Tuesday, December 17, 2019

Kim Ji Young born 1982

(((Spoiler Alert)))

Adegan diawali dengan Kim Ji Young (KJY) yang beberes rumah, menata mainan anak, lalu kembali berantakan. Kim Ji Young menatap langit di balkon rumah, anak memanggil "Eomma". Kim Ji Young menghela napas lalu tersenyum.

Layar Gelap

Adalah Dae-Hyeon, seorang suami yang datang ke profesional karena gelisah menyadari istrinya "sakit".

Ada yang sudah nonton? Gimana rasanya?

Sepanjang film ini rasanya hati saya meledak, terluka, dan marah (mungkin). Sekuat tenaga mengatupkan mulut agar tangis ngga sampe pecah.

Saya nonton berdua temen saya, dan sepanjang film berjalan kami hening.
Entah, terlalu relate dengan kehidupan (saya).

Saya ngga tau harus mulai menulis darimana, yang jelas film Kim Ji Young born 1982 begitu mampu membuat saya dua kali datang ke CGV dalam waktu seminggu.

Saya pikir Korea Selatan dengan segala kemajuan yang ada di sana mampu menyepakati kesetaraan gender yang krisis di Indonesia. Ehhmm setidaknya di lingkungan saya :'(.

Ternyata saya salah !

Well, apa yang terjadi di Indonesia (lihat saja gejolak RUPKS) digambarnya nyata dalam film ini. Pelecehan seksual di mana korban tetaplah korban yang alih-alih mendapat perlindungan malah jackpot dapat bullying.

Bagaimana seorang perempuan yang setelah menikah (seakan) matilah dia sebagai dirinya sendiri. Dia benar-benar terlahir kembali hanya sebagai seorang ibu dan istri. Yah. hanya itu. Tidak lagi anak di keluarganya bahkan juga tidak dirinya sendiri.

Mimpi? Benar-benar menjadi mimpi di siang bolong bagi wanita yang sudah menikah. Karir? Apa itu? Pendidikan? What? Hei kamu itu cucian menumpuk, suami minta kasur selalu rapi, tolong dong itu anak minta cebok.

Ada tiga tipe wanita yang ada dalam Kim Ji Young :
1. Kim Ji Young yang memilih jadi IRT kemudian lelah, bosan, hingga depresi.
2. Bos Kim Ji Young yang memilih jadi working mom rela dijudge karena anak diasuh nenek, dikatain anakmu tidak akan jadi orang kalau bukan ibunya yang asuh.
3. Kakak dan teman Kim Ji Young yang memilih alah ribet nikah, ogah gue. Menghindari masalah dengan masalah hey you tetap dijudge orang napa anda tidak menikah.

Well, apapun keputusan kalian saya harus siap sedia kebal telinga wae lah.


Tapi kehidupan pernikahan KJY adalah sempurna menurut saya. Bagaimana tidak?

1. Mertua digambarkan selayaknya mertua yang banyak dicurhatin isteri-isteri (rasanya) seantero dunia (oke hiperbola :p). Sosok mertua pada umumnya lah yaa ngga lebai  yang sambil melotot-melotot seperti yang ada di hampir seluruh sinetron Indonesia. Nyinyir tapi rasa sayangnya ke menantu juga terlihat. Bukan yang membabi buta.

2. Orangtua. Diceritakan bahwa dari kecil KJY hidup di kawasan tidak ramah perempuan. Ibunya bekerja untuk menghidupi saudara-saudaranya. Saya sedih banget waktu KJY kecil bilang, "ibu ngga jadi guru gara-gara ada aku ya?". Sedih, gaes. Di Korea, ternyata anak laki-laki lebih diagungkan, gaes. Apa-apa anak cowo dulu yang diduluin. Tapi, ibu KJY ngga begitu. Ibu KJY openminded banget. Menerima pendapat anak pertamanya (perempuan) tidak ingin menikah, menyemangati KJY untuk melakukan apapun yang dia mau meski dia perempuan. Bapaknya juga gitu. Patriarki sih tapi ngga yang kebangetan. Beliau juga ngerasa bersalah setelah mengetahui kondisi kejiwaan KJY bukan yang men-judge lupa kodrat.  

3. Paling penting Suaminya lah. Yang menyadari ada masalah pada diri KJY. Alih-alih menceramahi untuk ingat kodrat, Dae-Hyeon justru bersedih dan membuatnya berinisiatif mendatangi psikolog, mencari tahu tentang postpartum depression, membujuk KJY untuk "berobat". Dae-Hyeon bukanlah pria dengan romantisme seperti kebanyakan pria dalam drama korea, sosoknya adalah suami yang digambarkan senatural mungkin, tidak berlebihan. Laki-laki modern yang tanggap membantu urusan rumtang. Dengan (masih) berseragam kerja siap memandikan anak. Mampu berkompromi, "aku gapapa kok jadi Bapak rumah tangga, kamu kerja aja kalau itu bisa buat kamu bahagia". Pas Dae-Hyeon menangis dan meminta maaf, saya ikut nangis, gaes.

4. KJY sendiri. Sosoknya bikin sempurna mengingatkan saya tentang mama saya. Yang rela dirinya sepenuhnya menjadi ibu DAN istri. Bukan lagi individu TT___TT. KJY single mampu bersaing dan  berkarir. Sayangnya karirnya harus berhenti hanya karena dirinya perempuan. Yang terpenting adalah setelah tahu ada masalah dalam dirinya KJY ngga denial. Doi realistis, "apa yang harus aku lakukan biar sembuh?", dan tidak juga menyalahkan suaminya.

Setelah nonton KJY saya menahan tangis, saya ngomong ke mama, makasi ya sudah ikhlas kehilangan dirinya demi saya. Sosok KMJ ada pada diri mama saya.

KJY gadis adalah gambaran mama saya. Sekolah cemerlang, wanita karir, teman banyak. Yang kemudian mama saya melepas semuanya hanya untuk merawat suami dan anak-anaknya. Begitu banyak teman tidak membuat mama saya datang di setiap acara reuni. Tidak pernah barang sekali pun.

Selama 29 tahun hidup saya, ngga pernah saya lihat papa buat kopi sekalipun. Semua-muanya mama saya. Yes, papa saya laki-laki yang sekarang diistilahkan patriarki. Kalau istilah papa dan mama saya sih itu KODRAT.

Waktu saya pulang nonton, saya cerita film yang abis saya tonton sambil nahan nangis, terus mama bilang, "itu kodrat". Saya lalu bilang, "itu ngga adil".

Nah, saya kan nonton berdua temen saya tuh, pulang nonton kami berdiskusi soal film ini. Terus temen saya bilang gini, "bu el untung sudah ada Keefe. Kalau ngga bisa2 feminis jatuhnya. Bibit2e wes onok sawangane".

Saya: "emang feminis sebuah kesalahan? hubungan sama Keefe apa?"

Teman saya: "Ada Keefe bikin jadi keibuan. Yaa ngga salah sih selama tidak double standart."

Dan masih banyak diskusi saya dan teman saya soal gender. Terlepas dari diskusi tersebut, setelah menikah saya dan yakin setelah nonton KJY saya jadi bersyukur anak saya laki-laki. Mohon maaf tidak untuk menyinggung anak perempuan, saya jadi mikir: Laki-laki patriarki itu kodrat. Tidak patriarki itu hebat. Sementara perempuan feminis itu menyalahi kodrat.

Alhamdulillah anak saya laki-laki lebih mudah untuk mengajarkan KESETARAAN GENDER bahwa memasak, membersihkan rumah, mengurus anak, itu pekerjaan perempuan DAN laki-laki. Bekerja mencari uang itu BUKAN PEKERJAAN LAKI-LAKI SAJA.

Saya bilang lebih mudah ya bukan gampang. Ingat di awal tulisan saya bilang bahwa KJY relate dengan kehidupan saya. Artinya adalah saya punya tantangan sendiri untuk membesarkan Keefe jadi laki-laki feminis di tengah lingkungan saya yang patriarki.

Contoh: Keefe nangis, Dicky bilang, "apa sih anak cowok kok nangis?", buru-buru saya bilang, "Gapapa Keefe nangis aja, sini sama ibu nangisnya".

Ngga dosa kan ya laki-laki nangis? Laki-laki harus kuat maka perempuan juga harus kuat.
Ooohh ilmu membuat hidupku susah, karena apa? Karena orang-orang sekitar hidup berputar di pengalaman jaman dulu bagaimana orangtua mereka mengajarkan batasan laki-laki dan perempuan.

baru-baru ini saya nonton yutub channelnya Marshanda kolaborasi Deddy Corbuzier. Om Deddy bilang, "laki-laki ngga boleh nangis itu sama aja laki-laki ngga boleh masak.". Ooohh Om Ded, kata keluarga saya yaa begitu loh.