sama 24 jam, mungkin kita sama-sama ibu, tapi prioritas kita berbeda. Beda cara kita ngatur, bukan berarti ada yang salah. Dalam dua puluh empat jam itu, kebahagiaan diri sendiri tetap nomer satu. Ben ngga marah-marah "mengisi" anak.   

Baiklah. Saya takut covid. Tapi kalau dipikir-pikir ngga ada perubahan gaya hidup yang murni gara-gara covid. Dan saya bangga loh sekarang karena introvert, maka tetaplah punya sifat introvert biar betah #dirumahaja demi sehat sejahtera dan damai sentosa. Terimakasih yaaa diri ini yang introvert, mageran, dan jorok :p 
Wassalam 
 

Tuesday, August 18, 2020

Ibu seperti apa saya?

Tempo hari, saya iseng new tab klik bacaan mommiesdaily yang ini untuk tau ibu macam apa saya. Kayanya seru nih. Jawaban untuk beberapa item pertanyaan masih sekadar teori buat saya karena belum mengalami fase itu. Saya jawab dengan mikir loh, kira-kira kalau begini saya akan bagaimana. Cekidot.

Kamu mengantar anak sekolah TK, saat sampai sekolah ternyata salah seragam.
Saya pilih: Jelaskan pada anak, seragamnya hari ini beda. Minta maaf sama guru. 
Saya akan berusaha menjelaskan sebaik mungkin sekaligus minta maaf sama Keefe. Tapi, kalau pada akhirnya Keefe ngga mau sekolah karena dia malu. Yaudin ayuklah puter balik, lalu jelaskan pada gurunya. 

Anak ada ruam merah di tangan dan kaki. Baru muncul pagi ini. Tidak demam.
Saya pilih: Browsing, observasi, dan cari tau kira-kira ini apa? 
Sebagai ibu yang mungkin masuk ke kaum dikit-dikit dokter, saya pilih browsing, observasi, dan cari tau kira-kira ini apa dulu lah sebelum memutuskan ke dokter. Loh kok? Iya, mungkin hasil saya sering ikut iglive, webinar, dan lain sebagainya dari para dokter yang kayanya sekarang makin rajin kasih ilmu gratisan. Tapi kalau insting saya ngga enak, semoga aja selalu ada rejeki untuk langsung bawa Keefe ke dokter. 

Sedang terburu-buru untuk pergi, anak malah menumpahkan semangkuk sereal dan susu.   
Saya pilih: Minta anak bereskan dulu tumpahannya, datang telat tak apa-apa.
Ngga ding, pertama saya pasti emosi. Haha. . Tapi selama ini, jarang banget saya kelepasan marah. Saya usahakan tarik napas. Kalau saya lagi berdua Keefe, saya mungkin hampir pasti memilih tinggalin dulu tumpahannya, (Keefe) beresin nanti kan bisa. Saya ajak Keefe pergi sambil sounding apa yang telah dia lakukan, dan apa yang harus dia lakukan setibanya di rumah. 
Tapiiiii, kalau ada mama, jelas saya minta anak bereskan dulu tumpahannya, datang telat tak apa-apa. Karena takut aja emak Keefe yang beresin tanpa melibatkan Keefe. Saya ngga maulah, urusan buang sampah aja, saya ngga mau loh buangin sampah Keefe. Keefe harus bisa buang sendiri meski dia masih main-main dulu. Biar aja berantakan dulu, asal Keefe tanggung jawab. 

Anak diminta bawa kue untuk charity bazaar di sekolah.
saya pilih: Beli ajalah Keefe, ngga sempet ibuk kalau harus bikin sendiri.
Nah, itu jawaban sesuai kondisi saya saat ini yang malas ke dapur. Sibuk ngga sibuk, saya bukan ngga sempat tapi ngga mau aja, haha. Mungkin saya akan jawab yang lain, kalau suatu saat passion di dapur mulai tumbuh. Mama saya aja baru bebikinan kue pas saya SMP loh. Dunia berubah, gaes. Tapi, kalau nanti saya masih males ke dapur tapi ada mama, saya punya jawaban lain sih. Yaitu:
Bikin sendiri dong. Libatkan anak dalam proses bikinnya biar dia menghargai kerja kerasnya sendiri. Seperti aktivitas mama dan Keefe tiap hari. Baking time every day. 

Playdate ke playground outdoor baru, bawa apa aja?
Saya pilih: Wah kalau tempatnya baru sih mending bawa semua yang kira-kira dibutuhin. Topi? Kacamata hitam? Handuk? daripada nanti repot?

Anak akan berulang tahun dan dirayakan di rumah.
Saya pilih: Tiup lilin aja ngga apa-apa ya? Yang penting kan dirayakan?
Nah, saya tu dulu jaman dari bayi sampai TK, SD mungkin beberapa kali, dan sweet17 dirayain meriah loh. Sumpah. Ngga tau ding kok ngga pengen rayain ultah Keefe seperti dulu mama papa saya merayakan ultah saya. Ultah Keefe pertama aja, saya kalem. Mama yang bikin naskun buat dibagi ke tetangga. Nah ultah ke dua, saya mulai mikir, saya kok pengen Keefe punya kenangan ultahnya, dan mulai menyesali pas ultahnya yang pertama malah ga ada dokumentasi apapun. Jadi di ultah Keefe ke dua, saya rayain di rumah aja, pesen kue tart, mama masak-bikin kue buat dibagi ke tetangga, nyanyi, dan foto keluarga. Ngga pake dekor. Saya beli sih balon, tapi nyerah, karena ngga bisa niup dan males nyari pompa. Mungkin, ke depan gitu aja, sampai Keefe bisa request dia mau ultah model gimana.

Anak minta ponsel, amannya diberi saat umur berapa?
Saya pilih: Saat dia bisa bertanggung jawab untuk itu.
Sebagai orangtua nanggung alias yang ogah kasih Keefe gadget tapii yaa kadang dikasih juga, hahah. Tapi saya bersyukur dan bangga pada diri sendiri loh. Ini adalah waktu terlama Keefe ngga pegang gadget, #terimakasih mama. Dan kalau saya telaah #naon sekali nonton youtube peringainya akan berbeda. Tanpa Youtube Keefe lebih kalem, ngga lempar mainan, ngga tumpahin air. Keefe bisa 24/7 tanpa hp kalau ada mama di rumah. Mama saya juga tim #bukangadget(agak)gariskeras. Jadi kalau saya kerja Keefe sama mama, saya pulker Keefe sama saya, kami akan melakukan aktivitas fisik. Saya merasa bersyukur karena ngga 24 jam sama Keefe. Pengalaman WFH plus tanpa mama kemarin sungguh melelahkan. Prestasi banget saya kalau dalam sehari Keefe tanpa gadget. Saya juga merasa lega karena udah sejak kuliah saya ngga pernah nonton tv. Jadi TV di rumah hanyalah pajangan. Ngga ding, kadang Erik, adik saya, main PS. Ngga ding (2), Dicky kalau pulang juga sering nyalakan TV nonton Youtube buat Keefe meski kadang saya kecewa karena screentime yang terjadi pada kehidupan saya mau tidak mau harus diakui memang meminimalkan komunikasi. Tapi yaudahlah, sebulan sekali juga belum tentu. Anggep aja cheating day, sekali-kali jadi hiburan lain buat Keefe.

Anak tantrum saat balita, berguling-guling di tengah mall yang ramai. 
Saya pilih: Tungguin aja, maklum anak kecil belum bisa kelola emosinya sendiri
Pernah kejadian sekali, saya ngemall berdua Keefe doang, Keefe minta main di playground padahal udah main di block mall yang lain. Prinsip saya makin Keefe nangis, saya harus lebih kuat untuk tidak kasih apa yang dia mau. Jadi pas saya bilang tidak main lagi, Keefe nangis, saya jelasin makin nangis, maka saya berhenti karena percuma. Saya bilang yaudah nangis tapi tetap ngga main. Nangis banget tapi ngga sampe guling-guling sih. Di rumah pun begitu, kadang mama saya ngga tega sih, tapi mama saya lebih takut sama saya, haha. Kalau Keefe mulai nangis tak terkendali, saya cari kresek, Keefe muntah, abis muntah dia pasti langsung tenang dan bisa saya jelasin kenapa ngga boleh begini dan begitu dengan damai. Sekarang, lucunya, tiap nangis, Keefe auto cari kresek sendiri sambil bilang "takut muntah". Tapi udah jarang banget nangis sampai muntah, karena sadar meski muntah ibuknya tidak akan menyerah. Ehmm, saya bukan kejam ya, kata psikolog itu adalah cara untuk merelease emosi, terlebih buat saya ngga mau nangis jadi senjata. 

Anak belum lancar membaca di umur 6 tahun. Yang kamu lakukan?
Saya pilih: Aku tambahin activity di rumah deh biar bisa cepat lancar. Beli flashcard atau bikin ya?
BELI DONG make it simple, wkwk. CMIIW, sejauh yang saya tau 6 tahun masih belum wajib bisa baca kan ya. Dan tentu, rajin ikut webinar dan semacamnya biar tau stimulasi apa dan kapan harus cemas dan bawa ke profesional. Jadi kalau itu terjadi saat ini, saya ngga buru-buru bawa ke klinik tumbang. 

Karantina selama pandemi, ngapain aja tiap hari?
Saya pilih: Santai ajalah, kita cemas anak juga cemas kok. Ngga usah dipaksa yang penting berusaha anak ada aktivitas lain selain gadget.
Pas saya WFH, saya ikutkan Keefe distance learning school berbasis montessory dari sekolah montessory yang cukup bagus dari sampel yang saya ambil. Nyatanya, aktivitasnya sebelas dua belas sama aktivitas saya dan Keefe sehari-hari. Saya ngga pernah maksa sih. Keefe maunya apa saya ikutin, tapi saya berusaha memfasilitasi. Meski pas WFH kemarin (saya WFH cuma dua minggu, fyi), pas mama lagi di Pamekasan, saya colongan juga kasih Keefe Youtube. Makanya saya bisa jawab di saya (lagi-lagi ini saya ya), saya merasakan betul manfaat tanpa gadget. Jadi, sebisa mungkin aktivitasnya bukan gadget. 

Itulah sepuluh pertanyaan dari mommiesdaily. Lalu ibu seperti apakah saya?

I‘m The Cool Mom
Kamu ibu yang cool! Selalu chill, nggak gampang panik, memberi anak tanggung jawab, dan selalu tahu apa yang harus dilakukan di kondisi darurat. 


nah kan, jadi betul, selama hampir 30 tahun hidup saya, saya baru benar-benar bangga terhadap diri saya sendiri setelah menjadi ibu dan melihat tumbuh kembang Keefe. Bangga terhadap pola parenting, setiap keputusan: kapan harus merasa bersalah, harus cemas, kapan harus membiarkan menangis. Saya bangga karena saya punya itu semua. Saya bangga terhadap diri saya sendiri ketika kakek neneknya, bapaknya, dan orang lain bangga terhadap perkembangan Keefe. Karena saya yakin, meski masih banyak kekurangan saya sebagai ibu: Keefe tidak akan seperti Keefe sekarang jika bukan saya ibunya.
      

Thursday, July 23, 2020

Pengalaman Telekonsultasi Keefe

disclaimer: Ini adalah pengalaman pribadi tidak untuk ditelan mentah-mentah. Pergi ke profesional jelas diutamakan.


Sebagai intro, saya infokan dulu kalau Keefe didiagnosis stunting (baca: Keefe Stunting (?)) tapi saya malah terpaksa menghentikan treatment karena covid19 sialan ini. Saya janji untuk menuliskan perjalanan treatment Keefe tapi nyatanya saya malas untuk menulis karena harus disertai bukti-bukti dari hasil tes lab dsb. Malas foto dan upload. 
Terakhir kontrol ke dsa sub nutrisi itu di bulan Maret 2020. Singkat cerita, dsa sub nutrisi meresepkan Keefe susu tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan kalorinya dan meminta Keefe untuk terapi oromotor karena hasil pemeriksaan ronsen, mantoux, urine, dan darah Keefe bebas ADB, ISK, maupun TB. Dsa memberi rujukan untuk 10 kali terapi karena sampai detik ini pun Keefe susah mengunyah daging-dagingan. Bisa dikatakan ngga bisa malah. 

Saking takutnya ke RS dan klinik saya ngga lagi menginjakkan kaki kontrol ke dsa demikian pula terapi oromotor. Dari yang dianjurkan dokter untuk minum susu 500ml/hari karena saya seringnya di rumah, Keefe lebih memilih untuk nenen. Kalau saya di rumah paling mentok 200-300ml/hari. Tapi alhamdulillah BBnya udah diatas garis hijau. Bulan Februari BB Keefe 11,1 kg, bulan Juli naik menjadi 13,6kg. Wow banget naik 2 kg lebih. Padahal anak di atas dua tahun harusnya naik 2 kg per tahunnya. Saya mikir tuh, apa ASI saya masih tinggi kalori yak, hahaha

Saya juga galau tuh, karena sependek pengetahuan saya yang baca dari blog curcol ibu-ibu kaya blog saya ini, jadi bukan pakar, bahwa susu tinggi kalori tidak boleh diberikan dalam jangka waktu yang lama. Saya galau tuh, takut salah langkah ni bocah lagi masa tumbang. Paling gampang mah diukur dari BB, PB, masa gitu aja abai sih. Kurus ngga selalu sakit, demikian pula gendut ga selalu sehat kan.

Apalagi berdasarkan keterangan dari app primaku, BB Keefe udah berhasil nih naik di atas garis hijau, pun PB udah mulai naik ke garis oranye. Berdasarkan interpretasi primaku PB Keefe udah normal, ngga lagi pendek dengan keterangan segera konsultasi ke dokter. Tapi, yang bikin galau BBnya. Interpretasi primaku resiko gizi lebih. Yadong jelas terlihat udah di atas garis hijau. Dan masuk akal sih menurut saya, mungkin BB nya belum sesuai dengan PB.

Sebagai orangtua, saya tentu cemas. Tapi cemas saya ini sebatas cemas. Mikir doang harus apa, ngga ada action. Mau konsul dokter takut covid19, tapi lalu diam di tempat, kan parah. Setelah maju-mundur cantik akhirnya saya putuskan untuk telekonsultasi ke klinikkecil dengan dokter Miza Afrizal, spA. Yaah anda (nunjuk diri sendiri) omdo. Daripada cari tau sendiri malah sesat lebih baik tanya pakar. Yang perlu diingat telekonsultasi ini adalah konsultasi nonmedis ya. 

Telekonsultasi ini via zoom dengan biaya 150k/30 menit. Saya dapat slot 21 Juli 2020 pk 19.30. Yang saya siapkan tentu grafik BB/PB Keefe.

Setelah zoom tersambung, saya langsung terhubung dengan dr. Miza. Saya jelaskan riwayat singkat Keefe dan saya ceritakan pernah ke dokter anak sub nutrisi, dr. Meta dan diagnosisnya serta terakhir Keefe didiagnosis stunting oleh dr. Nur Aisyah. 

Menurut dr. Miza, BB Keefe naik bagus menandakan asupan gizinya tercukupi. Tidak mentah-mentah harus naik 2 kg per tahun. Yang dilihat juga trend kenaikan bukan banyaknya kenaikan. Tapi tetap harus dipantau karena ternyata anak stunting memang lebih beresiko untuk obesitas T__T.

Kenaikan PB memang tidak sebanyak BB. "Naiknya dikit-dikit, bu" Kata dr. Miza. Apalagi usia sudah lebih dari dua tahun, menurut dr. Miza, metabolisme untuk perbaikan PB usia kurang dari dua tahun lebih baik daripada selepas usia dua tahun. Tapi masih bisa dikejar :') jika terus dipantau dan ditreatment dengan baik. 

Saya tanya sampai usia berapa orangtua harus memerhatikan grafik tumbang anak. Kata dr. Miza, sampai usia dua tahun diawasi setiap bulan, selepas 2 tahun sampai 6 tahun diawasi per 6 bulan sd satu tahun. Tapi jika ada riwayat stunting kudu harus dicek per 2-3 bulan. 

Sama seperti dr. Meta dan dr. Nur Aisyah, dr. Miza pun menyarankan bahwa terapi oromotor adalah yang terbaik, beliau kasih saya pilihan, "Ibu terapi anak ibu dengan protokol kesehatan atau ibu biarkan anak ibu ga dapet gizi dari daging-dagingan dan mungkin sampai besar karena ketakutan ibu. Ibu yang menentukan mana yang lebih banyak kerugiannya." Aaahhh

dr. Miza juga menjawab bahwa memang susu tinggi kalori tidak untuk diminum dalam jangka waktu yang panjang. Tapi panjang pendeknya bergantung dari pemeriksaan. Ada yang tiga bulan udah cukup ada yang sampai dua tahun baru dihentikan. "Siapa yang tau riwayatnya? Dokter ibu. Siapa yang memutuskan dihentikan atau diteruskan? Yaa dokter ibu. Bukan saya. Karena secara etis kedokteranpun, seorang dokter baru tidak boleh menghentikan treatment dokter sebelumnya. Nanti kalau ada apa-apa siapa yang disalahkan? Kita cuma ketemu online, tapi riwayat dokter ibu yang tau". Intinya saya disuru berani kontrol, guys. 

Saya juga tanya tuh, soal per-ASI-an. Awal covid19 muncul di Indonesia, saya baca di salah satu akun ig organisasi per-asi-an nasional bahwa sebaiknya menunda menyapih di masa pandemi. Saya tanya tu bener ngga sih. dr. Miza menjelaskan bahwa jika dibilang ASI dapat mencegah covid19 itu ngga nyambung. Imun dalam ASI itu IgA. Sedang yang dibutuhkan untuk mencegah covid19 itu IgG dan IgM yang hanya didapat dari vaksin yang belum ditemukan (Nah setelah saya baca ulang postingan di akun organisasi per-asi-an tersebut rasanya saya yang mispersepsi. Meningkatkan daya tahan tubuh iya, tapi ngga disebutkan untuk menangkal covid19). dr. Miza menambahkan, "kalau ASI bisa untuk mencegah covid19 jual aja bu ASInya" :p

dr. Miza sih juga memberi saya pilihan, doi ngga ngejudge sih, "ASI itu meski sampai dua tahun lebih tetap bermanfaat bu. Tapi lagi-lagi ibu harus pikirkan mana yang lebih banyak manfaatnya. Dengan nenen anak ibu jadi ngga mau makan dan minum susu, padahal yang dibutuhkan nutrisi dari makanan. Saat ini mungkin juga masih dari susunya. Yaa ibu yang menentukan." Saya cuma tersenyum kecut.

Demikian sesi 30 menit seingat saya yang berhasil saya tuliskan. 

Lalu gimana? Kapan kontrol? Semedi dulu, sis.
   

NB: Males ngedit, PB(panjang badan). untuk Keefe harusnya disebut TB (tinggi badan) karena +2thn

Review Puzzle-nya Keefe

Sebagai seorang ibu yang melahirkan anak generasi Alfa tentu Keefe (dan saya) pun terpapar layar. Meski waktu hamil saya sudah berjanji pada diri sendiri tidak akan memperkenalkan Keefe gadget. Hahah, itu teori doang, ding. Saya ternyata ngga punya stok biar ga bosen, ngga kuat menanggung lelah dan menahan gatal untuk buka hp juga. Jadilah saya pasrah memberi waktu Keefe nonton Youtube jika saya lelah jiwa raga butuh me time main hp juga. Karena ngga mungkin kan Keefe saya larang pegang hp tapi di depan hidungnya saya scroll IG. 

Tapi seenggaknya hp adalah opsi terakhir. Haha, pembelaan. Saya berusaha menemani dan main bareng Keefe, focus on presence, kan. Saya kasih waktu juga untuk diri sendiri dan Keefe main Hp. "5 menit ya Keefe", "satu kali ya Keefe" abis itu mari tinggalkan hp. Atau kalau saya butuh agak lamaan yaudah, bilang aja ibuk masih bales wa. Setelah rasa bersalah ninggalin Keefe main sama Hp baru saya stop, haha.

Buat saya, pencapaian harian terbesar kebanggaan saya adalah jika sehari membuat Keefe tanpa gadget. Bahagia banget hari itu kalau seharian berhasil nemenin Keefe tanpa bantuan HP.

Jadi apakah saya tim kasih anak gadget? Kalau bisa sih bukan. Kalau bisa yaaaa :'(

Nah karena tadi saya bilang gadget adalah opsi terakhir maka untuk berkegiatan #mainbarengKeefe saya maunya terselip permainan yang juga men-stimulasi dan mengedukasi. Untuk permainan yang men-stimulasi motorik kasar saya beli beberapa permainan dan boleh-boleh aja Keefe main di dalem rumah, dari ring basket, gawang untuk sepak bola, bahkan sepeda roda tiga dan balance bike boleh kok main di dalem rumah. Seringkali saya juga ikut main ya bukan cuma liat dia tendang bola sendirian. Bahkan saya sesekali naik sepeda roda tiga yang kecil itu :p atas nama membersamai ahhaayy. 

Untuk motorik halusnya, sesekali (kalau lagi rajin dan sanggup) saya melakukan sensory play dengan main tepung, masukin tepung ke botol, masukin air ke botol, yang bikin lelah beberes. Tapi soal tepung-tepungan sekaligus stimulasi motorik halusnya sekarang udah diambil alih mama saya dalam tema baking time, yes. Udah mulai terlatih tu masukin telur masukin tepung, adonan tanpa belepotan. Tiap hari bikin kue masa.

Sependek pengetahuan saya,  motorik halus juga bisa dirangsang dengan beberapa kegiatan seperti menulis, mewarnai, meronce, bermain playdoh atau puzzle, dan sebagainya. Sayangnya, Keefe ngga betah duduk dengan semua stimulasi yang saya kenalkan tersebut. Saya ngga pernah maksain meski kadang kecewa kok rasanya belum 10 menit Keefe udah bosen sih. Laah ternyata emang rentang konsentrasi di usianya segitu dong (baca: konsentrasi anak). Kumau berharap lebih#jitakdirisendiri.

Tapi, makin ke sini, ternyata Keefe bisa dong duduk diam dalam 10 menit untuk menyelesaikan puzzle. Pertama kali beli yaa ngga langsung mau, dia bingung, bilang susah, kemudian ogah melanjutkan. Saya ngga paksa. Tapi, saya cukup sering ajak, "main puzzle yuk Keefe", kalau mau ayuk, kalau ngga ya main yang lain.



Nah tadi malam tiba-tiba saya pengen review puzzle yang Keefe punya. Di bawah ini diurutkan dari puzzle pertama Keefe.

1. Duoqu seri Marine Life Puzzle 36 puzzles
Kemasanya cukup tebal tapi masih bisa disobek, seperti punya Keefe ini. Puzzlenya besar dan cukup tebal. Ada 6 binatang laut dengan masing-masing dibagi menjadi 6 bagian. Saya beli di Shopee di bazarkutoys seharga 95k. Mungkin karena terlalu banyak bagian untuk pemula seperti Keefe jadi susah, ngga bisa, lantas bosan. Sampai akhirnya saya lihat ohh untuk usia 3+. Baiklah cari yang lebih mudah.




2. Duoqu seri traffic puzzle
Ada 24 jenis kendaraan dengan masing-masing dibagi menjadi dua bagian. Kemasannya macam kaleng. Bahan puzzlenya board tebal tapi kecil. Beli di Zoetoys seharga 57K. Ini adalah puzzle yang ngga pernah dimainin Keefe. Pas puzzle ini dateng Keefe udah bisa main puzzle nomer 1, jadi karena puzzle ini kecil jadi kayanya males aja doi main, ngga tertarik.



3. Mideer seri Geometry and Animal 
Karena Keefe udah sering minta main puzzle dan betah untuk menyelesaikan 6 potongan binatang sampai hafal, maka kubelikan lagi puzzle ini. Beli di myownflashcard di shopee seharga 165k. Kemasan tebal, bahan dan desain puzzle pun besar dan lebih bagus dari puzzle no. 1. Harga ngga bohong, guys. Dari judul seri maka puzzle ini adalah seri binatang yang diselipkan bangun datar. Ada tujuh binatang masing-masing terbagi menjadi 3-4 bagian plus satu bangun datar.




karena hanya terbagi menjadi 3-4 bagian plus di tengah badan ada satu bangun ruang sementara sudah terbiasa dengan puzzle dengan 6 bagian maka pertama main puzzle ini Keefe langsung bisa. Proud mom. Punya dua puzzle dan melihat Keefe tertarik, ibuknya merasa ketagihan membeli puzzle, maka:

4. Joan Miro First Puzzle seri Beautiful Birds
Ini terbagus sih. Dari kemasan sebelas dua belas dengan Mideer tapi dari segi desain dan bahan ini juara. Desainnya agak glossy gitu. Pun dari level kesusahan inipun top. Wkwkwk. Saya aja mikir. Dalam satu kemasan hanya ada tiga burung. Tapi bisa sampai dibagi menjadi dua belas bagian. Keefe baru bisa pasang dua dari tiga. Yang ketiga ini pun saya masih mikir meski udah berkali-kali berhasil memasang. Beli di zoetoys seharga 155k. 





Nah ternyata, saya lupa, sebelum beli puzzle nomer 1, Keefe udah punya puzzle dari Mideer juga. tapi karena udah nulis sampai sini mari review disini aja. Puzzle pertama Keefe.

0. Mideer-Noah's Ark Puzzle
Puzzle-nya terdiri dari 24 bagian, bolak-balik, dua sisi gitu. Satu sisi mencocokan gambar (binatang) yang sama, sisi lainnya gambar besar. Waktu itu saya beli biar Keefe sekadar tau gambar yang sama aja, dan menempelkan sisi-sisi puzzle yang sesuai. Untuk gambar besar masih progres karena udah jarang juga main puzzle ini. Beli di zoetoys seharga 159k.
Nah berhubung saya ngga foto yang saya punya dan file di hp sudah masuk hardisk maka saya ambil foto di bawah dari zoetoys yaahh. Terlalu malas untuk cari di hardisk.


Sumber: zoetoys 


Foto Keefe saya juga ngga punya yang terbaru. Ini foto lama Keefe lagi kurus-kurusnya hihi



Yaakk itulah review ala-ala haha. Satu yang saya sadari, yaitu beli-beli mainan sebenar-benarnya bukan demi anak. Tapi demi kepuasan batin ibuknya Keefe ini. Balik lagi ke focus on presence dan Keefe yang selalu jawab "macih ada" ketika ditanya mau beli ini ngga. Tapi yang getol pengen beli mainan ini-itu ibuknya. Merasa terlalu efford jika harus DIY. Jadi sesungguhnya demi anak itu buatku cuma alasan yang dibuat-buat, hahahaha. 

Intinya, gara-gara puzzle saya jadi ga sabar menunggu datangnya gajian :D