Friday, October 18, 2019

Manusia yang Menghitung Rejeki (II)

Postingan sebelumnya dan mungkin banyak blogpost di blog ini (seolah) saya mempertanyaan rejeki Allah, sebenarnya ngga sih, wkwkw. Lebih ke takut karena kemampuan diri aja, bukan mempersoalkan janji Allah. Ketakutan-ketakutan itu justru lebih membuat saya sedikit demi sedikit menata hidup, katakanlah dari segi finansial.

Saya (mencoba) bersyukur atas apa yang saya punya sekarang, termasuk materi. Rumah alhamdulillah ada rumah suami dan rumah orangtua tempat saya pulang. Mobil alhamdulillah tersedia. Motor setia mengantarkan saya pulang pergi kampus-rumah. Padahal saya ngga pengen punya rumah dan mobil, Alhamdulillah Allah kasih lewat suami dan orangtua (serta mertua) saya. 

Bicara soal rejeki dalam bentuk rupiah, saya akui nominal yang ada di rekening tiap tanggal 20 itu sedikit (anw tidak termasuk transferan dari suami ya, ahhaha). 

Pas kuliah 2012 sampai 2014 saya sering dapet side job dari dosen saya yang bekerjasama dengan salah satu kementerian. Proses kerja di hotel berbintang, makan dan cemilan selalu tersedia, tiga hari atau paling lama seminggu, saya bisa dapat lebih dari nominal yang saya dapatkan tiap bulan sekarang. 

2014 akhir saya migrasi ke Jakarta meski hanya pekerja kontrak, gaji saya hampir menyentuh dua digit dengan status freshgraduate magister tanpa pengamalan kerja. Ndilalah 2020 saya bekerja dengan gaji jomplang dari sebelumnya. Orang mah makin tahun harusnya makin naik gaji, gue saking antimainstreamnya justru sebaliknya. 

Alhamdulillah wa syukurilah saya ngga pernah menyesali saya berdiri saat ini. Saya ngga pernah menyesali kemudian berniat meninggalkan tempat kerja saya sekarang hanya karena rupiah yang saya dapatkan sedikit. Karena apa? Karena gaya hidup saya ngga berubah. 

Saya tidak pernah menyesal karena saya belum pernah mencelos saya harus menurunkan standar hidup karena gaji berkurang. Saya ngga pernah kekurangan. Apa yang saya mau dari kecil sampai sekarang alhamdulillah selalu saya dapat dan bisa saya beli. Kemudian saya teringat, om saya pernah bilang gini pas saya mau tes kerja,

"mang (panggilan saya ke om saya itu mang) berdoa, mang minta sama Allah, semoga kamu ngga diterima di tempatmu melamar ini kalau kamu akan jadi orang yang sombong karena gaji besar. Kalau kamu jadi orang yang akan berubah, mang berharap kamu ngga pernah bekerja di tempat seperti itu" Saya menulis ini merinding, bok.

Saya berpikir, mungkin doa om saya diijabah, saya dikasih pekerjaan dengan gaji kecil karena Allah juga tau saya ngga sanggup pegang amanah, saya akan berubah jadi orang kaya baru yang sombong jika saya terus-terusan dikasih gaji besar, maybe.

Tapi di titik sekarang, ada sedikit rasa penyesalan melihat besarnya biaya pendidikan dan kenyataan bahwa ternyata saya belum pernah membahagian orangtua saya, terutama mama saya. Saya terlalu nyaman dengan kehidupan saya hingga saya lupa kebahagiaan mama saya. Kalau kata mama dan papa sih mereka bahagia melihat keadaan saya. Tapi yaaahhh, saya melihat sisi yang berbeda dari seorang anak.

Penyesalan kedua adalah kenapa sih dari jaman single and available macam pisang di alfamart saya ngga bisa nabung boro-boro investasi?! 

Tapi baiklah, lebih baik menyesal daripada tidak. Kalau kata pakar keuangan, ketika pengeluaran lebih besar daripada pemasukan, maka kurangi pengeluaran atau tambah pemasukan. Kayanya saya ambil opsi kedua deh, hahaha. Bukan untuk resign dari tempat saya sekarang, tapi ada yang mau kasih saya side job analisis data, ahahahah?

Thursday, October 17, 2019

Manusia yang Menghitung Rejeki

Berawal dari pagi tadi saat akan memulai kelas, saya sempatkan baca IGs teman saya yang berfaedah sekali.

"Jaman sekarang mau punya anak pikir-pikir lagi. Lahiran bisa dicover asuransi.Tapi vaksin lengkap mehongnyaaa"

Mari berbicara (lagi) soal punya anak dan tanggung jawabnya, ngga ding, curhat aja sayanya.

Yes. Lahiran Keefe, patungan antara BPJS dan jaminan kesehatan kantor Dicky. Vaksin beberapa kali di bidan, cemen lah, kemudian memutuskan ke dsa yang biayanya bisa 4 kali biaya vaksin di bidan, belum lagi biaya khitan yang jumlahnya melebihi biaya lahiran, dan dicover duit pribadi. Anak butuh makan ngga seberapa karena yaa menambah makan satu anak manusia ngabisin duit berapa sih? Butuh mainan? Bisa iya bisa nggak. Orangtua ngga belikan anak mainan nggapapa banget asal bisa menciptakan permainan dan menemani bermain. Jadi optional lah menurut saya beli mainan itu. 

Yang harus itu kan kita sebagai orangtua, 

menjamin kesehatan anak: sunat (untuk laki-laki) dan vaksin. Dua-dua ngga harus mahal. Vaksin ikuti aja yang diwajibkan oleh pemerintah di puskemas gratis. (Menurut saya) penting untuk di vaksin di manapun tempatnya. 

menjamin pendidikan anak. Ini yang bikin saya panas dingin (hahahah #tertawamiris) sebagai kaum millenial yang terpapar pentingnya soal investasi yang telat. Yaah jadi melek finansial saya telat bangeettt baru cari tau setelah menikah dan punya anak, setlah

Melek finansial di qmfinansial, ruangsahammas dani, mba windi

Sering mikir andaiiiii aja bisa memutar waktu. Saya baru ngeh soal pentingnya mempersiapkan dana pendidikan, dana pensiun, dan dana darurat setelah saya punya anak dimana saya sudah tidak lagi bebas mengatur keuangan pribadi saya. Jadi bagi kalian-kalian (yang baca blog ini) yang belum menikah tapi berencana menikah dan punya anak (karena saya tau tidak semua orang ingin menikah dan ingin punya anak), maka mulainya mempersiapkan ketiga dana itu sejak belum menikah bahkan sejak kalian belum tau siapa yang akan jadi jodoh kalian. Karena apa?

Karena ini donggggg.


Nangis ngga gueee

Saya pernah bahas keinginan saya menyekolahkan Keefe disini. Tapi untuk SD dan SMP di Surabaya belum cari tau lagi kira-kira sekolah yang mana yang cocok sama keinginan saya. SMA sudah ada nama sih di situ. Untuk saat ini pengen banget nyekolahin Keefe di SMK RUS. Uang muka dan uang tahunan di tabel sebenarnya bukan biaya di SMK RUS, saya random ajalah kira-kira bae, kira-kiranya menurut saya. Kalau ada perbedaan signifikan maka saya akan semakin menangis, sodara.

Seluruh biaya di situ adalah biaya sekolah hasil saya tanya teman-teman saya yang sekolah anaknya bagus (menurut saya). Untuk biaya-biaya itu sih saya ngga kaget. Karena jaman saya SMP mau ke SMA, teman-teman sekelas saya yang migrasi untuk sekolah dari Pamekasan ke Surabaya atau Malang di sekolah swasta macam St. Louis, tahun 2006 yasudah mendekati angka itu sih. Kalau mau kaget sih baca ini dong, biar saya ada teman menangis. 

Lihat aja ya di tabel itu kebutuhan saat ini (tahun 2020) dibandingkan kebutuhan Keefe nanti. Signifikan banget. Apalagi total biaya dari SD sampai kuliah.

Kalau saya mau invest untuk biaya SD Keefe yang akan ditempuh 4 tahun lagi maka saya harus invest 1.8jt per bulan selama 4 tahun. Kalau saya mau menjamin kebutuhan dana pendidikan Keefe sampai Keefe kuliah maka udahlah gaji saya tiap bulan ngga ada jatah skinker lagi T___T. 


Biar apa dipikirin sekarang. Biar tenang. Karena kalau langsung dipraktikkan kok kayanya duit segitu ngga nyampe ya, haha. . Makanya karena waktunya masih panjang mari kita (saya maksudnya) cicil.

Untuk tau nilai investasi silakan klik ini

Terus ada yang komen, "yaudahlah sekolahin sesuai kemampuan nanti, ngga usah dipikirin sekarang". Monmap saya yang pengen Keefe hadir di dunia ini, maka saya bertanggungjawab bukan hanya sekadar kasih makan doang, tapi kesehatan dan pendidikan terbaik. Dipikirin dari sekarang biar nanti saya ngga kaget harus cari uang gimana apa saya harus ngepet? Kan tidak. Okelah sesuai kemampuan nanti. Saya setuju. Asal saya sebagai orangtuanya sudah berusaha semaksimal mungkin mencari rejeki demi pendidikan yang berkualitas. 

Sekolah negeri geratis loh. Biarlah yang gratis itu benar-benar untuk orang yang membutuhkan. Karena banyak loh kejadian orang-orang ngga bisa nyekolahin anaknya gara-gara katanya sekolah mahal dan yang gratis sudah penuh, #miris ya. 

Kenapa sih harus sekolah mahal? Kan ngga jaminan. Iyaaa, tapii ada harga ada rupa (lagi-lagi menurut saya).

Mari semangat bekerja dan jangan lupa berdoa untuk yang masih single.

Untuk yang punya anak satu: Mari semangat bekerja kerja dan jangan lupa berdoa doa
Untuk yang punya anak dua: Mari semangat bekerja kerja kerja dan jangan lupa berdoa doa doa

Semakin banyak anak maka semakin berlipat kita harus bekerja dan berdoa. Yakali Allah mau ngasih rejeki anak tanpa orangtuanya bekerja. Siapa eluu. .

Udah ah, mau semedi dulu, pening pala, abis ngitung. 





Keefe 17 Bulan

Wahgelah, telat 10 hari update perkembangan Keefe. Kemarenan emang lagi (sok) sibuk aja. Lemburan dan side job yang alhamdulillah menguras waktu tidurkuuuuuu. Aku kangen bangun siang. Halah curhat. 

Iya, jadi saking banyaknya load pekerjaan, saya sampai ngga sempat nyatet apa aja yang sudah dilalui Keefe di umurnya yang ke tujuh belas bulan ini. Jadi saya tulis seingat saya aja deh.

Udah ngga kasar sama bayi-bayi lain. Kalau dulu Keefe nunjukkin rasa sayangnya dengan ngeplak temannya, maksud hati ngelus (mungkin). Sekarang udah bisa ngelus beneran. Kadang saya ngga bolehin dia nyentuh adik bayi yang jalan sore lewat depan rumah. Dan Keefe mengerti. Dia cuma ngeliatin dengan ekspresi lucu yang ngga bisa dituliskan dengan kata-kata.

Apalagi ya, duh parah. 
.
.
.
.

Dulu, gue suka awkward melihat bayi-bayi tiduran di mall. Ndilalah anak gue begitu. Jadi beberapa hari lalu, saya, Dicky, dan Keefe bertiga ke mall karena Dicky nyari jas untuk nikahan adik bungsunya. Keefe kesana kemari. Akhirnya saya putuskan untuk main cilukba di antara gantungan baju. Halah namanya apaan ya. Pas saya tungguin buat bagian "baaa" kok ni bocah ngga nongol-nongol. Saya dong ke tempat Keefe berada dan menemukan Keefe tengkurep main-main kaki. Apa saya marah? Tentu saya ketawa sambil ajak dia bangun.

Begitu seterusnya, Keefe lari, saya kejar, dia tiduram, saya gendong, dia ngga mau minta turun, lari lagi, tiduran lagi, saya ajak bangun lagi. Sampai akhirnya, yawis biar aja deh. Saya lalu foto-fotoin Keefe yang tiduran di lantai mall aja.  
.
.
.
11 kilo. Akhirnya setelah sekian bulan berkutat di angka 10, yang membuat saya setengah panik (karena kalau sudah panik saya pasti ke dokter) karena BBnya ngga naik, akhirnya bulan kemarin dalam waktu singkat BBnya naik signifikan (pasca sunat).
.
.
.
Apalagi ya?

Satu deh yang saya sadari, bahwa ibu-ibu nyata superwomennya. Saya contohnya. Gimana ngga? Semalaman topless dengan AC 19-22 derajat selama 17 bulan (dikurangi weekdays pas LDR) untuk breasfeeding aka nenenin.

Selamat 17 bulan lebih 10 hari, Keefe.