Thursday, February 13, 2020

Keefe 21 Bulan

Udah bisa apa Keefe di 21 Bulan ini?

Udah bisa ngusir tatkala doi pundung. Entah deh "mama na peggi", "buk annna" alias mama sana pergi atau ibu sana pergi sambil dorong-dorong. Ihhhhh.

Udah bisa komunikatif via telpon. Nyambung banget diajakin ngobrol pas telpon. Tapi sukanya jual mahal. "udah ya. maa ces ape"

Alhamdulillah Keefe berhasil diajarin ngomong Terimakasih, Sama-sama, Maaf, dan Tolong. Dia ngerti kapan harus ngomong ketiga kata itu secara otomatis. PRnya adalah ngomong permisi kali ya. Dia langsung aja merintah "awas [mau lewat]".

Apalagi ya. Udah deh selain lupa saya jadi males nulis. Tapi saya harus nulis deh biar sedikit.

See You Next Month, Encif. Semoga ibu tidak malas

Keefe Stunting (?)

Perjalan soal tumbang anak emang ngga ada habisnya. Tapi saya bersyukur saya punya media untuk belajar. Saya ada akal untuk berpikir. Hati untuk meyakini.

Saya udah ceritakan di sini bagaimana saya pernah konsultasi dengan Dokter Meta.

Sejak saya tau tumbuh dan berkembang itu diukur dari berat bedan, panjang badan, dan lingkar kepala yang harus bertambah. Sejak saat dokter bilang berat badan Keefe yang mengalami perlambatan kenaikan alias weight faltering. Sejak saat saya tau stunting bisa diduga dengan tinggi badan anak yang lebih pendek dari anak seusianya. Sejak keluarga saya bahkan Dicky denial atas apa yang saya yakini. Di situ hidup saya tidak tenang. 

Yes, saya mulai cemas ketika usianya 12 bulan, saya perhatikan panjang badan Keefe lebih pendek dari kawan-kawannya yang bahkan usianya 2 minggu dibawah Keefe. Saya curiga. Apalagi berat badannya tidak naik signifikan. Berat tidak naik signifikan bagaimana panjang badannya, ye kan. 

Dokter Meta pernah menyarankan untuk terapi oromotor tapi saya ditentang keluarga. Sudahlah untuk apa. Kata mereka. Keefe sehat. Mama bilang, inget aja Erik (adik saya) pendek banget, tapi sekarang kan tinggi. Dicky juga dia bilang, "apa yang kamu cari? udahlah ngga usah maksain Keefe, kasian". Dari situ saya "diam di tempat" menyimpan semua kekhawatiran.

Ketika Keefe sakit atau vaksin ke dsa, saya selalu tanya dokternya apa Keefe stunting. Empat dsa yang berbeda selalu menjawab, "stunting gimana bu? anaknya montok begini". Saya malah pernah kena marah "Bu jangan bandingin sama anak lain dong" tanpa memplot BB, PB, dan LK Keefe.
Yaelah, saya ngga bakalan curiga kalau ngga dibandingin sama anak lain, dok. Saya juga ngga bakalan bandingin sama anak lain kalau saya ngga banyak baca soal stunting keleus. Saya baca juga dari tulisan dokter-dokter yang jelas kredibilitasnya bukan ibu-ibu curhat macam saya ini.

Oke saya mencoba tenang meski itu tidak mengurangi kecurigaan saya. Setiap saya baca story Dokter Meta dan Dokter Miza saya makin khawatir.

Beberapa waktu terakhir saya makin ngga tenang. Feeling saya kaya makin kuat. Tiba-tiba saya berpikir untuk stop kasih Keefe UHT dan full sufor dan nenen pas mau tidur aja atau pas Keefe minta. Keefe emang jarang saya kasih UHT, biasanya saya kasih kalau dia ikut saya perjalanan jauh, karena saya males ribet membuat sufor, atau ketika Keefe saya ajak ke Indomaret atau Alfamart karena yang saya bolehkan dia beli cuma susu dan snack khusus bayi. Sesekali eskrim lah.

Udahlah saya was-was kondisi nutrisi Keefe lebih baik saya stop UHT. Terus beberapa hari terakhir sebelum ke dokter, saya minta mama untuk buatkan sufor sebelum Keefe tidur malam. Mama tanya, "lo kenapa? Kan sama kamu?" saya bilang aja biar tidurnya nyenyak kenyang sufor, takut asi cuma keluar sedikit. Toh Keefe tetep nenen saya, ngga bakal abis sufornya. Padahal tujuan saya biar nutrisinya lebih tercukupi dari susu terfortifikasi daripada ASI saja yang nutrisinya jauh dari kebutuhan.

Lalu kemudian, sekitar bulan lalu saya update plot BB, PB Keefe di aplikasi Primaku, saya gemetar membaca rekomendasinya: Pendek: Konsultasi dengan dokter anak mengenai status nutrisi anak anda saat ini.

Sambil gemetar, saya langsung browsing dsa subspesialis nutrisi selain Dokter Meta mengingat antreannya yang bisa-bisa Keefe dapet tahun 2021 dan juga karena sepertinya Dokter Meta sedang cuti. Saya langsung bilang ke mama, "Aku yakin Keefe stunting. Aku mau bawa dia ke dokter". Lalu kami berdebat. Bukan soal ke dokter atau tidak tapi soal Keefe stunting. Patokan mama adalah masa kecil Erik yang pendek sampai dibully tapi sekarang ya ngga pendek. Patokan saya adalah apa yang saya baca kemudian saya yakini. Sudahlah biar pakarnya yang memutuskan. Saya lebih senang kalau saya salah, alhamdulillah.

Kalaupun ngga stunting saya mau tanya dokter gimana caranya biar ngga pendek. Papa saya selalu khawatir dengan tinggi badan anak-anaknya. Dulu sampai saya dan Erik papa periksakan ke dokter subspesialis tumbuh kembang anak. Erik sampai di rontgen untuk memastikan tinggi badannya (atas advis dokter). Tapi waktu itu dokter tidak merekomendasikan obat apapun (padahal papa minta). Dokter bilang Erik tidak akan pendek dilihat dari hasil rontgen. Waktu itu saya mbatin ih apaan sih papa fisik banget yang diperhatiin terus. Makin ke sini saya jadi memahami kekhawatiran papa.

Hey coba, di dunia ini pertama kali yang dilihat adalah fisik. Sebagian pekerjaan mensyaratkan tinggi badan. Yaahh ngga semuanya lah pekerjaan punya syarat tinggi badan. Saya ngga mau Keefe memendam cita-cita hanya soal tinggi badan. Dan saya ngga mau Keefe kaya Erik yang dikata-katain pendek. Atau seperti saya yang diejek karena papa saya pendek. Kami berdua (saya dan Erik) sebetulnya ngga pernah merasa terbully soal itu kami buat lucu-lucuan aja. Saya juga bisa ejek balik kekurangan lawan bicara saya. Tapi saya ngga tau kan gimana Keefe atau anak-anaknya besok. Tiap orang kan beda meski Keefe anak saya.

Terlebih saya ngga mau Keefe jadi pendek karena nutrisi yang saya berikan baik tapi tidak terserap dengan baik oleh tubuhnya karena suatu hal. Atau nutrisinya memang tidak terpenuhi karena ketidaktahuan saya yang tidak mau cari tau. Sudahlah sekarang saya usaha maksimal biar ngga nyesel. Kalau besok-besok tinggi badan Keefe segitu aja berarti itu udah rejeki dari tuhan. Saya sebagai yang dititipin udah usaha maksimal deh.

Akhirnya,  Selasa 11 Februari 2020 kemarin saya ke dr. Nur Aisyah Wijaya, spA(K) di RS Husada Utama. Saya senang karena Keefe cukup kooperatif (biasanya mah kagak). Semua pakaian termasuk diapers dibuka, ditimbang, diukur PB, diperiksa lehernya (seperti mencari benjolan) lalu dokter plot hasil pengukuran BB dan PB.

"Stunting, bu" membuat saya panas dingin. Pengen mewek.

Apa gue bilang.

"BB normal. Panjang Badannya kaya bayi 14 bulan".

Lalu dokter menjelaskan panjang lebar lewat media kertas karena dokter ngejelasinnya juga sambil nulis yang kertasnya saya bawa pulang. Nanti saya buat blogpost terpisah.

Banyak pemeriksaan yang harus kami laksanakan. Kemarin, seharian penuh, saya bawa Keefe ditemani mama ke Lab. Pramita untuk pemeriksaan hematologi dan kultur urine. Hari ini saya Rontgen Keefe di RSI Surabaya. Sabtu besok Keefe harus tes Mantoux.

Yasudah ini yang harus kami lewati. Saya ngga menyalahkan siapapun. Saya justru menyalahkan diri sendiri. Menyalahkan kenapa tidak bisa melawan rasa malas dengan kasih Keefe UHT padahal saya cemas akan nutrisi Keefe. Saya justru berterimakasih ke mama karena mama ngga pernah kasih Keefe UHT. Kalau mama ngga kekeuh kasih Keefe sufor mungkin lepas setahun Keefe saya kasih UHT saja. Menyalahkan diri kenapa saya ngga secepat kilat periksakan Keefe ke subspesialis meski dsa bilang Keefe baik-baik saja tapi saya tetap cemas.

Saya bersyukur punya mama, bibik (tante saya), dan adik-adik sebagai support system yang baik sekali. Saya, mama, dan bibik bagai tim yang punya visi misi sama soal nutrisi. Kami ngga pernah kasih Keefe jajan aneh-aneh. Susu UHTpun jarang banget kasih Keefe yang berasa. Snack Keefe cuma snack bayi dan susu UHT mentok biskuit atau wafer yang saya screening mereknya. Sesekali saya kasih eskrim dan coklat. Tiap hari Mama selalu buatkan Keefe kue atau roti untuk selingan makan beratnya. Saking kekeuh sama jajanan rumahan mama sampai sekarang pun marahin saya kalau saya kasih mie fortifikasi ke Keefe.

Saya bersyukur atas media yang saya punya bisa saya pake untuk belajar. Tapi mungkin hidup saya lebih tenang kali ya kalau ig saya cuma follow akun macam lambe. Hidup saya jadi ngga tenang karena terlalu banyak dokter yang saya follow, wkwkwkwkwkwwk.

Doakan Keefe. Senin minggu depan ketemu dr. Nur Aisyah lagi untuk kontrol. Meski golden period katanya cuma sampai dua tahun tapikan Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Semoga cerita saya bisa menginspirasi buibu. Kalau khawatir langsung tanya pakar jangan ikutan keluarga lain yang denial.

Sebagai ibu millenial, kita harus punya motto. Seperti yang mama saya bilang kalau ada orang yang lagi mengkritik, "anak sekarang (saya maksudnya) lebih percaya sama apa yang mereka baca daripada apa yang mereka dengar (omongan orang)".

Monday, February 3, 2020

Berat Badan Tidak Mengukur Bahagia (?)

Saya terinspirasi tulisan mba Meira Anastasia, iya, istrinya ko Ernest itu. Katanya, " Timbangan adalah sebuah alat untuk menimbang berat, bukan menimbang seberapa bahagia atau berharganya kamu!"

Kalau dipikir-pikir, saya kehilangan 15 kg bobot saya dalam kurun waktu kurang dari 10tahun. Senang? Sebagai perempuan, tentu iya. Sejak melahirkan saya justru kehilangan 4 kg bobot saya, meski tetap menyisakan gelambir di mana-mana, lol.

Kalau diingat lebih jauh lagi, saya selalu ingat mama teman SMP saya selalu pegang gemas lengan saya yang montok pada masanya. Entah ke mana daging dan gajih-gajih itu sekarang. 

Well, saya juga ngga tau kenapa bobot saya jauh berkurang, tapi saya harap bukan karena sesuatu yang buruk karena pola makan saya sungguh jelek. Hidup sehat selalu jadi PR resolusi. Tapi semakin umur saya tambah saya jadi semakin takut. Saya takut mati tanpa bisa memastikan Keefe baik-baik saja. Tanpa bisa membalas dan membahagiakan mama dan papa saya. Nulis ini aja bikin saya mau mewek.

Mari kita jauh ke belakang, saya punya cerita kocak (buat saya sih). Jaman kuliah dulu, teman saya yang tidak pernah punya kelebihan bobot sebelumnya. menggemuk ketika doi putus dari pertunangan yang berjalan bertahun-tahun. Karena sudah lupa patah hati sambil cengingisan dia bilang ke saya yang waktu itu nyaris 60kg, "Kalo mau kurus coba pacaran deh, El". Anjirrr, bener gaes. Haha

Tidak-tidak. Tapi memang kalau mau cocoklogi sih emang saya kehilangan BB setelah saya dekat dengan Dicky, hahaha. Bukan diet karena pria, tapi balik lagi, auk deh. 

Saya nyaris membuat orang terkejudth melihat saya setelah setidaknya 2-3 tahun ngga bertemu. Akhir tahun kemarin, saya bertemu teman jaman kuliah, bolak-balek dia tanya karena heran sama tampilan saya sekarang. 

Banyak yang menduga karena saya menyusui. Oke, saya berharap itu benar. Karena saya pun juga lagi pengen tambah BB 5 kg lagi. Tapi entah kapan saya bisa membuktikan kata orang, karena  meski melelahkan dan kadang bisa mengganggu tidur saya, saya ngga berniat menyapih Keefe yang 4 bulan lagi genap 2 tahun. Saya masih pengen menyusui dia selama yang dia mau. 

Well, yang buat insecure untuk saya bukan soal angka di timbangan, tapi soal komentar tante-tante setelah mereka mengomentari bobot saya, "keliatan tua," cenah. Aseemm.