Thursday, November 29, 2018

Tentang Kehamilan

Karena saya ngga punya catatan mengenai perkembangan kehamilan setiap minggunya dan terutama saya cuma punya memori berkapasitas kecil, maka saya rekap aja ingatan-ingatan yang tersisa selama 40 minggu kehamilan. Bukan untuk diingat perjuangannya (karena saya tidak berjuang apapun) apalagi untuk membandingkan dan dibandingkan dengan cerita-cerita kehamilan yang lain. Tulisan murni agar cerita sejarah Keefe tak lekang oleh waktu #eaa. .

Saya ngga merasa berjuang apapun sih selama kehamilan sampai detik ini. Hamil adem ayem, tidak morning sickness, tidak mual, (menurut saya) tidak mood swing, artinya kalau kalian kenal saya jutek yaa selama hamilpun tetap sama, meskipun saya ngga jutek wkwkw, pokoknya tidak merasakan perubahan apapun selain perubahan fisik yang makin jelek. Hamil yang ter-alhamdulillah lah. 

Selama hamil, waktu saya lebih banyak sendiri, jauh dari suami dan orangtua. Tapi sekali pun rasanya saya ngga pernah meratapi itu. Ngga pernah mikir, "duh, coba ada Dicky" atau "duh, coba ada mama". Mungkin karena uda terbiasa sendiri ditambah hamil yang ngga "neko-neko" kali ya. Saat hamil besar dikala uda mulai sering sakit pinggang pun saya woles aja sendiri di kos. Sakit kalau bisa tidur ya tidur, kalau ngga bisa biasanya saya main hp aja atau nonton drakor di viu sambil bobo cantik menikmati rasa sakitnya. 

Beberapa kali mendadak harus ke obgyn sendiri (karena kalau jadwal rutin pasti sama Dicky) pun belum pernah mbatin "huhu kasiannya diriku harus sendiri ke dokter". Jadi kalau ada yang mengasihani saya karena saya hamil "sendiri", saya juga bingung apa yang harus dikasihani (?). Alhamdulillah Allah kasih kelancaran selama hamil baik dari mental maupun fisik. 

Jadi itulah kenapa saya merasa saya belum berjuang apapun untuk Keefe. Saat proses melahirkan pun yang ada di benak saya cuma "Please Ya Allah, segera akhiri kesakitan ini" bukan yang "selamat kan anakku saja ya Allah". Bukan ibu yang baik yak wkwkw. 

Dan kalau sekarang saya dianggap berjuang karena berusaha terus kasih Keefe ASI dengan kondisi kami yang berjauhan, saya rasa itu bukan berjuang, itu tanggung jawab, gaes

Jadi inilah beberapa hal penting (atau ngga penting sih) yang masih saya ingat.


1. Telat Datang Bulan (iyalah)
Setelah menikah, saya sempat terlambat datang bulan lebih dari 7 hari (kalau ngga salah, nahkan lupa). Saya sudah GR aja tuh. Sering saya bilang ke Dicky, "kayanya hamil sih ini". Selalu setiap mampir Indomar3t atau 4lfamart ngelirik tespek tapi ngga jadi beli. Sampai akhirnya saya beranikan beli tespek, tidak garis dua. Tapi bulan tidak kunjung datang padahal malam sudah berganti. Saya sempat mau ke obgyn di klinik Kampus untuk memastikan ini kenapa. Tapi Dicky bilang tunggu aja dia pulang terus sama-sama ke dokter. Okedeh. Besoknya setelah telpon Dicky, saya mens gengs. Sedih sih tapi yasudah, yang penting sudah dapat kepastian.

Bulan depannya lagi-lagi saya terlambat datang bulan. Tapi saya ngga berharap hamil berkaca dari masa lalu, mungkin ini karena perubahan hormon. Apalagi saya sering merasa sakit perut kaya mau mens itu. Tapi pas ke Cirebon, random aja saya maksa Dicky ke mol cuma untuk ke Gu4rdi4n. Saya bilang saya mau cari skincare yang aman buat bumil. Tapi Dicky ngga mau ke mol cuma ke Gu4rdi4n, jadilah kami pergi ke Hyp3rm4rt aja. Saya lama tuh di depan rak skincare, baca kandungan setiap produk skincare terus seacrhing di google untuk tau kandungannya aman atau ngga untuk bumil, sambil nahan sakit perut mau mens. Meskipun setelah tau hamil, skincare-skincare yang saya beli waktu itu ngga pernah saya pakai. 

Waktu berlalu, Tanggal 6 September 2017, tiga hari setelah dari Cirebon, saya dapat kepastian dengan dua garis merah menyala terang di tespek, alhamdulillah. Tanggal 9 September 2017, saya dapat kepastian secara medis bahwa kantong kehamilan sudah ada di rahim saya dengan prediksi UK 5-6 minggu.

2. Jerawat
Sehari sebelum saya tespek, muncul jerawat batu yang sakit banget di bawah hidung diatas mulut saya. Tiap mau datang bulan seringnya memang jerawatan, makanya waktu itu saya pasrah aja untuk ngga hamil. Setelah tau hamil, bukan kempes malah jerawat batu jadi semuka penuh, break out di mana-mana. Selain ngga pede, sakitnya itu loh, jerawat batu gengs.

3. Gatal dan Luka
Saya itu punya bekas luka jaitan kenangan kecelakaan saat kelas 6 SD  di kaki kanan dan kiri yang masih berbekas sampai saat ini. Awalnya saya pikir karena nyamuk, kaki saya (di bekas jaitan itu) jadi gatal, karena waktu itu saya menemukan nyamuk di kamar kos. Tapi kok makin hari makin gatal. Loh kok jadi luka dan bernanah. Saya lupa sih pas UK berapa saya mulai gatal-gatal. Awalnya saya bertahan dengan garukin aja (bukan di daerah yang luka tapi di sekitarnya). Lama-lama saya ngga tahan juga, karena selain gatal, jadi panas dan sakit, dan kaki yang makin jelek. Akhirnya saya pergi ke dokter spesialis kulit di RKZ Surabaya. Katanya sih emang hormonal. 

4. Gendut
Ah elah, orang hamil pasti gendut lah. Iya-iya, saya tau, tapi saya kan pengennya hamil kaya Icha Soebandono itu, yang hamil perut doang yang buncit. Batal deh, karena semua anggota badan asa ngga terima kalau cuma perut yang membesar, 25 kg. Saya dulu pernah becandaan sama Dicky, saya bilang, "ah adek (sebutan Keefe dulu) mah maennya visual. Jerawat, gatel kaki jadi luka, gendut. Hamil jadi jelek" Terus ketawa. Ngomongnya sambil ketawa becanda, bukan ngeluh yaa. 

Setelah Keefe brojol ada yang bilang, "nggapapa mbak, hamil jelek, jadinya kaya Keefe". Kalau saya boleh milih sih mending saya milih saya hamil cantiklah. Tapi anak ganteng, sehat, dan bahagia lol :) 
       
5. Jatuh dari Motor
Ini yang saya bilang saya mendadak harus ke dokter sendiri yang karena jatuh dari motor, yang motornya nimpa badan saya. Encok badan, lecet, saya sih ngga merasa ada masalah dengan perut, cuma untuk make sure ya saya cek aja deh ke dokter. Alhamdulillah Keefe ngga kenapa-kenapa. Cuma badan ibunya yang berhari-hari pegel. 

Apalagi yaa. Yang saya ingat sih itu. Selain selama hamil saya merasa "wonder women" karena hamil besar pun saya masih motoran sendiri, antre breadt*lk yang waktu itu lagi promo sendiri, masih ngajar malam, kasih materi pelatihan seharian. Saya cuti di UK 38 minggu kalau ngga salah. 

Intinya yaa kalau mengingat proses kehamilan saya mau kok hamil lagi sampai punya anak kaya Gempita. Tapi kalau ingat proses lahiran dan drama setelah melahirkan, itu lain cerita lol

Monday, November 26, 2018

Hati-hati dengan Hati

Tempo hari, saya dibuat berpikir oleh berita yang dimuat oleh detiknews.com. Berikut kutipannya:
"Jakarta - Pembunuhan karena tersinggung atau sakit hati marak terjadi belakangan ini. Menurut data kepolisian, hingga September 2018, ada sekitar 500 kasus pembunuhan yang di antaranya disebabkan oleh ketersinggungan.". [Selengkapnya]

Saya tertohok, kemudian iseng googling dengan keyword "bunuh diri karena tersinggung". Tidak sebanyak berita yang memuat kasus pembunuhan karena tersinggung, tapi saya dapat berita bahwa tersinggung juga salah satu motif seseorang untuk bunuh diri.

"TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Inspektur Jenderal Boy Raffli Amar, menjelaskan penyebab maraknya polisi yang bunuh diri. Menurut dia, manusia mempunyai batas dan ada orang-orang yang tidak mampu menahan tekanan psikologis dan psikis. "Akhirnya cari jalan pintas," ujarnya di kantornya, Selasa, 11 Oktober 2016.

Boy melanjutkan, Polri menyesalkan maraknya kasus bunuh diri yang dilakukan anggotanya. Apalagi, kata dia, pada 2016 ada 16 kasus polisi yang bunuh diri. Menurut Boy, kasus bunuh diri juga disebabkan beberapa hal, yakni sakit, tersinggung, asmara, minuman keras, dan utang-piutang. "Sebagian kecil akibat beban pekerjaan," ujarnya. (baca disini)

Kemudian, saya termenung. Memikirkan dan mempertanyakan kenapa perasaan serumit dan mulut semudah itu berucap.

Berkaca pada diri sendiri. Dulu, biarpun tersinggung dengan ucapan orang, biasanya saya mudah untuk melupakan meski tanpa maaf. Sekarang, sejak jadi ibu apalagi yang disinggung soal anak, saya jadi wanita yang ingat segala kesalahan orang lain. 

Yang membuat "menderita" itu (menurut saya) bukan hanya dari lukanya hati, tapi dari diamnya hati. Saya sering tersinggung dengan ucapan atau perbuatan orang, tapi tidak jarang saya biarkan. Saya jarang menegur orang. Saya tau, Sakit hati menumpuk bisa jadi bom waktu. 

Pernah saya curhat pada teman, bahwa saya ingin Keefe menjadi orang yang bisa mengungkap segala apa yang dia rasakan, mampu marah jika memang dia harus marah, bisa menegur jika orang lain salah, sadar meminta maaf jika salah, dan ikhlas memaafkan. 

Kemudian saya disadarkan dengan sarannya, "kamu mau Keefe begitu, artinya kamu juga harus belajar gitu, el, belajar marah, belajar negur"--Kira-kira begitu katanya. 

Benar juga

Entah, kadang saya diam karena saya malas ribut, tapi seringkali saya justru takut membuat orang lain terluka. 

Kemudian, saya berpikir, "Jika saya selalu jaga perasaan orang lain, siapa yang akan menjaga perasaan saya?" Baiklah. 

Saat ini, karena tidak selalu mampu menegur, maka saya belum menemukan cara yang tepat selain menjauhi lingkungan atau orang-orang yang berpotensi membuat saya "insomnia". Ada tips?



Wednesday, November 21, 2018

Antara Keefe, ADB, dan ISK

hati-hati: Postingan panjang


Seperti yang telah saya ceritakan disini, bahwa Keefe akan tes darah (dan urine) untuk memeriksa dugaan Anemia Defisiensi Besi (ADB) atau Infeksi Saluran Kemih (ISK). Perjalanan (panjang) tes darah dan urine berakhir hari ini.

14 Nopember 2018, Sepulang konsultasi dengan dr. Meta, saya langsung bawa Keefe ke lab untuk segala tes yang dibutuhkan. Sebelum ambil darah, Keefe dipasang urine collector untuk menampung pipisnya. Setelah terpasang baru deh eksekusi untuk pengambilan darah yang penuh isak tangis, wkwk. Perawat kesusahan untuk mencari pembuluh darah Keefe di lengan kanan. Keefe yang tadinya anteng mulai merasa terganggu tangannya diikat dan ditekan-tekan akhirnya menangis. Lama banget dua perawat cari pembuluh darah Keefe sebelum akhirnya jarum suntik ditusukkan.

Lamaaa. .
Darah ngga kesedot gengs, berkali-kali pistonnya ditarik-didorong ngga juga ngeluarin darah. Tangisan Keefe makin menjadi, perawat berulang minta maaf ke Keefe sambil terus mencoba dan akhirnya menyerah. Perawat kemudian meminta saya (beserta rombongan pengantar) untuk menenangkan Keefe sebelum mencoba ambil darah di lengan kiri.

Setelah Keefe tenang, perawat mencoba cari pembuluh di lengan kiri. Daaan, tidak berhasil gengs.
Perawat ngga berani menusukkan jarum dan meminta untuk kembali besok untuk dieksekusi perawat lainnya.

Yang nangis bukan cuma Keefe, semua nangis kecuali Ibu Keefe yang tangguh ini. Erik aja nangis.

Sebelum pulang, cek urine collector masih kosong. Saya dibawakan urine collector untuk dipasang dirumah sebelum besok ke lab.

15 Nopember 2018, saya kembali ke lab, urine collector dicek (saya pasang pukul 1pm), ternyata masih kosong lalu diganti yang baru, lalu Keefe diambil darahnya. Ngga gampang tapi berhasil, alhamdulillah. Urine collector baru terisi pukul 4.30pm tapi ngga cukup sebagai sampel pemeriksaan. Saya dan rombongan menunggu di lab "hanya untuk memenuhi  urine collector". 7pm urine collector masih kering, kami putuskan untuk pulang dulu ke Pamekasan.

Waktu itu, saya dan mama menduga Keefe ISK karena pipis yang tak kunjung mancur sampai tiba di rumah di Pamekasan (Saya ngga pakaikan Keefe pospak). Esok harinya pun sehari kurleb Keefe hanya pipis empat kali.

Hari ini, 21 Nopember 2018, Keefe kembali ke lab hanya untuk setor pipis. Saya pasangi Keefe urine collector dari kos dan tiba di lab pukul 10.15am. Ternyata pipisnya tumpah, yang tersisa di urine collector bagaikan uap air di pagi hari. Dasar bayi udah banyak polah, empat kali pipis semua tumpah. Kami berhasil menampung pipis Keefe saat adzan ashar. Akhirnya.

Semua hasil saya minta di-email sekalian saya minta email ulang hasil pemeriksaan darah saya waktu hamil Keefe, Maret 2018.

4pm, saya dapat email hasil lengkap pemeriksaan darah dan urine punya Keefe plus punya saya dulu. Saya baca hasil lab Keefe lalu saya ngomong  ke mama: " Wah, Keefe ADB ini". Sigap saya whatsapp hasil ke dr. Meta. Sebelum dibalas, saya baca lagi pengalaman Mba Ocha, senior saya jaman kuliah, tentang ADB dan Khitan Mas Adam, anaknya.

Berikut adalah percakapan saya dengan dr. Meta via whatsapp.

Saya : Assalamu'alaikum, dr Meta. Dok, berikut adalah hasil pemeriksaan darah dan urine Keefe. Dan hasil pemeriksaan darah saya sewaktu hamil Keefe.



* Punya Keefe



 *Punya saya


dr. Meta : Waalaikumsalam.
Bu ada defisiensi zat besi
Tapi isknya negatif
Pipis udah normal bu? (sebelumnya saya pernah whatsapp dr. Meta karena waktu "jarang" pipis)
Bb udah naik blm? 

Pipis sudah normal dok

Bb 14 nop 8.6kg, hari ini 8.7kg dok

Oke bu bagus

Untuk defisiensi besinya bagaimana dok?

Kira2 apa penyebab ya dok? Apa dari asupan saya yg mungkin kurang zat besi karena masih asi (mengingat keefe baru mpasi)?

Bukan bu emang wajar
Cadangan besinya emang abis pas 6 bulan

(ini beneran dr. Meta bales sepanjang ini lengkap dengan screenshoot ya)

Ini yg saya bilang normal td bu
Liat deh
Zat besi kebutuhannya yg kotak tinggi
Yg bs terpenuhi dr asi cm yg kuning
Dikit bgt
Tapi usia 0-5 bln msh ada cadangan zat besi dr ibu pas hamil (yg pink)
Begitu 6 bulan, abis semua cadangannya
Yg harus dipenuhi dr mpasi yg putih
Banyak bgt
Artinya mpasi harus kaya zat besi


Keefe masih di Stadium 2 ya bu

Solusinya bagaimana ya dok? Saya baru saja baca blog dr. Meta apa hrs tambah suplemen zat besi?

Mohon maaf dok, pencerahannya, selama ini sya berusaha RUM dok, mohon penjelasannya mengenai suplementasi zat besi 😊🙏

Coba baca highlight saya di instastory bu
Ttg RUM, ttg mpasi, ttg zat besi
Ada semua kok

Baik dok

Jd apa harus suplementasi dok? Jika iya apa dok? Dan dosisnya bgm?

Mnm zat besi bu
Boleh beli sangobion drop
Sehari 1cc bu sampai sebulan
Sebelum makan, atau 1 jam setelah makan
Harus pd saat perut kosong bu

Saya campur asi dok?

Jangan bu. Diberikan dengan air saja

Dok, keefe sering pucat wajah (tp masih aktif), pucat tangan dan kaki (sering dingin) apakah sbnrnya menunjukkan tanda adb dok?

*(ini yang saya tanyai di dsa sidoarjo seperti yang saya ceritakan disini)

Betul bu
Saya kmrn mnt cek adb krn mnrt saya keefe pucet emang

Maaf sy tny lagi dok, untuk adb dihasil lab apa benar saya lihat di ferritin, serum iron, dan tibc?

Betul bu, diliat semuanya
Feritin udah di bawah normal
Si tibc juga
Hb jg udah mepet bu
Hb harusnya di atas 11
Ini 11.3 ya
Kalau dibiarin trs lama2 hb ikut turun

Ooh begitu dok
Dok, kalau tibc justru diatas normal sekali dok

Bacanya bukan gt bu hehe
Justru 1/sekian
Kalau tinggi artinya adb

Oohh, terimakasih pencerahannya dok

Beratnya sempet ga naik brp lama ya bu?

[copas blog]
Sebelumnya ini informasi BB Keefe:
pas lahir, 7 Mei 2018 : 3.5 kg
24 Juni 2018 : 5.7 kg (imunisasi BCG)
22 Juli 2018 : 6.9 kg (imunisasi Pentav I)
26 Agustus 2018 : 8.0 kg (imunisasi Pentav II)
30 September 2018 : 8.4 kg (imunisasi Pentav III)
28 Oktober 2018 : 8.6 kg (imunisasi IPV)
2 November 2018 : 8.6 kg (pas periksa di RS Kendangsari Merr)

14 November 2018 : 8.6 kg (periksa dr. Meta)
21 November 2018 : 8.7 kg *terbaru

kenaikan seminggu ini bagus ya bu
Nah dr 4 bln ya seretnya bu
Mgkn cadangan zat besi abis duluan karena ibunya anemia?

Saya belum pernah cek hb lagi dok 😅

Maksud saya ini bu hehe
*(foward hasil lab saya waktu hamil Keefe)
Range di situ normalnya 11.5 ya, ibu 10.7 

Ohh iya dok, huhu

*(Ternyata dulu anemia gengs, tapi emang gitu sih kata obyn, cuma masih dalam batas wajar, ngga tau kalau ngaruh ke bayi, yang lagi hamil sebaiknya cek darah lengkap yak, kalau ada rejeki lebih baik lagi rubella dan teman-temannya huhu)

Berpengaruh ya dok? Artinya apa sekarang saya jg hrs banyak makan banyak zat besi dok?

Kalau skrg engga sih bu
Tp ya gpp jg buat kepentingan ibu sndr
Kita liat deh bu abis mnm zat besi beratnya hrsnya naik baik
Sebulan 400 gr ya bu

Baik dokk. . Terimakasih banyak pencerahannya dok.
Untuk tinggi badan bagaimana dok? Krn kmrn dr. Meta juga fokus dgn tb keefe yg cm 65cm.
Pertambahan sesuai bb nya nanti yg hrs sy perhatikan bagaimana dok?

Kalau bb naik baik selama 3 bln berturut2, pb pasti akan naik bu
Kalau bb ga naik, pb jg ga akan naik
Jd fokusnya skrg naikin bb dulu aja
Krn kalau bb naik otomatis pb ngikutin kok

Siap. Terimakasih banyak dr. Meta

---
Jadi memang sebelumnya sudah ada "kecurigaan" saya dan mama terhadap Keefe tapi selalu "terabaikan".

Mama sering banget bilang : "nik, Keefe ini dingin banget loh tangan kaki nya pucet lagi"
Saya : " Biasa paling ma, dingin", terus besarin suhu ac

Pernah malem-malem saya bilang:
Saya : " Ma, Keefe ini kok kaya putih banget sih mukanya? Anemia jangan-jangan"
Mama: " Aah nggaklah, ngga mungkin"

See, wkwkw. Kalau merasa ada keanehan terhadap anak langsung cari tau yaa, gengs
--

Yaa begitulah cerita tentang Keefe, semoga bermanfaat.

Tentang ADB bisa dibaca di blognya dr. Meta, atau IDAI

Tuesday, November 20, 2018

Perjalanan Dokter Spesialis Anak

Seperti yang sudah saya ceritakan disini,
Keefe udah cobain periksa dan konsultasi di dokter anak sebanyak 6 dokter. Banyak? Ehmm, abisnya belum ada yang cocok sih. Cari dokter kayanya lebih ribet daripada cari jodoh deh.

Kayanya dari segi medis, saya ngikut mama, yang anak sakit dikit langsung pergi ke dokter. Kalau kata mama, mama ngga mau nyesel kalau terjadi sesuatu. Tapi saya ngga serta merta gitu aja ngikut konsep dikit-dikit ke dokter.

Sejak Keefe keluar dari kamar operasi, mama selalu nanya tiap perawat visit kamar, kapan Keefe "dilihat" dsa. Perawat bilang, "ngga usah, bu, anaknya sehat kok". Tapi mama ngotot bilang perawat kalau mau cucunya diperiksa dsa. Awalnya saya risih, apaan sih mama orang Keefe ngga kenapa-kenapa juga.

Dari hari pertama Keefe lahir sampai hari terakhir Keefe di RS, ga bosen-bosen mama bilang sama perawat yang visit kalau mama mau Keefe "disentuh" dsa. Tapi, dokternya ngga dateng-dateng. Sampai di hari ketiga, saat mau pulang, perawat dan obgyn bilang untuk konsultasi sendiri di tempat praktek dsa.

(ternyata setelah cari tau sendiri, emak Keefe bener, prosedurnya sih setiap kelahiran seharusnya didampingi dsa yang mengobservasi anak baru lahir untuk mengindentifikasi adanya kemungkinan kelainan tak kasat mata)

Dari malam pertama Keefe lahir, sampai dirumah, malam-malam saya kelabu. Keefe kolik, nangis mulu ngga berhenti dari malem sampai subuh. Yang begadang gendong Keefe memang bukan saya, mama. Karena masih sufor, saya selalu diminta mama untuk tidur agar badan cepat pulih sehingga produksi asi lancar. Tapi tiap buka mata, liat mama ngantuk-ngantuk gendong Keefe dan kadang sambil ngedotin juga, disitu saya saya merasa gagal jadi anak dan ibu. Kayanya tanggung jawab sebagai ibu saya lempar gitu aja ke mama. Iya, sering banget lebih dari 5 jam Keefe nangis sampai harus digendong.

Bulan-bulan pertama itu "cobaan" banget buat saya. Pas hamil, saya selalu men-sugesti diri kalau melahirkan itu sakit. Tapi saya lupa menyiapkan mental, mengurus bayi baru lahir itu melelahkan.

Masyaallah banget, rejeki banget punya mama. Alhamdulillaaahh. .

Lupa dihari keberapa, kayanya usia Keefe baru semingguan. Mama bilang, "anakmu ini bawa aja ke dokter, kembung tiap malem ini makanya rewel", seperti udah tau apa yang ada di dalem pikiran saya, mama ngomong lagi, "udah, ngga usah dibeli obatnya, yang penting tau dulu ini kenapa anakmu nangis tiap malem, kan kasian kalau ada yang sakit". Oke deh, saya setuju ke dokter.

Berikut ini pengalaman saya bawa Keefe periksa dan konsultasi dsa.

1. Dsa di Pamekasan
Ini lanjutan dari cerita di atas. Dsa ini termasuk langganan. Dari jaman adik kedua saya kecil sampai si ragil yang memang bolak balik sering opname di RS, pasti yang menangani adalah dsa ini. Awalnya saya ya biasa aja sih sama beliau karena toh memang beliau yang dicari kalau adik-adik saya sakit sejak dulu.

Tapi saya mulai ilfeel pas bawa Keefe pertama kali untuk periksa.

Dsa: lahirnya normal apa sc?
Saya : sc dok
Dsa : kenapa sc?
Saya liat-liatan sama mama, terus
Saya : ngga kuat dok
Dsa : waduuh (sambil ketawa), anak kedua harus sc ini.

Oke, mungkin ini jadi masalah pribadi saya yang sensitif pasca melahirkan. Tapi kok rasanya ngga tepat kata-kata itu muncul dari seorang dokter.

Diagnosisnya : Keefe intoleran terhadap laktosa di ASI. Sarannya: Sebelum kasih ASI, harus kasih air putih dulu. Dan saya ngga boleh makan ikan laut, kacang ijo, kelor, bayam dan pedas.

Saya ngga masalah sama pantangan makanan, tapi Hah? Air putih? Bukannya ngga boleh ya kasih bayi air putih?

Yaudahlah, saya pasrah toh kata dokter yang lebih ngerti.

Akhirnya pas pulang, sebelum Keefe nyusu saya kasih Keefe air putih 30ml dengan berat hati.

Karena ngga sanggup sama beratnya hati, cukup sekali aja saya kasih Keefe air putih.

Saya memang ngga tau, mungkin memang benar, air putih adalah solusi untuk bayi yang intoleran terhadap ASI, tapi saya coba ikuti kata hati aja.

2. dr. Noerdjatmiko, sp.A
Minggu kedua setelah melahirkan saya "terpaksa" memeriksakan diri ke dr. Dewi yang hari itu praktek di RS Putri Surabaya. Sambil menyelam minum air, saya random aja cari dsa, sekalian bawa Keefe konsultasi yang memang masih kolik tiap malam. Tapi tujuan utama adalah konfirmasi mengenai air putih. Waktu itu saya telat banget sampai di lokasi. Saya sudah bolak/i di telpon RS diminta untuk segera datang karena dr. Noer akan pulang. Saya minta tolong untuk ditunggu karena saya dari Pamekasan.

Setelah sampai dan Keefe diperiksa. Kata dr. Noer, anak yang minum ASIP dengan dot pasti akan kembung karena udara pasti masuk dari dot. Untuk itu saya diminta untuk jangan lagi kasih Keefe dot. Dan Big No untuk air putih. Nahkan, baiklah.

(saya ngga ceritakan sih ke dr. Noer histori Keefe dikasih air putih, tapi alasan kenapa jangan kasih air putih untuk bayi bisa dibaca disini).

Kesan saya sih ya cukuplah, B aja, karena saya sebenarnya cuma butuh jawaban tidak untuk air putih. Tapi mungkin karena waktu itu memang saya yang terlambat dari jadwal yang seharusnya, jadi kesannya beliau buru-buru saat menjelaskan.

3. Prof. Dr. dr. Teddy Onteseno, sp.A(K), spJp, FIHA
Busyeet, panjangan gelar daripada nama lol. Beliau termasuk dokter langganan keluarga. Saya waktu kecil sakit yang kalau dibawa ke dokter Pamekasan tak kunjung sembuh pasti langsung diperiksakan ke dr. Teddy, berlanjut sampai adik-adik saya yang lain.

Saya lupa sih alasan kenapa bawa Keefe ke dokter ini. Tapi saya ngerasa kok jadi B aja sih. Ngga sesuai, belum klik lah dihati untuk jadi dokter langganan Keefe nanti (namanya manusia pasti akan sakit kan, walaupun amit-amit sih)

Nah no. 4 dan seterusnya ini adalah dokter yang murni mau saya datangi sebenar-benarnya hanya untuk konsultasi, bukan karena Keefe sakit. Saya mau konsultasi banyak hal terutama MPASI.

Saya mulai punya prinsip yang selalu saya bilang ke Dicky, "ke dokter ngga harus sakit kan// lebih baik mencegah kan daripada mengobati". Saya selalu sounding itu ke Dicky, karena ngga ada yang lebih buat bahagia selain satu suara sama suami, ya nggak? Alhamdulillah Dicky setuju-setuju aja.

Dokter keempat sebenarnya adalah dr. Meta, tapi karena yang sudah saya ceritakan sebelumnya, jadi batal deh. Karena ngga mau sia-sia udah bawa Keefe ke Surabaya, di kampus, saya gabut cari-cari dsa yang banyak direkomendasikan di Surabaya, saya tanya teman-teman, dan akhirnya :

4. Dsa di Sidoarjo
Pertama kali dateng, kesan saya sih, dokternya ganteng. Tapiii. .
Awal masuk saya ditanya Keefe kenapa, saya bilang sehat, mau konsultasi aja. Tiap saya tanya, dokternya motong, "bu jangan dikit-dikit anggep anak sakit bu/ pake termometer dong bu untuk putuskan anak demam atau dingin". Yakali ngga pake termometer dok, saya juga tau kali. Hash.

Ngga lama, suara adzan isya berkumandang, ditengah-tengah adzan saya tanya:

Saya : "dok, ini kan Keefe mau MPASI (niatnya kan emang mau konsultasi MPASI)"

Dokter : "apa lagi bu? Saya mau sholat ini" sambil pake kopyah

Saya langsung keder digituin, tapi yaudah menter ajalah.

Saya : "menunya apa ya dok?"

Dokter : "terserah, buah boleh tapi jangan lama-lama nanti ngga ada gizinya, mau yang instan-instan itu juga boleh" terus berdiri dari kursi, saya cegat dong

Saya: "Udah boleh air putih belum?"

Dokter : "yajangan lah bu, ngapain air putih, orang bule abis makan, minum susu bu" terus pergi ditinggal sholat.

Silakan dinilai sendiri -.-"

Karena ngga puas sama hasilnya, saya cari-cari lagi dsa, tanya lagi sana sini. Akhirnya saya dapat rekomendasi dr. Dini Adityarini, sp.A dari teman dosen di kampus. Saya baca-baca review, saya baca blog yang menyebutkan bahwa beliau adalah dr. Tiwinya Wong Suroboyo. Saya juga jadi follow instagramnya dan jadi semangat konsultasi.

2 November 2018, setelah sehari sebelumnya reservasi via telpon, saya datang di RSIA Kendangsari Merr (RSKM), saya daftar untuk pengambilan nomor antrean kemudian saya bayar biaya administrasi. Karena dokter belum datang, saya putuskan untuk makan dulu di Kantin. Setelah makan, saya kembali ke depan ruang praktek dan dapat kabar mengejutkan: dr. Dini ngga bisa praktek karena sakit. Sedih ngga? Bangeeett.

Pulang ke kos dengan gundah gulana, sebel, mana Keefe uda waktunya MPASI. Batal deh konsultasi MPASI. Saya juga sedih karena saya juga mau konsultasi masalah produksi ASI yang terjun bebas. Fyi, dr. Dini termasuk satgas ASI Surabaya. Apalagi Keefe lagi pilek perdana setelah hampir 6 bulan ngga pernah pilek samsek.

Setelah sampai kos saya mikir, wah Keefe pilek nih, daripada saya bawa ke dsa Pamekasan, mumpung masih di Surabaya, saya bawa aja Keefe periksa di Surabaya, tapi ke siapa? Tanya sana sini lagi dong, dan akhirnya:

5. dr. Leny Kartina, sp.A
Di hari yang sama, sore hari sebelum pulang Pamekasan, saya balik ke RSKM. Saya dapet antrean nomor 6. Saya nunggu lama banget karena saya rasa satu pasien bisa sampai 20 menit di "dalam".

Kesan: dokternya welcome, ngga buru-buru, becandain, nguddang (apa ya bahasanya) Keefe mulu. dr. Leny yang menyarankan untuk coba MPASI instan selama dua hari karena terfortifikasi kaya zat besi, sebelum ke MPASI homemade.

Tapi lagi-lagi belum klik dihati. Saat saya ceritakan alergi Keefe, beliau "hanya" meminta saya untuk berhati-hati dalam makanan. Saya "disanguin" resep untuk pilek dan alergi Keefe. Yah, ngga saya beli dong, saya rasa pileknya masih biasa aja, dan saya juga ngga yakin sama alerginya.

Setelah dari RSKM, saya cuss pulang ke Pamekasan. Besoknya, saya kasih Keefe MPASI pertama Miln*. Saya udah mulai "melupakan" konsultasi yang saya inginkan. Tapi Allah berkehendak lain. Saya dikasih kesempatan untuk konsultasi dengan dr. Meta.

6. dr. Meta Hanindita, sp.A
Yang saya baca, dokter meta ini dokter spesialis anak yang ambil spesialis lagi soal gizi. Bisa baca disini. Mungkin karena memang belajar "lebih" soal nutrisi dan tumbuh kembang anak, beliau adalah satu-satunya dokter yang meminta KMS (sebelum jadwal, saya disms pihak RS untuk bawa KMS). Cerita lengkap dengan dr. Meta bisa dibaca disini, wkwkw. Intinya, saya se-jatuh cinta itu dengan beliau. Ngga nyesel lah saya bela-belain bawa Keefe ke Surabaya (lagi) demi buat ketemu dr. Meta.

Waktu tunggu antrean dr. Leny saya pikir itu sudah lama. Ternyata dr. Meta lebih lama lagi. Saya dapat no. Antrean kedua. Saat nunggu mama saya sampai bilang:

"agguuh ce' abidheh, tedhung ngara"//
"busyet lama amat, tidur kali".

Iya karena selama itu. Eh ternyata Keefe diperiksa juga lama. Pas di dalem sih ngga berasa. Tapi kata adik saya yang nunggu di luar lama banget. Sejam lah kira-kira.

Yah itulah perjalanan dsa Keefe dari saya yang mulai ikut jejak mama saya. Yang dikit-dikit ke dokter. Urusan obat dibeli atau ngga urusan belakang, yang penting tau penyebab, alhamdulillah dapet ilmu baru. Saya masih RUM kok :)

---

Monday, November 19, 2018

Melahirkan itu...

(bagi saya)

Sebelum bercerita tentang proses melahirkan yang wah(duh), saya pamer dulu kalau selama kurang lebih 40 minggu, saya "hebat" seperti orang tidak hamil. Artinya, tidak morning sickness, tidak mual, tidak ngidam, dan tidak-tidak "negatif" lainnya yang mungkin dirasakan wanita hamil pada umumnya. Saya hamil yaahh layaknya seperti sebelum hamil. 

Akhirnya saya merasakan yang namanya rutin ke dokter tapi bukan karena sakit.

Selama hamil, saya gonta/i obgyn sebanyak tiga kali.

Pertama, sejak tau ada dua garis merah di tespek, tiga hari kemudian saya ditemani Dicky memeriksakan diri ke salah satu obgyn di RS Mitra Keluarga Waru. Belum merasa klik di hati dengan obgyn di RSMKW, saya cari-cari obgyn. Kali kedua dan ketiga saya coba salah satu obgyn di RS Siloam Surabaya. Dua kali kontrol, saya tetap merasa tidak cocok dengan beliau, karena yaah menurut saya terlalu banyak yang tidak boleh saya lakukan. Mungkin memang saya yang tambeng, tapi menurut saya sih orang hamil bukan orang sakit yang banyak pantangan. Kalau ini itu ngga boleh, nanti saya jadi takut-takut untuk melakukan sesuatu. Dan lagi, saya merasa saya tidak terlalu diedukasi mengenai kehamilan saat kontrol kedua. Beliau hanya bilang semua sehat, selesai, saya dan Dicky dipersilakan pulang.

Obgyn terakhir dan terbaik menurut saya, hasil rekomendasi dari teman, yaitu dr. Dewi Arofah, SpOG. Kesan pertama saya terhadap beliau sangat-sangat ramah, mengedukasi, dan yang paling penting menenangkan. Beliau menjelaskan detail, mulai dari kepala sampai kaki. Tangan kanan, tangan kiri, jantung, perut, dan di kontrol pertama dengan dr. Dewi saya tau kalau saya hamil anak laki-laki, karena "monas"nya memang terlihat sekali.

Jika obgyn sebelumnya banyak pantangan, dr. Dewi sebaliknya. Katanya, "lakukanlah apapun, makan apa saja, wanita hamil butuh senang dan enjoy". Bhaieqlah. Eh ada ding pantangannya, ada empat pantangan, tapi yang saya ingat hanya dua :p, yaitu: nikotin, alkohol, lupa, dan lupa, maaf yah.

Selama hamil, mungkin saya terlalu enjoy. Dengan kondisi: sendiri di rantau, tanpa suami dan orang tua, dan alhamdulillah saya selalu merasa "sehat", saya selalu ogah-ogahan saat mama mengajak untuk memeriksakan kehamilan di Pamekasan. Setiap mama tanya dimana saya mau melahirkan, saya selalu jawab: "gampang, liat ntar". 

Fyi, selama 36 minggu saya rutin memeriksakan kehamilan di Surabaya tanpa "menyentuh" obgyn di Pamekasan, padahal tiap weekend biasanya saya selalu pulang ke Pamekasan. 

Hati kecil sebenarnya saya ngga mau melahirkan di Pamekasan, karena sepertinya (sepertinya loh ya) tidak ada dokter pro normal disana. Semua teman saya yang melahirkan di Pamekasan berakhir di kamar operasi tidak peduli siapa dokternya. Memang kesimpulan yang gegabah karena saya ngga pernah tau cerita dibalik keputusan sc. 

Tapi lama-lama, saya pikir mama bener juga, la gimana kalau tiba-tiba saat di Pamekasan bocah ngajak ketemuan? Masa ditolak? Akhirnya, setelah masa cuti saya putuskan konsultasi ke salah satu dokter Pamekasan, sebut saja dokter A. ehtapi, beliau bilang ketuban saya sudah berkurang, beliau kasih deadline sampai tanggal 2 Mei 2018 kalau belum ada tanda-tanda brojol, pilihannya ada dua: induksi atau sc. 

Karena ngga puas, ditemani Dicky dan mama, saya ke Surabaya untuk konsultasi lagi ke dr. Dewi, lagi-lagi beliau menenangkan: kondisi saya baik dan masih siap untuk normal sampai uk 42 minggu. Posisi bayi sudah "dibawah", air ketuban masih cukup dengan kondisi baik.

Pulang dari Surabaya, besoknya, saya iseng ke obgyn yang berbeda di Pamekasan, sebut saja dokter B. Dokter B bilang posisi bayi masih diatas, belum turun ke jalan lahir. Saya diminta untuk banyak jalan, nungging dan "berhubungan" dengan suami. Kalau tanggal 10 Mei 2018 belum ada tanda melahirkan, pilihan: induksi atau sc. Huff. .

Sebenarnya sih, saya tidak masalah jika kondisi benar-benar mengharuskan untuk sc. Tapi sebisa mungkin usaha dululah untuk normal. Katanya kan ibu sejati adalah ibu yang melahirkan normal

5 Mei 2018, saya kembali lagi kontrol dr. Dewi dengan keputusan akan melahirkan dibantu dr. Dewi. UK waktu itu kurleb 39 minggu. Hasil pemeriksaan, posisi bayi benar-benar sempurna dibawah, intinya sudah di jalan lahir, ketuban oke. Tapi, jika tanggal 10 Mei 2018 dimana UK memasuki minggu ke-40, saya diminta untuk datang lagi, untuk Vagina Toucher (VT) jika belum ada tanda melahirkan. Katanya, VT akan merangsang kontraksi. Tidak pernah dr. Dewi menawarkan atau memberikan pilihan sc.

Karena belum ada tanda apapun saya putuskan untuk pulang aja ke pamekasan alih-alih untuk tetap tinggal di Surabaya.

Minggu pagi, 6 Mei 2018, saya dan Dicky berencana mengunjungi mertua sebelum Dicky balik ke perantauan. Pas mau mandi, saya lihat Pantyliner lo kok warnanya pink. Terus, saya panggil mama, nanya ini darah bukan. Mama bilang itu darah tanda-tanda melahirkan. Mama ambilin saya air minum karena emang tiba-tiba saya jadi degdegan. Mama panggil Dicky yang lagi ngopi di teras.

Dicky nanya, "mau ke Surabaya nggak? Ke dr. Dewi?"

Saya diem, mikir, bingung, lalu saya bilang, "disini ajalah, takut ada apa-apa dijalan"

Dicky: "Mau ke dokter siapa? A atau B"?

--mikir--

Saya optimis bisa melahirkan normal, saya putuskan dokter B ajalah, karena dokternya perempuan, saya risih kalau harus "ngangkang"  di hadapan dokter A yang laki-laki. Saya telpon dokter B yang meminta saya untuk datang ke RS saja. 

Saya mandi, niat hati ingin BAK. Tapi kok, pipisnya ngga selesai-selesai, saya berdiri, byaarr, waduh ketuban ternyata. Sesegera mungkin beberes cus RS. 

Sesampai di RS, saya langsung masuk UGD, kalau ngga salah inget sih waktu itu pukul 10am. Ketuban sudah berhenti keluar, saya ngga ngerasain kontraksi sama sekali. Saya langsung diminta reservasi kamar, tanpa diperiksa terlebih dahulu. Waktu itu banyak sekali pertanyaan di otak kenapa kok saya tidak diperiksa dulu, kenapa harus reservasi kamar dulu. Katanya sih, biar memudahkan kalau-kalau pas kelahiran pasti sudah ada kamar.

Setelah itu, saya dipasangi infus. Saya tanya mbak perawat, "loh kok langsung pasang infus mbak?" Dijawab katanya emang gitu. Saya nangis, entah apa yang membuat saya nangis, saya ngga takut melahirkan, tapi gimana ya, belum apa-apa sudah pasang infus itu sungguh menjatuhkan mental saya. 

Setelah pasang infus, baru saya di VT, cek dalem, baru pembukaan satu katanya. Ngga lama dari cek dalam, saya didorong (pake kursi roda) ke kamar. Di kamar, banyak sekali pertanyaan kejanggalan bagi saya, Dicky, dan mama sebagai orang awam. Tanpa dijelaskan, mungkin kalian sudah tau apa yang saya pikirkan saat itu. Yasudahlah, diikuti saja. 

Saya lupa pastinya pukul berapa dokter datang, yang jelas sore, mungkin sekitar pukul 15-16pm, saya di VT langsung oleh dokter, katanya masih bukaan satu. Karena ketuban sudah pecah saya diminta untuk memilih induksi atau sc karena saya memang belum merasakan kontraksi. Sebagai ibu yang (mencoba) sejati, saya pilih induksi dulu. (Kayanya) pukul 17pm, infus saya diganti infus induksi.

Saya ngga pernah takut melahirkan. Bukan sombong atau takabur. Kalau jaman now, banyak sekali yang menyebutkan afirmasi positif, saya sebaliknya. Selama hamil saya selalu men-sugesti diri kalau melahirkan itu pasti sakit, beberapa kali melihat video melahirkan apapun prosesnya, biar tau sesakit itu prosesnya. Jadi ketika saatnya tiba, saya kaget dengan rasa sakitnya.  

Selama hamil, saya selalu minta sama Allah tolong selamatkan kami berdua atau ambil nyawa kami berdua. Saya ngga sanggup kalau harus kehilangan bayi yang selama sembilan bulan berbagi tubuh dengan saya. Pun saya tidak tega jika anak saya harus hidup tanpa ibu (kandung) meskipun dengan saya atau tanpa saya anak saya akan dikelilingi orang-orang yang akan menyayangi dia setulus hati.   

Setelah infus induksi terpasang, saya mulai merasakan kontraksi, tapi katanya mbak perawat, saya masih cantik berarti masih jauh dari melahirkan. Iya, kontraksi tapi kontraksinya masih biasa aja sih emang. 

Saya bolak/i pipis, naik turun tempat tidur untuk pipis di kamar mandi, saya tanya mbak perawat waktu cek detak jantung bayi, katanya boleh untuk pipis di kamar mandi. Lama-lama saya jadi kok kepikiran, saya googling, terus nemu blog yang cerita proses kelahirnya yang didahului pecah ketuban, dan ternyata harus bedrest. Nanya lagi dengan perawat yang berbeda, dan ngga boleh ding naik turun kasur. Hashh. Akhirnya, mama dan papa keluar beli popok sekali pakai dewasa. 

Untuk urusan jam saya lupa pastinya, tapi kayanya sih pukul 10pm, saya merasa ketuban saya keluar lagi. Dosis induksi ditambah. Disitu, disitu, dan disitu, saya seperti disiksa. Sugesti melahirkan itu sakit ngga ngaruh. Sakit banget ternyata. Selain rasa kontraksi yang mulai ngga bisa dituliskan lagi gimana sakitnya, saya juga harus nahan rasa pipis tapi ngga bisa pipis. Saya kebelet pipis, tapi kok pipisnya ngga mau keluar. Kesiksa banget. Terus tiba-tiba kebelet pup, tapi ngga bisa pup. Subhanallah sekali. Sakit kontraksi, ngga bisa pipis, ngga bisa pup jadi satu. 

Perawat satu bilang itu bukan kebelet pipis (sebenernya), rasanya emang gitu kok kalau mau melahirkan. 
Perawat satunya bilang, "loh usaha mbak biar pipisnya keluar, coba dirangsang dengan dialiri air, nanti ganggu jalan keluar bayi". 

--lagi-lagi harus tarik napas panjang--

Saya yang tadinya konsisten ngitung durasi kontraksi lewat aplikasi hp, jadi bodo amat lah, sakit tauk, ga mikir pegang hp. Perawat juga ngga mau cek dalem, katanya takut infeksi karena ketuban udah pecah. Saya ingat pukul 2am, 7 Mei 2018, saya maksa buat cek dalem, udah ngga kuat rasanya. Ternyata setelah cek dalem, masih bukaan dua sis. Pengen nangis, ingin kuberkata "kasur", tapi ngga boleh, istighfar aja. 

Tangan Dicky, mama, papa, gantian kuremes-remes. Sesekali liat mata Dicky, mama, papa berkaca-kaca, entah saya yang GR atau salah liat. Tapi rasanya mereka merasakan apa yang saya rasakan.

Saya inget percakapan saya sama Dicky waktu itu:
Dicky : "Sayang kuat?"
Saya : "Ngeremehin aku, ben (baca: kamu)?"
Dicky : "Kalau ngga tahan sc aja, sayang"

Terharu T_

Dari yang awal yakin saya pasti kuat, akhirnya, saya mulai galau, saya mau sc aja, tapi nanti saya bukan ibu sejati dong. Huhu. Yasudah tahan dulu. Sesakit itu, saya galau dalem ati antara bertahan normal atau langsung sc aja. Sakiitttnyaaa. . 

4am, saya bangunin Dicky yang tertidur duduk disebelah saya, saya bilang sambil nahan nangis, "aku sesar aja ya?". Kibar bendera putih.

"iya"- Dicky langsung bangun pergi ke tempat perawat konfirmasi untuk sc. 

Terus Dicky dan mama pamit sholat, saya ditemani papa nunggu perawat. Saya remas-remas tangan papa saat kontraksi dateng. 

Abis itu perawat dateng ganti infus induksi dengan infus biasa, pasang kateter. 

Busyet, bukan tambah berkurang nyerinya, saya malah kaya kesetanan, makin dahsyat sakitnya. Saya ngga sanggup, saya teriak-teriak panggil mama, saya bilang saya ngga kuat. Bener-bener teriak kaya orang kesurupan. Padahal sebelumnya saya berusaha untuk ngga teriak. Saya teriak minta untuk cek dalem. 

Perawat ngga mau, karena 2 jam yang lalu baru bukaan 2, ngga mungkin dalam waktu dua jam pembukaan udah nambah cepet. Saya maksa. Akhirnya dicek, bukaan 8, gaes. 

Saya yang tadinya teriak kesetanan langsung diem terus ngomong: "aku mau normal". Teriakan saya langsung saya tahan, saya mau simpen tenaga buat ngeden. 


--bersambung--

Thursday, November 15, 2018

Keefe dan dr. Meta Hanindita, sp.A

--" Haloo, kiiff, eh kif? kifi? kefi? kef? siapa nih panggilannya"

Kira-kira itu yang pertama kali saya dengar begitu masuk ruang praktek dr. Meta. Lagi-lagi soal pelafalan nama, huff.

Akhirnya saya bisa juga bertemu langsung sama dr. Meta setelah sebelumnya saya cuma "ketemu" lewat instagram dan blognya dan dikecewakan karena gagal bertemu di hari H konsultasi sebelum Keefe MPASI. Saya telpon RS Bedah Surabaya untuk reservasi konsultasi dengan dr. Meta 17 September 2018, dan yang bikin kaget saya dapet hari tanggal 31 Oktober 2018. Okelah, itu hari sebelum jadwal Keefe MPASI. But, pas di tanggal 31 Oktober 2018 dimana Keefe udah di Surabaya, sudah siap berangkat ke RS, saya hubungi lagi RS, ndilalah  dr. Meta cuti, sedih akutu, kecewa akutu, huhu. Pihak RS ganti jadwal Keefe tanggal 5 November 2018, tapi hari itu Keefe ngga dateng karena ngga di Surabaya, terus RS juga ngga menghubungi untuk konfirmasi ada tidaknya dr. Meta sesuai yang dijanjikan sebelumnya. Yaudahlah, toh Keefe udah MPASI juga, biar aja ngga usah konsultasi. Gitu awalnya.
Tapi ternyata, Emak Keefe ada kondangan di Surabaya tanggal 11 November, jadi tanggal 9 November saya hubungi lagi RS Bedah Surabaya untuk reservasi di tanggal 12 November 2018. Ternyata, ngga bisa, gaes, jadwal praktek dr. Meta penuh sampai Januari 2019. Waow banget saya nungguin sampai Januari 2019. Akhirnya saya pakai alasan kemarin ngga dihubungi untuk konfirmasi ada ngganya dr. Meta, saya bilang, "Saya ni jauh, mas, dari Pamekasan, nanti kadung ke Surabaya lagi ternyata dr. Metanya ngga ada", mas-masnya kasian kali akhirnya saya dikasih jadwal 14 November 2018, hari paling bersejarah di dalam hidup saya sebagai seorang ibu yang udah coba-coba berbagai dokter spesialis anak.

Kalau dipikir-pikir, ngapain sih saya ngotot harus bawa Keefe konsultasi ke dr. Meta, padahal secara kasat mata, Keefe sehat, aktif, ndut, ginuk-ginuk, jangan kan orang lain, akupun juga bertanya-tanya kenapa sih, why.

Alasan meh sih saya penasaran.
Alasan mulia karena saya tau sekarang ini adalah periode golden age Keefe yang mungkin pas hamil ngga maksimal karena segala macam saya makan, ga pantang lah (dan emang ngga ada pantangan sih kata dokter kandungan saya dulu). Poinnya sih, mungkin apa yang seharusnya saya makan dengan porsi cukup jadi kurang, maklum anak kost sis, males yang mau cari-cari yang ngga tersedia di depan mata. Maka dari itu, karena mungkin pas hamil kurang harus kekejar di periode saat ini, apalagi Keefe tinggal sama Emak yang bisa menjamin pasokan nutrisi yang memang seharusnya masuk ke tubuh Keefe.
Alasan egois, karena 2018 ini banyak banget mulut-mulut penghakiman, seakan jadi ibu itu tempat salah: loh kok anaknya pilek, loh kok anaknya mencret, ibunya makan apa? -padahal sebelum makan ibunya uda cari tau apa yang boleh dan tidak boleh dimakan - loh kok anaknya gendut? loh kok anaknya kurus? loh kok anaknya dikasih makan m*lna bukan buah?- padahal menu tunggal ternyata memang ga direkomendasikan loh, boleh deh cek cek lagi baca rekomendasi IDAI, mending miln* makanan instan yang sudah diatur komposisinya sesuai kebutuhan bayi, CMIIW-mulai sewot. Dan masih banyak loh-loh  lainnya yang nyalahin ibu, padahal ngga usah disalahin, ibu udah pasti ngerasa bersalah kalau anaknya kenapa-kenapa yekan.
Alasan agamis sih mengutip HR Bukhari yang ada di igs dr. Meta "Jika suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya". -- dan ini memang alasan yang diada-adakan sebenernya, wkwkwk.     

Kebanyakan intro.

Niat awal saya ke dr. Meta konsultasi MPASI yang benar diberikan untuk bayi. Saya sudah baca blog, igs dr. Meta, informasi dari ig dan yutub dr.tiwi bahwa MPASI baik salah satunya adalah MPASI yang adekuat, yaitu yang memenuhi kebutuhan energi, protein, dan mikronutrien anak yang sudah tidak dapat dicukupi oleh kandungan ASI. Dari informasi-informasi tersebut, ternyata oh ternyata (ini yang hampir saya ikuti) menu tunggal (biasanya berupa buah) selama 14 hari sangat, sangat tidak direkomendasikan oleh IDAI pun WHO untuk diberikan pada bayi karena yaa tidak mampu mencukupi kebutuhan bayi. Intinya, (tapi biar ngga salah paham, silakan cari tau sendiri, bisa di-googling sendiri) lebih baik makanan instan yang biasa orang awam sebut atau istilah ilmiahnya makanan terfortifikasi macam miln*, s*n, promin*, bisa jadi pilihan daripada memberikan menu tunggal. Tapi tetap, makanan homemade lebih diutamakan asal yakin kebutuhan nutrisi mikro dan makronutriennya terpenuhi. Makanan homemadenya apa? Menurut yang saya baca (sumber-sumber jelas dokter anak), minimal ada karbo, prohe, prona, lemak, protein lengkap. Yaa cukup masakan yang sehari-hari dimakan aja, dilumatkan dengan diblender, atau di-tim, terserah. Buah hanya sebagai makanan selingan bukan makanan utama. Kalau saya cerita ke Emak Keefe sih emang gitu dulu pas MPASI saya dan adik-adik saya. Cuma saya terlalu cemen sih, terlalu takut dihakimi orang-orang yang tidak percaya saya sudah riset ini itu sebelum MPASI. Yasudah mari kita temui langsung pakarnya.

Oiya sebelumnya, saya sempat bawa Keefe konsultasi ke dr. Leny Kartina, sp.A di RS Kendangsari Merr, beliau justru menyarankan untuk awal MPASI coba bubur instan selama kurleb 2 hari sebelum ke menu homemade.

Kembali ke ruang praktek dr. Meta, pas duduk beliau tanya, Keefe kenapa dan bawa KMS ngga? Pas saya kasih KMS, "woo", "lo", "waduh", dokternya bergumam sendiri, nyatet berat badan Keefe, ketik-ketik di laptopnya. "Hem, ini sudah indikasi faltering ya bu", terus minta perawat timbang BB keefe, ukur tinggi badan dan lingkar kepala. Setelah dapet angka, dr. Meta kembali lagi ketik-ketik di laptopnya.

Sebelumnya ini informasi BB Keefe:
pas lahir, 7 Mei 2018 : 3.5 kg
24 Juni 2018 : 5.7 kg (imunisasi BCG)
22 Juli 2018 : 6.9 kg (imunisasi Pentav I)
26 Agustus 2018 : 8.0 kg (imunisasi Pentav II)
30 September 2018 : 8.4 kg (imunisasi Pentav III)
28 Oktober 2018 : 8.6 kg (imunisasi IPV)
2 November 2018 : 8.6 kg (pas periksa di RS Kendangsari Merr)
14 November 2018 : 8.6 kg (periksa dr. Meta)

Tinggi Badan Keefe diukur pas lahir doang, pas imunisasi dan keliling dsa ngga ada yang ukur TB. TB lahir Keefe, 50 cm. 14 November 2018: 65 cm.

Lingkar Kepala. Apalagi! Ngga pernah diukur, gaes. Lingkar Kepala 14 November 2018 : 44 cm.

Kira-kira dr. Meta ngomong begini, ya ngga sama persis sih, mirip-mirip yaa:
"Bu, MPASInya Keefe apa ya? (2 hari awal saya kasih Miln* dok, cemilannya saya kasih biskuit, terus hari ketiga mama masakin nasi, daging, tempe, bayam, diblender, cemilannya buah dan biskuit)

Ooh bagus, mau anaknya? (Mau dok, tapi kok kayanya ngga banyak ya, saya sebenernya ngga tau sih seberapa banyak harusnya, tapi cepet banget disembur-semburinnya, tapi sesekali saya kasih tekstur yang agak padat dia sepertinya lebih suka, apa teksturnya saya naikin ya dok?)

loh bu justru yang benar itu tidak cair, jadi yang benar ketika sendok dibalik, makanan tidak gampang jatuh, atau teksturnya yang bisa dipegang tangan, (Ooohh iya-iya, berarti selama ini salah)

Bu ini BB Keefe saat ini sudah bagus banget, tertolong saat lahir BBnya udah besar, dan kenaikan di bulan pertama besar banget, lebih dari 2 kilo. Tapi coba lihat 3 bulan terakhir grafiknya nunjukin weight faltering. Kasarnya kenaikannya kecil, lama-lama bisa lurus, bahkan turun nyebrang warna. Nah kalau di puskesmas, atau posyandu sih selama masih diatas garis merah, pasti dibilang aman, tapi kalau dibiarkan lama-lama bisa stunting dan gizi buruk. Kalau sudah gitu, pasti susah banget memperbaikinya. Berat Keefe sekarang ini masih baik, setara dengan usia 2 tahun, waow banget. Tapi coba lihat grafik tingginya (nunjukin grafik KMS di laptop), lihat deh TB Keefe ada sedikit diatas garis merah. Artinya apa, TB Keefe ngga sesuai sama BBnya. TB Keefe sekarang setara dengan TB bayi usia 4 bulan (huhu, ibu tercengang). Harusnya TB Keefe ada di titik yang sama dengan titik BB Keefe yang sudah ada di warna hijau ini. Artinya apa, secara kasat mata Keefe terlihat gendut, karena TB ngga sesuai sama BB-nya. Kalau ukuran lingkar kepala masih normal. BB, TB, dan lingkar kepala itu sesuatu yang saling berhubungan. Ketiganya harus sesuai. Minum ASInya berapa banyak? (Emak Keefe jawab: rata-rata 1000cc dok), ooh udah bagus itu. Ayo coba periksa Keefe"

Terus Keefe diperiksa, dibuka matanya, dilihat penisnya (pas dilihat penisnya, dr. Meta ngga maksa buku kulup sampai diujung kaya pas periksa di dsa-dsa sebelumnya), otomatis didengerin juga detak jantung pake stetoskop itu. Pas dilihat penisnya, saya tanya, gimana cara bersihkan penis. Katanya,
"Memang yang benar itu harus dibuka kulupnya, bu. Terus dibersihkan. Tapi pasti kesakitan bayinya"--Ooohh (sambil mikir)

Lanjut dr. Meta,

"Ibu dulu pas hamil pernah sakit ngga? (ngga dok)
naik berapa kilo? (25 kilo dok)
hah serius? kok sekarang udah langsing sih? (ketawa garing doang, oke itu informasi ngga penting buat kelen tapi menghibur banget buat saya lol)
udah pernah cek hb ngga pas hamil? (udah dok, aman kok)
Keefe pernah sakit ngga bu? (alhamdulillah ngga dok, cuma demam biasa pasca imunisasi, tapi belakangan sering pilek sehari duahari sembuh).

Jadi gini bu, menurut saya ada beberapa sebab BB Keefe jadi faltering dan TBnya ngga sesuai. Kalau BB, hari ini makan banyak, besok bisa jadi BBnya nambah, tapi tidak dengan TB dan lingkar kepala yang pertambahannya terlihat dalam waktu 3 bulan. Tapi semuanya harus seimbang. BB besar tapi TB pendek, jadinya kaya gentong bu. BB kecil tapi TB tinggi, jadi kaya tiang listrik bu. Nah BB TB kecil, lingkar kepala nambah, jadi alien dong bu, jadi semuanya harus sesuai. Nah apa sebab-sebabnya:"

1. Anemia Defisiensi Besi (ADB)
"Indikasinya apa? Coba deh ibu buka bawah mata Keefe lihat warnanya apa? Normalnya warna merah darah ya bu? (putih dok)
nah itu salah satu indikasi ADB bu. Untuk lebih pastinya cek darah ya bu. Kalau memang ADB tidak cepat ditangani lama-lama stunting bahkan ya itu tadi gizi buruk juga. Mungkin orang-orang mikir ini ibu ngapain sih kesini orang Keefe gemuk, tapi sekarang kan setelah dicek jadi tau sejak dini. Bisa cari solusi paling tepat sejak dini. 

--dalam hati saya: jangan kan orang dok, saya aja kemarin-kemarin masih mikir panjang harus ngga sih ngotot ke dr.Meta.

2. Infeksi Saluran Kemih
"Indikasinya tadi saya lihat penisnya nempel banget. Kalau kaya gitu indikasi ISK. Ada yang namanya silent ISK, jadi ngga ada indikasi nampak, ngga demam atau lainnya. Tapi sebanyak apapun makan, anaknya akan tetap kurus karena yang ibu kasih makan kuman bukan anak. Kalau memang terbukti ISK solusinya adalah sunat. Sunat itu best solutionlah untuk bayi laki-laki, karena saya tau bersihkan penis laki-laki dengan buka kulup itu sakit kok dan ribet karena bayinya pasti berontak, kudu dipegangin atau malah diikat 
(iya dok, saya pernah tau Keefe digituin tapi saya ga tega, iya dok saya juga*Emak Keefe nambahin). Iya bu saya tau"

3. Tiroid
dr. Meta jelasin panjang lebar dan saya juga nanya banyak, eh tapi kok pas ditulis jadi bener-bener lupa blas. HUHU, maafkan.

Intinya kata dr. Meta 3 hal itu yang bisa menyebabkan BB Keefe cenderung tetap. Harus dilihat satu per satu lalu cari solusi. Untuk saat ini, dr. Meta meyakini Keefe ADB. Jadi dr. Meta buatkan Keefe pengantar untuk cek darah.

Terus mama nanya,
"dok ini apa bukan karena anaknya makin aktif ya makanya BBnya ngga naik?"
Saya:
"iya dok, kata orang kan gitu, kata orang ya dok"

dr. Meta:
"Ngga ada hubungan bu. Anak sehat pasti aktif dan itu ngga ada hubungan sama BB. Anak sehat pasti BBnya bagus naik, dan aktif. Justru yang waspada kalau anaknya ngga aktif, berarti ada apa-apa nih." 

Mama nanya lagi karena selama ini jadi perdebatan sama saya,
"boleh tambah gula garam dok?"

kata dr. Meta:
"boleh bu, boleh banget (sambil buka laptop terus nunjukin panduan MPASI dari IDAI), tapi dalam porsi sedikit. Kalau anak mau makan tanpa gula garam ya ngga usah dikasih gula garam. Tapi kalau sudah ngga mau makan nih, ya silakan tambah gula garam bu, emangnya mau seberapa banyak sih kasih gula garam? Boleh kasih bawang merah, bawah putih, lain lain boleh. Ibu kalau kasih makan Keefe menunya apa?"

*Nah kan maaa, bener. Untung gue geret emak gue ikut ke dokter.

Mama:
"Ya nasi kadang labu kuning, campur daging kadang ayam, campur bayam, campur tahu kadang tempe terus diblender"

dr. Meta:
"Tambah minyak ya bu. Bayi itu butuh lemak. Ibu boleh loh kasih Keefe gorengan, boleh kasih tempe goreng, ngga usah minyak aneh-aneh bu, apa yang dirumah deh, minyak atau margarin atau butter campur aja ke makanan tadi satu sendok, atau gampangnya ibu masak apa hari ini untuk orang rumah? lodeh? blender aja kasih keefe, cuma lemaknya dibanyakin, rawon? soto? boleh blender aja"

Mama:
"lo dok kemarin-kemarin kalau daging, lemaknya saya buang"

dr. Meta:
"huaa jangaan buu, jangan dibuang itu yang penting" - beneran pake huaa ya dokternya ngomong.

Mama:
"Saya kasih kue boleh dok? kaya roti kukus misal?

dr. Meta:
"boleh bu, apa aja boleh dikasih, yang jangan dikasih cuma madu, sama makanan yang buat Keefe alergi"

Saya:
"Oooh iya, kata mama kemarin kan Keefe merah-merah abis makan apukat dok. Terus dulu waktu bayi Keefe pernah mrintis-mrintis merah-merah dok. Terus dibawa ke dsa di Pamekasan, saya ngga boleh makan ikan laut, bayam, kelor, kacang ijo katanya bisa buat bayi merah-merah. Tapi saya ngga yakin alergi sih dok, soalnya kadang saya makan makanan itu Keefe yaa ngga merah-merah, tapi kadang ya merah. Apalagi pas di Surabaya segala saya makan, ikan laut doyan banget, Keefe baik baik aja"

dr. Meta:
"Ibu dulu pas masih kasih ASI aja, pernah minum Jus apukat ngga? Keefe merah-merah ngga?" (pernah dok, tapi ngga merah)
"Bagus, terus dulu waktu makan ikan laut Keefe merah-merah, ibu ngga yang langsung berhenti makan ikan laut kan? setelah coba lagi ngga merah kan? berarti bukan alergi bu. Jangan buru-buru melabeli ohh anak alergi ini. Dicoba dulu bu. Misal nih, hari ini ibu makan ikan laut Keefe merah-merah, stop dulu terus beberapa hari coba lagi makan ikan laut, kalau muncul merah berarti memang alergi, kalau ngga ya berarti bukan dari makanan bu. Lagian nih jangan takut sama yang namanya alergi jadi muncul merah-merah terus anaknya jadi pantang segala macam bu. Katakanlah memang alergi, merah-merah paling sehari dua hari bisa diobati bu. Tapi, kalau anak jadi  kurang nutrisi karena ini itu ngga boleh, itu nanti yang akan susah diperbaiki bu. Kalau kurang nutrisi bisa merembet kemana-mana bu. Ibu tau ngga, angka alergi di dunia itu cuma 2% loh bu. Artinya apa dari 100 orang yang mengaku alergi, cuma 2 orang aja yang setelah diperiksa ternyata benar-benar alergi. Kalau alergi makanan biasanya muncul merah-merah di muka, selain di muka biasanya bukan karena makanan. Ibu minum susu sapi ngga?"

Saya:
"Hampir tiap hari saya minum UHT dok" 

dr. Meta:
"Keefe ngga kenapa-kenapa kan? bagus bu, artinya ngga perlu ada kekhawatiran yang berlebih. Anak alergi daging ayam bisa diganti daging sapi, anak alergi apukat cari aja buah yang lain, nah kalau anak alergi turunan susu sapi ini yang agak repot bu" -- duh setelah dipikir-pikir ibu Keefe ngga aktif nih ngga tanya repotnya kenapa.

Saya:
"Telur bolehkan dok (memastikan aja biar didenger Emak Keefe, padahal udah tau jawabannya) ? Kalau air putih dok?

dr. Meta:
"boleh bu, boleh banget, kasih aja telur. Kalau air putih hanya saat makan ya bu, porsi sedikit. Selebihnya jangan kasih air putih"

Saya:
"Dok, inikan saya kondisinya LDR sama Keefe, nah kayanya produksi ASI mulai turun dok saya harus apa? Saya minta booster ya dok"

dr. Meta:
"Allah itu maha tahu loh bu. Anak yang udah mulai MPASI, pasti produksi ASI turun. Pasti. Ibu udah mens? (udah dok). Nah Allah juga tau waktu yang tepat ibu mens. Jadi Keefe MPASI, ibu mens, pasti produksi ASI pasti turun. Yang paling penting itu jangan pernah skip jadwal pumping, dari yang misal 3 jam karena banyak kerjaan jadi mundur 4 sampai 5 jam, dan banyakin minum. Udah itu aja"

saya:
"Tapi saya takut dok, ngga bisa nenenin sampe dua tahun?"

dr. Meta:
"ngga usah takut bu, banyak kok ibu-ibu exclusive pumping bisa kasih asi sampai 2 tahun. yang penting rutin jadwal pumping, karena prinsip supply demand, dan harus banyak minum. Ngga usah booster ya bu"

Saya mangut-mangut aja. Terus dr. Meta kasih pengantar cek lab dan bilang, "nanti hasilnya difoto terus watsap saya bu". 

Nah, itu yang saya ingat percakapan dengan dr. Meta kemarin, masih banyak hal lain yang dibicarakan seperti durasi waktu makan Keefe, porsi makan Keefe, dan lain-lain tapi kok lain-lain itu saya lupa sih? Pikun banget. Jadi daripada menerka tapi salah, mending ngga usah ditulis ya.

Konsultasi dengan dr. Meta adalah yang terlama selama saya konsul ke dsa lainnya. Kalau ditotal Keefe udah keliling ke kurleb 6 dsa termasuk dr. Meta. Kemarin saya konsultasi di dr. Meta hampir satu jam. Setiap saya tanya, dr. Meta dengerin, ngga pernah bilang, "apa lagi bu?" kaya dsa-dsa sebelumnya. 

Dan paling penting dr. Meta sesuai dengan idealisme saya sebagai ibu kekinian. Saya sangat percaya dokter, sangat percaya pakar yang udah belajar, tapi daripada resep saya lebih butuh advise. Dan dr. Meta jawabannya, dsa yang benar-benar RUM yang pernah saya temui. Cuma ya sabar-sabar aja nunggu antreannya. Tapi saya sudah tenang, karena dengan kondisi darurat saya bisa tanya-tanya dr. Meta karena sudah punya no. Hpnya. 

FYI, dr. Meta praktek di RS Bedah Surabaya, tiap Senin dan Rabu pukul 15.00. Tapi kayanya sih tiap praktek  ngga terima banyak pasien. Buktinya pas saya telpon buat reservasi dapet harinya pasti jauh banget dari hari saya telpon. Eh tapi, kemarin saya tanya maspendaftaran cuma ada 5 pasien hari itu. Jomplang banget sama dsa-dsa sebelumnya. 

Biayanya, Rp. 150.000,- itu sangat sangat memuaskan banget. Biaya segitu sama kaya dsa-dsa lainnya, dsa di Pamekasan aja Rp 100.000 sekali dateng. Tapi puas banget nanya-nanya, sejam loh. dan dr. Meta benar-benar menghitung kebutuhan Keefe makan dan minum. Saya ngga dapet resep apapun, bahkan la*to B aja yang pasti ada di resep tiap Keefe ke dsa ngga dikasih. Daripada saya ke dsa yang lain, saya dapet resep yang ngga pernah saya beli, lebih baik saya ngga dapet resep tapi dapet ilmu. 

Bukan resep, saya dapet surat pengantar Lab untuk cek ADB dan ISK. Ini bikin saya galau.

Dijalan pulang dari RS ke tempat makan, di mobil, saya pangku Keefe sambil mikir, harus ngga sih saya bawa Keefe cek lab? Penting ngga sih? Terus saya mikir apa saya periksain Keefe hanya karena sekedar ikut-ikutan atau takut di-judge orang lain bukan memang karena saya rasa ini butuh. Saya bener bener mikir sendiri, mama disamping aja ngga saya mintai pendapat, karena saya ngga mau keputusan saya terintervensi orang lain.  

Oke, akhirnya saya putuskan untuk tetap cek lab. Lagi-lagi, ini adalah bentuk tanggung jawab saya terhadap Keefe, yang dulu saya tunggu-tunggu garis merah-nya di tespek. Saya yang mau ada Keefe, jadi saya harus tanggung jawab. Saya ngga mau, Keefe jadi stunting padahal ngga seharusnya itu terjadi hanya karena saya tau tapi saya ngga mau tau. Jadi ini adalah usaha terbaik saya yang bisa saya berikan sebagai ibunya Keefe. Apapun hasilnya nanti, misal (amit-amit, naudzubillah) yang terjadi adalah hal yang buruk, saya ngga nyesel karena saya udah berusaha seoptimal mungkin. 

Buat orang lain, mungkin saya lebai, saya juga gitu saya ngerasa kok saya lebai. Tapi yaudah biar aja, ini saya yakini usaha terbaik, dan sebagai ibu yang egois menjaga hati diri sendiri, saya takut nanti saya menyesal. Jadi lebih baik saya lebai sekarang, tenang kemudian.  

Hari ini, 15 Nopember 2018, saya mau cek darah Keefe, doakan semoga lancar jaya, Keefe sehat dan bahagia. Aamiin. .

Wednesday, November 14, 2018

Keefe 6 Bulan

Keefe 6 Bulan
Artinya, rejeki Keefe minum ASI masih dilancarkan sampai detik ini. Denger-denger (artinya belum pernah cari tau sendiri), ASI eksklusif itu bayi minum ASI saja dari usia 0-6 bulan, jadi saya ngga pernah anggap Keefe bayi ASI eksklusif, karena memang asupan pertama Keefe adalah bubuk-bubuk putih itu.

Dulu, kalau lagi inget Keefe pernah icip-icip sufor rasanya marah, kecewa, menyesal, dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Makin kesini saya makin sadar, itulah yang terbaik buat saya (terutama) dan buat Keefe. Mungkin kalau saat itu saya memaksakan untuk kasih Keefe ASI, resiko baby blues makin meningkat, karena waktu itu kondisi mental dan fisik saya payah banget.

Keefe 6 bulan
Artinya sudah 6 bulan saya jadi ibu dan 4 bulan bagi waktu antara eping mom dan dbf mom.
Senin s.d Kamis selain kerja hidup saya seputaran pumping, cuci, dan steril, dimana 2 part terakhir adalah paling melelahkan dan paling enggan untuk dilakukan.

Dibalik pipi tomat, double cheek, lengan berlapis, dan paha yang bikin pengen noel, saya selalu ketar ketir saat produksi ASI lagi menurun, entah karena lagi menstruasi, atau sering skip jadwal pumping, atau karena jarang kena iler Keefe langsung.

Kalau dipikir-pikir kadang saya juga mikir (halah) apa yang saya kejar bertahan kasih Keefe ASIP yang jelas sudah tidak ada bateri baiknya, tidak ada antibodinya, kepruk-kepruk es batu tiap hari Kamis untuk bawa pulang ASIP aman sampai rumah? Kadang saya merenung apakah ini benar-benar tulus dari dalam diri atau sekedar unjuk kekuatan diri atau malah cuma penghematan?
Jujur, sayapun belum yakin setulus apa diri saya, tapi ini adalah bentuk tanggung jawab saya sebagai Ibu selagi bisa dan mampu diusahakan entah apapun motif dibelakangnya.

Kalau hitung punya hitung, saya hidup benar-benar 24/7 bersama Keefe cuma sampai usia Keefe 2 bulan ya, dari 4 bulan terakhir, raga saya bertemu Keefe cuma 2 bulan aja, karena 2 bulan sisanya saya me time kerja di Surabaya sendiri aja tanpa anak tanpa suami lol. Sedih?! Ehmm, ngga sih, karena saya percaya Keefe terbaik diasuh mama saya untuk saat ini.

Orang-orang selalu nanya, Keefe inget ibunya ngga? Alhamdulillah, kayanya Keefe selalu inget bau ketek ibunya ini. Keefe tetep mau nenen, alhamdulillah, meskipun setengah minggu minum asinya lewat karet dot. Keefe tetep bisa tenang saya gendong ketika dia mulai emoh digendong orang lain. Saingan saya ya cuma mama wkwkw.

Baru-baru ini saya ngeh mungkin Keefe tetap ingat saya karena dia minum ASI dari saya meskipun waktu kami bertemu ngga selayaknya yang lain. Dan yang selalu saya ingat, "ibu tetap ibu, anak pasti inget sama ibunya, meski sesingkat mungkin waktu bersama", kata-kata penghibur yang selalu diucapkan mama ketika saya mulai khawatir Keefe lupa ibunya.

Sekarang Keefe sudah 6 bulan (lebih 7 hari), sudah MPASI, dan yang buat kubahagia, pas diumur 6 bulan Keefe ngerangkak udah cepet banget. Pas umur 5 bulan sih Keefe ngrangkaknya mundur kaya undur-undur.

Sedih ngga karena mungkin akan melewati milestone Keefe? Ngga sih, karena kemarin Keefe unjuk kebolehan ngrangkak kedepan ada saya, wkwkw, ngga ding. Yaa ngga aja, ngga sedih. Yang sedih kalau perkembangan Keefe terlambat. Yang penting tujuan tumbuh kembang Keefe tercapai saya lihat atau ngga saya lihat ending juga pasti saya tau dan saya lihat, #apasih.

Di 6 bulan ini:

1. ASI(P) 
Beberapa jam setelah lahir sampai besoknya (lupa jamnya) asupan utama Keefe adalah SUFOR, terus seminggu pertama mix sufor dan asi, dimana kayanya proporsi sufor masih lebih besar, baru deh setelah seminggu berhasil lepas sufor full ASI(P). Sebagai manusia biasa, sering banget galau, ngga konsisten. Buat saya nenenin itu bikin capek tapi ngangenin. Tiap minggu takut Keefe ogah nenen karena bingput. Pas produksi ASI lagi terjun bebas, udah kebayang aja, huhu nanti aku ga bisa liat tatapan gemes Keefe pas lagi nenen? Iya, Keefe itu pas lagi nenen sering banget liatin saya, sampe bikin saya terharu. Nenennya tiduran, bukan yang duduk, jadi kepala Keefe agak mendongak dan dia liatin sayaa, huhuuhu. Pas saya di Surabaya atau pas lagi produksi ASI turun saya galau, duh nanti Keefe ngga mau nenen, gimana? Eh, pas dirumah, yeyy Keefe masih lihai ngenyot langsung dari saya, tapi kok, lo, Keefe buruan dong nenennya, ibu pegel nih/ Keefe, masih laper yaa, duh ada watsap Keefe/ Keefe, masih aja nih ngenyot, ngantuk Keefe. REPEAT huhuh n___n

2. MPASI
Untungnya, jauh sebelum Keefe MPASI saya dikenalin ignya dr. Meta Hanindita, SpA sama temen saya. Terimakasih Silvina, i love you ! Jadi saya belum terperosok dalam lingkaran "katanya". Saya jadi tau MPASI tidak diawali dengan menu tunggal buah dan sayur. Saya jadi tau kalau MPASI instan itu ngga sama kaya indomi makanan instan lainnya. Berawal dari blog dan igs dr. Meta saya makin sering cari tau sumber-sumber yang lain, dan jelas dari dokter spesialis anak, bukan mommy instragram atau bahkan situs-situs parenting terpercaya sekalipun kalau sumbernya bukan dsa ya ngga mau ambil jadi patokan. Saya juga sering liat yutubnya dr. tiwi juga, dokternya Rafathar itu. Yang penting, saya ngga jadi keluarin duit banyak untuk beli ini itu, bahan-bahan MPASI yang berseliweran di IG mamak-mamak milenials yang mungkin saya beli kalau saya ngga "bertemu" dr. Meta lebih dulu #ibubijakselamatkanisidompet.

3. Kenal Orang
Menurut sependek pengetahuan dan pengalaman ngasuh Keefe, kayanya dia mulai tau dan bisa bedakan mana emaknya, ibunya, bapaknya, dan lainnya. Saat ngga nyaman digendong orang lain atau lagi kepengen digendong, Keefe udah bisa julurin tangan \w/.

4. Remote, Tali tas, Sepatu
Daripada Teether Keefe lebih doyan Remote, Tali tas, dan Sepatu(nya sendiri). Saat liat barang-barang itu Keefe akan semangat 45 ngerangkak buat ambil barang itu terus dijilad, dan digigid. Biasanya sih saya biarin, karena kata dokter tiwi (lagi-lagi) ngga pernah ada mainan yang bersih sempurna. Biarin aja anak eksplor yang ada, tujuannya juga nambah antibodi. CMIIW, bisa liat langsung di yutubnya dr. tiwi. Ada lagi sih yang selalu dicari Keefe, Handphone. Tapi belum pernah saya kasih, karena pasti masuk mulut. Selain takut keseterum, kayanya semua HP disekitar Keefe temenan sama kuman-kuman WC :p

5. Bebas Imunisasi (Sementara)
Alhamdulillah, Keefe udah selesai imunisasi sampai di 6 bulan ini. Istirahat bentar untuk lanjut imunisasi 3 bulan lagi. Vaksin ini drama banget pas BCG dan Pentavalen I. Pas BCG, sebagai ibu baru yang oon dan ga nurut sama yang lebih pengalaman, yaitu emak Keefe, akhirnya obat tidak penting yang ngga jelas faedahnya masuk perut Keefe gara-gara informasi yang salah. Pas Pentavalen I, saya mulai jadi ibu idealis, saya keukeuh ngga kasih Keefe Paracetamol padahal waktu itu Keefe demam. Saya ngotot ijin kerja, untuk nenenin Keefe langsung. Pedoman saya waktu itu adalah informasi di blognya dr. arifianto, sp.A. Saya idealis, tapi tetap realistis, saya ngga kasih Keefe paracetamol tapi ditangan selalu ada termometer. Waktu itu, angka di termometer nunjukin 36.7 derajat C. Jadi biarpun agak takut tapi saya berusaha tenang bahwa semuanya akan baik-baik saja dengan direct breastfeeding. Dramanya adalah saya ngga disapa mama, gaes. Mama ngga "pegang" Keefe samsek, menghindari saya dan Keefe dihari Keefe imunisasi sampai besoknya. Terus saya liat mama nangis gara-gara katanya (kata buyut Keefe) ngga tega liat Keefe. Tapi akhirnya semua berakhir bahagia dan drama-drama imunisasi selesai di Pentav I aja. Imunisasi selanjutnya aman tanpa demam, tanpa paracetamol, dan drama lainnya.
Ibu, Keefe, dan Emak Keefe Happy. Alhamdulillah. Semoga berlanjut ya Keefe di imunisasi-imunisasi berikutnya. 

Itulah sepenggal cerita Keefe selama 6 bulan ini. Yang punya banyak cerita mungkin Emak Keefe yang sehari-hari sama Keefe.

Penutup:
Don't grow up too fast, boy!-- eh itu kata ibu anak lain. 
Kata Ibu Keefe, "ayo dong cepet gede Keefe, biar bisa gandengan tangan, maen bola bareng, mewarnai, cerita, baca buku, saling peluk dan saling cium, keefe protes ngga suka sama baju yang dipilih ibu, keefe tantrum gara-gara ngga ibu belikan mainan, yuk cepet gede Keefe". Bahagia yaaa anak sholeh ibu. 

Tuesday, November 6, 2018

Keluh Kesah Ibu (yang gagal)

Terhitung dari hari Minggu kemarin, perasaan saya ngga karuan, marah, kecewa dan sedih. Alhasil sampai detik saya menulis ini produksi ASI terjun bebas. Makin stres lihat volume ASI setelah pumping makin merosot produksi, sedih akutu.

Setiap perempuan pasti pengen tinggal bareng keluarga, pulang kerja disambut anak dan menunggu suami mencari nafkah. Saya, ibu satu anak yang jauh dari anak dan suami. Sedih? Nggak, entah mungkin naluri keibuan saya kurang atau bahkan ga ada. Tapi percaya ga percaya dari pertama kali ninggalin Keefe sama emaknya (mama saya) saya ga nangis. Saya percaya ini yang harus saya dan Keefe jalani dan saya percaya saat ini Keefe terbaik diasuh mama saya. Jadi ngga ada perasaan sedih waktu harus ninggalin Keefe kerja.

Pertama kali menangis dengan rasa bersalah memuncak adalah saat "memaksa" Keefe minum ASIP. Sebelum kenal dengan puting saya, Keefe lebih dulu kenal dot, sehari hari selama cuti selain direct bf saya juga membiasakan Keefe minum dari dot. Tiap malam Keefe kolik, saran dsa stop minum dari dot. Alhasil, Keefe bingung dot. Segala macam media minum ASIP dicoba, segala bentuk dot dibeli dari murah sampai yang bikin kantong kering.

Karena belum bisa minum dari dot tapi cuti melahirkan saya sudah habis , saya ajak Keefe ke Surabaya tinggal di kos dengan mama saya. Hari kedua saya ditelpon mama diminta cepet pulang karena Keefe cranky ga mau minum pake sendok dan dot. Saat tiba dikos, saya lihat Keefe saya seperti ditampar, dan jika ada anugrah ibu durhaka pasti saya pemenangnya. Saya seakan benar-benar mengorbankan Keefe, memaksa dia untuk mengerti kondisi orangtuanya. Saya menangis melihat kondisi Keefe yang mungkin sudah haus dan lapar tapi tidak bisa minum dan makan. Lucky me, hari Sabtu di minggu pertama saya bekerja, Keefe tiba-tiba bisa ngenyot dot dengan mudah. Dotnya baru, Pigeon Soft Touch. Alhamdulillah. Minggu sore saya berangkat ke Surabaya. Tidak menangis.
Double lucky me, Keefe ga bingung puting seperti yang saya takutkan. Jadi setiap weekdays, Saya adalah eping mom, tapi saat weekdays sebisa mungkin saya susui Keefe secara langsung.

Lalu, apa yang buat saya sedih, kecewa, dan marah. Saya marah dengan diri sendiri dan dengan orang terdekat. Saya marah dengan diri sendiri karena saya tidak mampu melawan keegoisan orang demi kenyamanan Keefe. Saya marah karena saya tidak mampu marah di depan orang untuk melindungi Keefe.

Hari itu, di depan mata saya melihat Keefe menangis kejer dipaksa agar mau digendong, saya marah tapi saya ga sanggup berbuat apapun.

Segala teori parenting yang sudah saya konsepkan untuk membesarkan Keefe seakan bubar jalan.

Tapi, detik ini, saya berjanji sekuat tenaga melindungi Keefe, perasaannya maupun fisiknya. Saya berjanji menjaga perasaan saya karena muak terus menerus merasakan rasa bersalah terhadap Keefe atas kejadian yang sama yang berulang.