Tuesday, December 17, 2019

Kim Ji Young born 1982

(((Spoiler Alert)))

Adegan diawali dengan Kim Ji Young (KJY) yang beberes rumah, menata mainan anak, lalu kembali berantakan. Kim Ji Young menatap langit di balkon rumah, anak memanggil "Eomma". Kim Ji Young menghela napas lalu tersenyum.

Layar Gelap

Adalah Dae-Hyeon, seorang suami yang datang ke profesional karena gelisah menyadari istrinya "sakit".

Ada yang sudah nonton? Gimana rasanya?

Sepanjang film ini rasanya hati saya meledak, terluka, dan marah (mungkin). Sekuat tenaga mengatupkan mulut agar tangis ngga sampe pecah.

Saya nonton berdua temen saya, dan sepanjang film berjalan kami hening.
Entah, terlalu relate dengan kehidupan (saya).

Saya ngga tau harus mulai menulis darimana, yang jelas film Kim Ji Young born 1982 begitu mampu membuat saya dua kali datang ke CGV dalam waktu seminggu.

Saya pikir Korea Selatan dengan segala kemajuan yang ada di sana mampu menyepakati kesetaraan gender yang krisis di Indonesia. Ehhmm setidaknya di lingkungan saya :'(.

Ternyata saya salah !

Well, apa yang terjadi di Indonesia (lihat saja gejolak RUPKS) digambarnya nyata dalam film ini. Pelecehan seksual di mana korban tetaplah korban yang alih-alih mendapat perlindungan malah jackpot dapat bullying.

Bagaimana seorang perempuan yang setelah menikah (seakan) matilah dia sebagai dirinya sendiri. Dia benar-benar terlahir kembali hanya sebagai seorang ibu dan istri. Yah. hanya itu. Tidak lagi anak di keluarganya bahkan juga tidak dirinya sendiri.

Mimpi? Benar-benar menjadi mimpi di siang bolong bagi wanita yang sudah menikah. Karir? Apa itu? Pendidikan? What? Hei kamu itu cucian menumpuk, suami minta kasur selalu rapi, tolong dong itu anak minta cebok.

Ada tiga tipe wanita yang ada dalam Kim Ji Young :
1. Kim Ji Young yang memilih jadi IRT kemudian lelah, bosan, hingga depresi.
2. Bos Kim Ji Young yang memilih jadi working mom rela dijudge karena anak diasuh nenek, dikatain anakmu tidak akan jadi orang kalau bukan ibunya yang asuh.
3. Kakak dan teman Kim Ji Young yang memilih alah ribet nikah, ogah gue. Menghindari masalah dengan masalah hey you tetap dijudge orang napa anda tidak menikah.

Well, apapun keputusan kalian saya harus siap sedia kebal telinga wae lah.


Tapi kehidupan pernikahan KJY adalah sempurna menurut saya. Bagaimana tidak?

1. Mertua digambarkan selayaknya mertua yang banyak dicurhatin isteri-isteri (rasanya) seantero dunia (oke hiperbola :p). Sosok mertua pada umumnya lah yaa ngga lebai  yang sambil melotot-melotot seperti yang ada di hampir seluruh sinetron Indonesia. Nyinyir tapi rasa sayangnya ke menantu juga terlihat. Bukan yang membabi buta.

2. Orangtua. Diceritakan bahwa dari kecil KJY hidup di kawasan tidak ramah perempuan. Ibunya bekerja untuk menghidupi saudara-saudaranya. Saya sedih banget waktu KJY kecil bilang, "ibu ngga jadi guru gara-gara ada aku ya?". Sedih, gaes. Di Korea, ternyata anak laki-laki lebih diagungkan, gaes. Apa-apa anak cowo dulu yang diduluin. Tapi, ibu KJY ngga begitu. Ibu KJY openminded banget. Menerima pendapat anak pertamanya (perempuan) tidak ingin menikah, menyemangati KJY untuk melakukan apapun yang dia mau meski dia perempuan. Bapaknya juga gitu. Patriarki sih tapi ngga yang kebangetan. Beliau juga ngerasa bersalah setelah mengetahui kondisi kejiwaan KJY bukan yang men-judge lupa kodrat.  

3. Paling penting Suaminya lah. Yang menyadari ada masalah pada diri KJY. Alih-alih menceramahi untuk ingat kodrat, Dae-Hyeon justru bersedih dan membuatnya berinisiatif mendatangi psikolog, mencari tahu tentang postpartum depression, membujuk KJY untuk "berobat". Dae-Hyeon bukanlah pria dengan romantisme seperti kebanyakan pria dalam drama korea, sosoknya adalah suami yang digambarkan senatural mungkin, tidak berlebihan. Laki-laki modern yang tanggap membantu urusan rumtang. Dengan (masih) berseragam kerja siap memandikan anak. Mampu berkompromi, "aku gapapa kok jadi Bapak rumah tangga, kamu kerja aja kalau itu bisa buat kamu bahagia". Pas Dae-Hyeon menangis dan meminta maaf, saya ikut nangis, gaes.

4. KJY sendiri. Sosoknya bikin sempurna mengingatkan saya tentang mama saya. Yang rela dirinya sepenuhnya menjadi ibu DAN istri. Bukan lagi individu TT___TT. KJY single mampu bersaing dan  berkarir. Sayangnya karirnya harus berhenti hanya karena dirinya perempuan. Yang terpenting adalah setelah tahu ada masalah dalam dirinya KJY ngga denial. Doi realistis, "apa yang harus aku lakukan biar sembuh?", dan tidak juga menyalahkan suaminya.

Setelah nonton KJY saya menahan tangis, saya ngomong ke mama, makasi ya sudah ikhlas kehilangan dirinya demi saya. Sosok KMJ ada pada diri mama saya.

KJY gadis adalah gambaran mama saya. Sekolah cemerlang, wanita karir, teman banyak. Yang kemudian mama saya melepas semuanya hanya untuk merawat suami dan anak-anaknya. Begitu banyak teman tidak membuat mama saya datang di setiap acara reuni. Tidak pernah barang sekali pun.

Selama 29 tahun hidup saya, ngga pernah saya lihat papa buat kopi sekalipun. Semua-muanya mama saya. Yes, papa saya laki-laki yang sekarang diistilahkan patriarki. Kalau istilah papa dan mama saya sih itu KODRAT.

Waktu saya pulang nonton, saya cerita film yang abis saya tonton sambil nahan nangis, terus mama bilang, "itu kodrat". Saya lalu bilang, "itu ngga adil".

Nah, saya kan nonton berdua temen saya tuh, pulang nonton kami berdiskusi soal film ini. Terus temen saya bilang gini, "bu el untung sudah ada Keefe. Kalau ngga bisa2 feminis jatuhnya. Bibit2e wes onok sawangane".

Saya: "emang feminis sebuah kesalahan? hubungan sama Keefe apa?"

Teman saya: "Ada Keefe bikin jadi keibuan. Yaa ngga salah sih selama tidak double standart."

Dan masih banyak diskusi saya dan teman saya soal gender. Terlepas dari diskusi tersebut, setelah menikah saya dan yakin setelah nonton KJY saya jadi bersyukur anak saya laki-laki. Mohon maaf tidak untuk menyinggung anak perempuan, saya jadi mikir: Laki-laki patriarki itu kodrat. Tidak patriarki itu hebat. Sementara perempuan feminis itu menyalahi kodrat.

Alhamdulillah anak saya laki-laki lebih mudah untuk mengajarkan KESETARAAN GENDER bahwa memasak, membersihkan rumah, mengurus anak, itu pekerjaan perempuan DAN laki-laki. Bekerja mencari uang itu BUKAN PEKERJAAN LAKI-LAKI SAJA.

Saya bilang lebih mudah ya bukan gampang. Ingat di awal tulisan saya bilang bahwa KJY relate dengan kehidupan saya. Artinya adalah saya punya tantangan sendiri untuk membesarkan Keefe jadi laki-laki feminis di tengah lingkungan saya yang patriarki.

Contoh: Keefe nangis, Dicky bilang, "apa sih anak cowok kok nangis?", buru-buru saya bilang, "Gapapa Keefe nangis aja, sini sama ibu nangisnya".

Ngga dosa kan ya laki-laki nangis? Laki-laki harus kuat maka perempuan juga harus kuat.
Ooohh ilmu membuat hidupku susah, karena apa? Karena orang-orang sekitar hidup berputar di pengalaman jaman dulu bagaimana orangtua mereka mengajarkan batasan laki-laki dan perempuan.

baru-baru ini saya nonton yutub channelnya Marshanda kolaborasi Deddy Corbuzier. Om Deddy bilang, "laki-laki ngga boleh nangis itu sama aja laki-laki ngga boleh masak.". Ooohh Om Ded, kata keluarga saya yaa begitu loh.



Tuesday, November 19, 2019

Ibu Ituu

Beberapa waktu lalu saya baca postingan dari parentalk demikian


kemudian saya geli sendiri. Kenapa?

1. Anak tidak mau makan? Tentu ibu langsung ke alfa beli promina mie instan rasa sapi. Kemudian saya adu mulut sama mama karena percaya lah segede gini saya selalu kena omel sama mama apalagi papa kalau saya makan indomi. Tapi, Mak, percayalah mie promina itu tidak sama dengan indomi kok. 

2. Anak menolak tidur? Ibu aja baca cerita terus pura-pura tidur dan nyaris ketiduran beneran (sering). Hoohh bener saya suka geregetan sama Keefe yang ngantuk minta nenen terus pas nenenin otomatis saya ikutan ngantuk tapi dia kembali on fire

3. Anak tidak mau mandi? Ibu ajak mair air sambil dimandiin (centang)

4. Bisa bikin masakan hanya dengan melihat sisa bahan di kulkas? Saya telponin tukang nasgor keliling depan rumah selalu bisa kok. Saya ngga pernah masak dong. 

5. Bisa bikin mainan dari peralatan di rumah? Bisyaa dongg (centang)

6. Anak menolak sikat gigi? Kalau ibu lagi punya stok semangat dan sabar mari ibu dan Keefe berlama-lama di kamar mandi di kasur di manapun untuk bujuk Keefe mau sikat gigi. Gantian dong, Keefe sikatin gigi ibu, ibu gosok gigi Keefe. Tapi kalau ibu lelah? Besok aja ya Keefe sikat giginya, yang penting selalu sounding sikat gigi itu penting. I am proud.

Saya bangga dan salut sama perempuan-perempuan di luar sana yang mampu berdiri tegak pada ke-6 poin tersebut. Tapi bukan berarti saya mengecilkan diri sendiri sebagai seorang ibu. 

Saya kasih Keefe promina bukan saya kasih racun kok. Saya baca di website terpercaya jelas sumbernya bukan forum atau blog ibu-ibu yang kadang bisa memberikan informasi yang salah. 

Saya bisa masak kok (beneran) tapi saya ngga mau masak aja :p. 

Saya bangga sama diri sendiri karena meski punya jeda cuma satu setengah jam saya pulang ke rumah untuk main sore sama Keefe kemudian kembali bekerja. Saya main bola, kejar-kejaran, Keefe ngjogrok di jalanan komplek saya juga. Percayalah sekomplek cuma saya aja yang begitu. Saya potong rambut Keefe sendiri \^^/.

Saya selalu ajak Keefe jalan sore meski cuma keliling komplek tapi saya bisa cuma berdua aja tanpa distraksi HP. Karena kalau mainnya di rumah saya ngga bisa fokus main sama Keefe kalau Hp saya bunyi. Main di luar rumah kan saya mau ngga mau harus awas dalam mengawasi Keefe. 

Alhamdulillah saya punya mama yang selalu ngomel kalau saya main HP pas main sama Keefe. Hash, saya akui main sama bocah itu bosen juga gaes. 10 menit bacain buku atau main mobilan atau apapun itu tangan saya pasti gatel untuk sekrol IG, gaes, wkwkw. 

Makdarit sore barang 30-60 menit saya keluar rumah lah, saya pegang HP untuk videoin Keefe aja. Saya sering ajak Keefe naik odong-odong di indomaret dekat rumah. Saya pegang HP untuk videoin Keefe sebentar lalu dengan bangga saya masukin HP ke kantong. Mata saya dan senyuman saya untuk Keefe. Mengintip kanan kiri bapak ibu yang asyik main HP. Well, saya ngga pernah nyalahin itu. Mungkin itu adalah waktu mereka untuk "lepas sementara" dari anak sekadar scroll IG sama seperti saya ketika sedang menyusui.

Sore adalah waktu saya untuk making time sama Keefe: kasih makan kucing liar (meski saya takut kucing), kasih makan ikan sambil suapin Keefe, main bola, main sepeda, nonton pertandingan bola di lapangan (yang sebenarnya saya takut itu bola nimpuk saya sama Keefe), naik odong-odong, ke indomaret atau alfa beli susu UHT, atau nongkrong aja di trotoar depan rumah sambil ngobrol sama Keefe.

Meski saya ngga bisa satu hal maka saya cari hal lain yang saya bisa. Horeee kubangga pada diri sendiri.

Tuesday, November 12, 2019

Keefe 18 Bulan

Satu setengah tahun berlalu, dan saya belum bisa menentukan waktu berjalan seberapa cepat, lol.
Belum bisa bilang "time flies so fast" sih. Kerasa wah anakku udah gede tapi itu kerasa ya, wkwk.

Keefe sekarang udah bisa apaaaa

Ngorong aka ngupil. wkwk. Awalnya dia ngga sadar ngupil gitu, enak banget tentram ngeliatin dia ngupil. Kenikmatan HQQ sampe akhirnya mama ketawa. Dan dia tersadar bahwa itu hal yang membuat lucu kemudian dia jadikan bahan cari perhatian.

Udah matre bisa pilih kue mana yang lebih besar, untuk urusan makanan yang doyan, dia ngga mau dikasih remehnya remah-remah pilih yang paling gede. Udah pelit pula. Dulu Keefe loyal banget. "Keefe ibu suapin dong". Yaah dia suapin. Sekarang? Dia suapin sih, ke mulutnya sendiri.

Udah bisa geleng kepala tanda dia ogah melakukan sesuatu. Sebelumnya sih dia udah bisa ngangguk sambil ngomong he'eh tanda setuju. Tapi untuk penolakan dikomunikasikan dengan tangisan, rengekan, atau tepisan tangan.

udah bisa bilang tuyun yang artinya turun. Sebelumnya, naik atau turun darimanapun, sepeda misalnya selalu ngomongnya naik.

Udah mau sikat gigi, yeeyy. Sebelumnya ibu selalu was-was sikat gigi nyemplung di WC karena Keefe selalu lempar sikat gigi. Sekarang alhamdulillah meski sebentar gigi udah mau digosok. Sikat gigi sebentar tapi negosiasi di kamar mandi butuh kesabaran. Kejar-kejaran sama main air woy.

Kosakata uda banyaaakk yang ibu tidak mengerti. Tapi saya senang sih karena artinya Keefe sebetulnya ada usaha untuk berbicara menyebutkan apa yang dia maksud, ngga lagi eh eh doang. Kalau saya perhatikan sih kata dengan dua suku kata yang punya vokal sama Keefe bisa jelas pelafalnya. Bapak, Papa, Mama, Koko, Nenen, Nenek, Kakak, lalu Kakek (bisa sih meski a dan e), duduk, ya gitu-gitulah udah mantul. Vokal yang berbeda biasanya disebutkan suku kata terakhir: buka jadi ka', (eh tutup masih tup sih), pintu jadi tu. Tapi ada juga sih vokal beda tapi pelafalan udah jelas: kaki, cicak. Yang jelas saya udah bangga banget Keefe banyak bicara dan banyak kosakata. Udah bisa bilang "buk tutu mimi" yang artinya (i)bu susu (ultra) mimi. Bisa bilang "eek bauukkkk" dengan sip.

udah bisa bedain bis uda jelas ngomongnya bhisst, mobil disebut bil. Dulu mah semua pukul rata jadi trek (baca: truk).

Udah punya pendirian sendiri. Ngga mau dilarang. Makin dilarang kaya makin disuru. Ngga boleh jadi nangis. Untung saya (masih) kebal. Biar aja deh nangis. Semoga semakin dibiarin nangis semakin go away tantrum.

Udah bisa dong minum pake gelas sendiri. Sebelumnya selalu saya pegangin. Tapi saya jadi penasaran setelah nonton IGs Zaskia Mecca, si Bhre lucu itu minum pake gelas sendiri dong. Akhirnya saya tes, saya yakinkan diri Keefe pasti bisa. Yeeyyy, dia dengerin instruksi saya. Pelan-pelan minumnya. Ambil nafas dong. Sampai akhirnya saya cukup liatin dia aja.

Daaann, sebagai penutup tulisan saya mau cerita kalau akhirnya Keefe jadi punya waktu berdua sama Bapaknya. Dicky jadi ngerasain gimana berdua aja sama Keefe gara-gara ikut saya raker ke Pacet. Dua hari satu malam sih. Pas waktu raker saya ngga wa Dicky sama sekali ngga tanya-tanya soal Keefe. Pertama biar saya konsen aja kerja. Kedua karena saya mencoba percaya Dicky bisa handle Keefe dengan baik. Ibu dan Bapak kan seharusnya emang punya posisi yang sama untuk anak. Dan alhamdulillanh ngga ada calling-an dari Dicky selama saya bekerja. Dicky cerita Keefe tidur tanpa minum susu, dia tidur karena ngantuk, gelisah muterin tempat tidur (Keefe emang gitu sih dengan atau tanpa saya), lalu tidur di atas badan Dicky (posisi bayi IMD itu loh) sambil ngurek-ngurek udhel persis kalau nenen sama saya. Besok siangnya, di sela rapat pas ke toilet saya ngintip Keefe dan Dicky. Main bola. Saya intip lagi Youtube-an. Terus saya intip Keefe tidur. Alhamdulilllaah. Pas saya tanya tidurnya gimana kata Dicky tidur pas lagi Youtube-an. Elaaaahhhhhh Kiifffff.



Friday, October 18, 2019

Manusia yang Menghitung Rejeki (II)

Postingan sebelumnya dan mungkin banyak blogpost di blog ini (seolah) saya mempertanyaan rejeki Allah, sebenarnya ngga sih, wkwkw. Lebih ke takut karena kemampuan diri aja, bukan mempersoalkan janji Allah. Ketakutan-ketakutan itu justru lebih membuat saya sedikit demi sedikit menata hidup, katakanlah dari segi finansial.

Saya (mencoba) bersyukur atas apa yang saya punya sekarang, termasuk materi. Rumah alhamdulillah ada rumah suami dan rumah orangtua tempat saya pulang. Mobil alhamdulillah tersedia. Motor setia mengantarkan saya pulang pergi kampus-rumah. Padahal saya ngga pengen punya rumah dan mobil, Alhamdulillah Allah kasih lewat suami dan orangtua (serta mertua) saya. 

Bicara soal rejeki dalam bentuk rupiah, saya akui nominal yang ada di rekening tiap tanggal 20 itu sedikit (anw tidak termasuk transferan dari suami ya, ahhaha). 

Pas kuliah 2012 sampai 2014 saya sering dapet side job dari dosen saya yang bekerjasama dengan salah satu kementerian. Proses kerja di hotel berbintang, makan dan cemilan selalu tersedia, tiga hari atau paling lama seminggu, saya bisa dapat lebih dari nominal yang saya dapatkan tiap bulan sekarang. 

2014 akhir saya migrasi ke Jakarta meski hanya pekerja kontrak, gaji saya hampir menyentuh dua digit dengan status freshgraduate magister tanpa pengamalan kerja. Ndilalah 2020 saya bekerja dengan gaji jomplang dari sebelumnya. Orang mah makin tahun harusnya makin naik gaji, gue saking antimainstreamnya justru sebaliknya. 

Alhamdulillah wa syukurilah saya ngga pernah menyesali saya berdiri saat ini. Saya ngga pernah menyesali kemudian berniat meninggalkan tempat kerja saya sekarang hanya karena rupiah yang saya dapatkan sedikit. Karena apa? Karena gaya hidup saya ngga berubah. 

Saya tidak pernah menyesal karena saya belum pernah mencelos saya harus menurunkan standar hidup karena gaji berkurang. Saya ngga pernah kekurangan. Apa yang saya mau dari kecil sampai sekarang alhamdulillah selalu saya dapat dan bisa saya beli. Kemudian saya teringat, om saya pernah bilang gini pas saya mau tes kerja,

"mang (panggilan saya ke om saya itu mang) berdoa, mang minta sama Allah, semoga kamu ngga diterima di tempatmu melamar ini kalau kamu akan jadi orang yang sombong karena gaji besar. Kalau kamu jadi orang yang akan berubah, mang berharap kamu ngga pernah bekerja di tempat seperti itu" Saya menulis ini merinding, bok.

Saya berpikir, mungkin doa om saya diijabah, saya dikasih pekerjaan dengan gaji kecil karena Allah juga tau saya ngga sanggup pegang amanah, saya akan berubah jadi orang kaya baru yang sombong jika saya terus-terusan dikasih gaji besar, maybe.

Tapi di titik sekarang, ada sedikit rasa penyesalan melihat besarnya biaya pendidikan dan kenyataan bahwa ternyata saya belum pernah membahagian orangtua saya, terutama mama saya. Saya terlalu nyaman dengan kehidupan saya hingga saya lupa kebahagiaan mama saya. Kalau kata mama dan papa sih mereka bahagia melihat keadaan saya. Tapi yaaahhh, saya melihat sisi yang berbeda dari seorang anak.

Penyesalan kedua adalah kenapa sih dari jaman single and available macam pisang di alfamart saya ngga bisa nabung boro-boro investasi?! 

Tapi baiklah, lebih baik menyesal daripada tidak. Kalau kata pakar keuangan, ketika pengeluaran lebih besar daripada pemasukan, maka kurangi pengeluaran atau tambah pemasukan. Kayanya saya ambil opsi kedua deh, hahaha. Bukan untuk resign dari tempat saya sekarang, tapi ada yang mau kasih saya side job analisis data, ahahahah?

Thursday, October 17, 2019

Manusia yang Menghitung Rejeki

Berawal dari pagi tadi saat akan memulai kelas, saya sempatkan baca IGs teman saya yang berfaedah sekali.

"Jaman sekarang mau punya anak pikir-pikir lagi. Lahiran bisa dicover asuransi.Tapi vaksin lengkap mehongnyaaa"

Mari berbicara (lagi) soal punya anak dan tanggung jawabnya, ngga ding, curhat aja sayanya.

Yes. Lahiran Keefe, patungan antara BPJS dan jaminan kesehatan kantor Dicky. Vaksin beberapa kali di bidan, cemen lah, kemudian memutuskan ke dsa yang biayanya bisa 4 kali biaya vaksin di bidan, belum lagi biaya khitan yang jumlahnya melebihi biaya lahiran, dan dicover duit pribadi. Anak butuh makan ngga seberapa karena yaa menambah makan satu anak manusia ngabisin duit berapa sih? Butuh mainan? Bisa iya bisa nggak. Orangtua ngga belikan anak mainan nggapapa banget asal bisa menciptakan permainan dan menemani bermain. Jadi optional lah menurut saya beli mainan itu. 

Yang harus itu kan kita sebagai orangtua, 

menjamin kesehatan anak: sunat (untuk laki-laki) dan vaksin. Dua-dua ngga harus mahal. Vaksin ikuti aja yang diwajibkan oleh pemerintah di puskemas gratis. (Menurut saya) penting untuk di vaksin di manapun tempatnya. 

menjamin pendidikan anak. Ini yang bikin saya panas dingin (hahahah #tertawamiris) sebagai kaum millenial yang terpapar pentingnya soal investasi yang telat. Yaah jadi melek finansial saya telat bangeettt baru cari tau setelah menikah dan punya anak, setlah

Melek finansial di qmfinansial, ruangsahammas dani, mba windi

Sering mikir andaiiiii aja bisa memutar waktu. Saya baru ngeh soal pentingnya mempersiapkan dana pendidikan, dana pensiun, dan dana darurat setelah saya punya anak dimana saya sudah tidak lagi bebas mengatur keuangan pribadi saya. Jadi bagi kalian-kalian (yang baca blog ini) yang belum menikah tapi berencana menikah dan punya anak (karena saya tau tidak semua orang ingin menikah dan ingin punya anak), maka mulainya mempersiapkan ketiga dana itu sejak belum menikah bahkan sejak kalian belum tau siapa yang akan jadi jodoh kalian. Karena apa?

Karena ini donggggg.


Nangis ngga gueee

Saya pernah bahas keinginan saya menyekolahkan Keefe disini. Tapi untuk SD dan SMP di Surabaya belum cari tau lagi kira-kira sekolah yang mana yang cocok sama keinginan saya. SMA sudah ada nama sih di situ. Untuk saat ini pengen banget nyekolahin Keefe di SMK RUS. Uang muka dan uang tahunan di tabel sebenarnya bukan biaya di SMK RUS, saya random ajalah kira-kira bae, kira-kiranya menurut saya. Kalau ada perbedaan signifikan maka saya akan semakin menangis, sodara.

Seluruh biaya di situ adalah biaya sekolah hasil saya tanya teman-teman saya yang sekolah anaknya bagus (menurut saya). Untuk biaya-biaya itu sih saya ngga kaget. Karena jaman saya SMP mau ke SMA, teman-teman sekelas saya yang migrasi untuk sekolah dari Pamekasan ke Surabaya atau Malang di sekolah swasta macam St. Louis, tahun 2006 yasudah mendekati angka itu sih. Kalau mau kaget sih baca ini dong, biar saya ada teman menangis. 

Lihat aja ya di tabel itu kebutuhan saat ini (tahun 2020) dibandingkan kebutuhan Keefe nanti. Signifikan banget. Apalagi total biaya dari SD sampai kuliah.

Kalau saya mau invest untuk biaya SD Keefe yang akan ditempuh 4 tahun lagi maka saya harus invest 1.8jt per bulan selama 4 tahun. Kalau saya mau menjamin kebutuhan dana pendidikan Keefe sampai Keefe kuliah maka udahlah gaji saya tiap bulan ngga ada jatah skinker lagi T___T. 


Biar apa dipikirin sekarang. Biar tenang. Karena kalau langsung dipraktikkan kok kayanya duit segitu ngga nyampe ya, haha. . Makanya karena waktunya masih panjang mari kita (saya maksudnya) cicil.

Untuk tau nilai investasi silakan klik ini

Terus ada yang komen, "yaudahlah sekolahin sesuai kemampuan nanti, ngga usah dipikirin sekarang". Monmap saya yang pengen Keefe hadir di dunia ini, maka saya bertanggungjawab bukan hanya sekadar kasih makan doang, tapi kesehatan dan pendidikan terbaik. Dipikirin dari sekarang biar nanti saya ngga kaget harus cari uang gimana apa saya harus ngepet? Kan tidak. Okelah sesuai kemampuan nanti. Saya setuju. Asal saya sebagai orangtuanya sudah berusaha semaksimal mungkin mencari rejeki demi pendidikan yang berkualitas. 

Sekolah negeri geratis loh. Biarlah yang gratis itu benar-benar untuk orang yang membutuhkan. Karena banyak loh kejadian orang-orang ngga bisa nyekolahin anaknya gara-gara katanya sekolah mahal dan yang gratis sudah penuh, #miris ya. 

Kenapa sih harus sekolah mahal? Kan ngga jaminan. Iyaaa, tapii ada harga ada rupa (lagi-lagi menurut saya).

Mari semangat bekerja dan jangan lupa berdoa untuk yang masih single.

Untuk yang punya anak satu: Mari semangat bekerja kerja dan jangan lupa berdoa doa
Untuk yang punya anak dua: Mari semangat bekerja kerja kerja dan jangan lupa berdoa doa doa

Semakin banyak anak maka semakin berlipat kita harus bekerja dan berdoa. Yakali Allah mau ngasih rejeki anak tanpa orangtuanya bekerja. Siapa eluu. .

Udah ah, mau semedi dulu, pening pala, abis ngitung. 





Keefe 17 Bulan

Wahgelah, telat 10 hari update perkembangan Keefe. Kemarenan emang lagi (sok) sibuk aja. Lemburan dan side job yang alhamdulillah menguras waktu tidurkuuuuuu. Aku kangen bangun siang. Halah curhat. 

Iya, jadi saking banyaknya load pekerjaan, saya sampai ngga sempat nyatet apa aja yang sudah dilalui Keefe di umurnya yang ke tujuh belas bulan ini. Jadi saya tulis seingat saya aja deh.

Udah ngga kasar sama bayi-bayi lain. Kalau dulu Keefe nunjukkin rasa sayangnya dengan ngeplak temannya, maksud hati ngelus (mungkin). Sekarang udah bisa ngelus beneran. Kadang saya ngga bolehin dia nyentuh adik bayi yang jalan sore lewat depan rumah. Dan Keefe mengerti. Dia cuma ngeliatin dengan ekspresi lucu yang ngga bisa dituliskan dengan kata-kata.

Apalagi ya, duh parah. 
.
.
.
.

Dulu, gue suka awkward melihat bayi-bayi tiduran di mall. Ndilalah anak gue begitu. Jadi beberapa hari lalu, saya, Dicky, dan Keefe bertiga ke mall karena Dicky nyari jas untuk nikahan adik bungsunya. Keefe kesana kemari. Akhirnya saya putuskan untuk main cilukba di antara gantungan baju. Halah namanya apaan ya. Pas saya tungguin buat bagian "baaa" kok ni bocah ngga nongol-nongol. Saya dong ke tempat Keefe berada dan menemukan Keefe tengkurep main-main kaki. Apa saya marah? Tentu saya ketawa sambil ajak dia bangun.

Begitu seterusnya, Keefe lari, saya kejar, dia tiduram, saya gendong, dia ngga mau minta turun, lari lagi, tiduran lagi, saya ajak bangun lagi. Sampai akhirnya, yawis biar aja deh. Saya lalu foto-fotoin Keefe yang tiduran di lantai mall aja.  
.
.
.
11 kilo. Akhirnya setelah sekian bulan berkutat di angka 10, yang membuat saya setengah panik (karena kalau sudah panik saya pasti ke dokter) karena BBnya ngga naik, akhirnya bulan kemarin dalam waktu singkat BBnya naik signifikan (pasca sunat).
.
.
.
Apalagi ya?

Satu deh yang saya sadari, bahwa ibu-ibu nyata superwomennya. Saya contohnya. Gimana ngga? Semalaman topless dengan AC 19-22 derajat selama 17 bulan (dikurangi weekdays pas LDR) untuk breasfeeding aka nenenin.

Selamat 17 bulan lebih 10 hari, Keefe. 

Tuesday, September 24, 2019

Jarak, Sekolah, dan Uang

Gue nulis ini bukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan orang kenapa gue memilih untuk jauh dengan anak padahal gue udah ada rumah. Gue nulis ini adalah bentuk apresiasi terhadap diri gue sendiri yang berhasil memilih dan memilah mana yang gue (gue bukan kalian) pikir terbaik.

Gue hidup 24/7 sama anak gue, Keefe, itu cuma di dua bulan kehidupannya. Setelah itu kami berjauhan Pamekasan-Surabaya on weekdays. Bulan puasa kemarin, gue menempati sebuah rumah yang mungkin seharusnya buat orang-orang adalah sempurna buat gue untuk tinggal dengan Keefe. Tapi ternyata tidak demikian.

Gue dan Dicky ngga pernah tinggal bersama sejak detik ijab kabul sampai saat ini. Pernah ada rencana untuk tinggal bersama dengan gue harus ikhlas meninggalkan pekerjaan gue untuk ikut Dicky di rantau. Jalan Allah dan gue syukuri banget sekarang itu ngga terjadi, hahaha.

Selama ini Keefe diasuh mama, yang harus membagi peran sebagai ibu untuk adik bungsu gue yang masih kelas 6 SD dan sebagai nenek untuk Keefe, cucunya. Gue harus berterimakasih sama adik gue yang ikhlas mamanya membagi kasih dan belum pernah terlihat iri atau cemburu karena anggota keluarga baru. Al, adik gue, harus rela mama gue boyong seminggu, dua minggu, bahkan tiga minggu ke Surabaya dengan raut muka sedih dan bahagia ketika mama pulang.

Gue pernah "ditegur" kolega, kenapa ngga daycare atau Dicky yang akhir-akhir ini selalu menawarkan ART untuk asuh Keefe selagi mama gue pulang ke Madura. Yes, karena gue ngga bisa handle Keefe 24/7 karena gue working mom. Selain Al, gue juga harus merelakan waktu gue sama Keefe ketika mama harus pulang ke Pamekasan dengan membawa Keefe ikut serta.

Gue pilih lebih baik Keefe dibawa mama daripada deket sama gue tapi bukan gue sendiri yang mengurus Keefe. Gue mungkin ngga seperti kebanyakan ibu-ibu "normal" lainnya yang ngga bisa jauh sama anak. Karena gue memang bisa. Gue juga ngga pernah menyangka gue akan setegar ini jauh sama anak.

Untuk urusan anak, entah kenapa mungkin gue bukan tipe ibu melankolis meski tiap hari saat gue jauh sama Keefe gue selalu ketakutan Keefe akan menyapih dirinya sendiri, tapi gue ngga pernah nangis saat gue harus ninggalin Keefe di Pamekasan. Gue ngga pernah merasa bersalah yang gimana-gimana ketika Keefe meraung mau ikut gue motoran saat gue berangkat kerja. Ngga pernah terlintas gue berhenti kerja aja dah.

Gue juga bukan tipe ibu romantis, yang selalu bilang menyusui adalah hal yang paling indah, karena meski gue belum siap untuk menyapih tapi gue dengan yakin bilang bahwa menyusui (baca: direct or pumping) itu melelahkan.

Judge me. Gue tau resiko nulis ini adalah gue bakalan dicap ibu durhaka karena gue ngga punya rasa yang sama seperti mayoritas ibu-ibu.

Tapi, gue justru merasa bersalah, ketika gue egois hanya demi gue diakui sebagai ibu yang baik dengan memaksakan Keefe daycare atau diasuh ART.

Jaman hamil, gue bilang sama temen gue yang kondisinya dulu sama kaya gue saat ini. Gue bilang, "gue ngga mau dan ngga bisa jauh sama anak gue nanti" yang berakhir gue survei sana sini daycare terdekat dari tempat kerja gue. Gue datengin tempatnya dan saat itu juga ngga mau daycare model begitu.

Waktu itu gue belum punya rumah. Tapi gue tau kondisi daycare yang gue datengin itu jauh dari layak. Ngga ada cahaya masuk. Meski secara fasilitas layaknya daycare pada umumnya dengan konsultasi dokter anak, dokter gigi, dan psikolog secara berkala.

Waktu berlalu sampai akhirnya gue melebarkan sayap mencari daycare di dekat rumah gue. Sama. Ada sih, rumah gede dan cahaya masuk tapi satu nanny pegang lebih banyak bayi. Gue simpulkan bahwa ada harga ada rupa. Daycare yang masuk kriteria gue ngga berada dalam rentang harga yang masuk di kantong gue dan Dicky. Pilihan gue cuma dua: (1) gue memaksakan diri gue untuk masukin Keefe di daycare dengan bayaran 2/3 gaji gue dan harus merelakan dana darurat, dana pensiun, dan dana pendidikan Keefe gue pangkas untuk bayar daycarenya atau (2) gue mengalah biarlah Keefe di bawa mama gue ketika jatah mama di Pamekasan. Karena sebenarnya mama juga berat banget untuk ninggalin Keefe di daycare atau ART.

Opsi daycare sesuai kantong dan ART gue coret dalam daftar pilihan. Gue ngga mau karena egoisme gue (yang mungkin lebih wajar dan jadi pilihan untuk orang lain) gue harus mengorbankan Keefe. Mengapa?

Di rumah, mama gue dan bibik (tante) gue menstimulasi Keefe dengan baik. Gue fasilitasi Keefe buku-buku yang juga dimanfaatkan oleh mama, bibik, dan adik-adik gue untuk ngajak Keefe main. Gue tidak menolak Screentime tapi gue membatasi dan semua orang di sekitar gue menyepakati itu. Mama, bibik, dan orang-orang di sekitar Keefe ngga pernah menggunakan bahasa bayi. Sensorik Keefe terlatih karena dia sering ngerecokin mama gue ketika beliau sedang baking. Gue beli mainan edukatif dengan kondisi rumah baik rumah suami atau rumah orangtua gue yang layak. Mama, bibik, menghandle Keefe dengan baik sekali. Sosialisasi? Gue ajak Keefe main tiap sore di komplek rumah. Keefe selalu menyapa satpam tanpa diminta. Banyak banget temen seumuran Keefe yang sering main di rumah gue. Gue sering ajak Keefe ke kampus. Dan kata temen-temen gue cukup berani bersosialisasi dengan orang baru. Lantas kenapa gue harus "menitipkan" Keefe dengan menurunkan standar gue untuk sekadar bersama Keefe beberapa jam saja?

Haruskah gue menitipkan Keefe di daycare (dengan bayaran) semampu gue tapi dengan fasilitas pengasuhan di rumah yang jauh lebih baik? Demi apa? Demi gue bersama Keefe di mana beberapa kali dalam seminggu gue ada jadwal ngajar malam?

Ketika ada orang yang bilang "kasihan Keefe" pas gue harus ninggalin Keefe sama mama. Sorry buat gue kasihan Keefe ketika gue "menitipkan" Keefe tidak pada orang yang tepat dan tempat yang layak.

ART? Setelah sekian bulan bergaul setiap sore dengan mbak-mbak ART gue jadi punya gambaran. Tiap sore itu cuma gue, ibu yang menemani anak main di komplek. Anak-anak lainnya main sama mbak ART. Masa yaa, waktu itu Keefe, Al, main bola sama Pak Satpam yang sedang tidak bertugas. Ada anak yang lebih besar dari Keefe mau ikutan main. Terus diteriakin dong sama mbaknya, " (sebut saja) ardiiii jangan main. Awas ya jatuh mbak jewer". Elahh. Apaan jatuh malah di jewer.

Ada juga mbak yang nyuapin anak makan tapi sendoknya juga masuk ke mulut mbak itu sendiri. Mungkin ada yang ngga mempermasalahkan itu. Tapi ngga buat gue. Gue ngga mengeneralisir bahwa semua mbak nanny model begitu. Tapi sudahlah, gue ngga mau ambil resiko. Pengawasan Keefe dengan mbak di rumah lebih serem daripada Keefe di daycare (yang mampu gue bayar). Kenapa sih selalu gue perjelas soal bayaran? Yaiyalah, karena daycare yang gue mau, yang sesuai standar gue, yang pengasuhan dan pembelajarannya lebih baik dari yang bisa gue atau mama gue berikan di rumah ngga mampu gue bayar. Wkwkwk. Kalau kalian menyarankan Keefe untuk daycare, sini bayarin SPPnya juga dong.

Keefe diasuh mama, dititip daycare, di rumah sama mbak semua pilihan itu bukan gue yang handle dengan tangan gue sendiri. Gue memutuskan Keefe untuk tetap diasuh mama setelah gue mendaftar pros and cons nya. Tentu dong gue pilih yang maksimum pros dan minimum consnya. Dan buat gue, Keefe sama mama adalah pilihan terbaik. Bounding berkurang karena Keefe lebih sering di Pamekasan daripada sama gue? Nggak. Ada gue, Keefe milih sama gue. Tiap bangun tidur tetep tarik tangan gue untuk main.

Ngga kasian kalau Keefe nangis pas gue tinggal? Yah Keefe selalu nangis kalau dia ngga diajak pergi. Mama, Erik, Papa, Dicky, bibik, pergi tanpa ngajak Keefe pasti doi nangis. Ngga sampe semenit selesai.

Consnya adalah gue harus nahan kangen pas Keefe di Pamekasan, gue harus H2C Keefe tersapih, bersusah payah berdamai dengan keadaan, dan gue bolak balik harus menata hati yang gue kira sudah kokoh dengan membiarkan Keefe sama mama harus ambyar kemudian gue tata ulang serpihan serpihan itu ketika gue di judge oleh orang terdekat gue yang menurut gue seharusnya membesarkan hati gue. Gue ngga peduli orang lain mau ngomong apa tentang gue karena gue anggep kentut. Yang bau tapi lama-lama ilang juga baunya.

 Tapi gue bakalan ancur banget kalau itu orang terdekat. Tapi lagi-lagi biar bagaimanapun ini resiko dan konsekuensi yang harus gue pilih. Bentuk cinta gue buat Keefe.

Kenapa ngga berhenti kerja aja sih? Sorry gue kerja adalah koentji gue tetap waras dan membahagian Keefe dengan cara gue.

Tuesday, September 17, 2019

Keefe 16 Bulan

Wooohh telat telat telat buat update perkembangan Keefe. Sok sibuk dan sok produktif. Hassh. Marilah dicatat biar diingat bulan ini Keefe udah bisa ngapain aja.

Yang jelas kelakuan makin mirip saya banget. Tidur lampu harus gelap, wajib tenang. Saya kecil tidur kudu digarukin punggung persis Keefe sekarang. Saya sampe sekarang masih sering meski udah jarang tidur pake ritual nyubitin tangan mama. Ngga ada yang ngajarin tapi ditiru Keefe entah bagaimana. Dan (sedihnya) susah tidur saya juga nurun ke Keefe. Jadi biar ngantuk udah merem gitu Keefe susah banget nyenyaknya, harus muter sana sini kadang turun kasur sambil merem karena susah dapet posisi enak buat tidur kayanya. Cian. Padahal dari hamil saya bilang ke Dicky, "semoga tidurnya Keefe nurun kamu, pelor, kasian kaya aku susah tidur". Yah belum diijabah Allah.

Dan di bulan ke-16 ini kosakatanya udah makin banyak. Pun kata yang utuh udah makin kaya. Udah bisa bilang sempurna kata nenen, ja toh, ba pak, ma ma, pa pa, kho kho (erik), aal, tan te. Yang bikin bahagia anakku sudah bisa manggil, "bhuuuu bhuu bhuu". Tapi itu semua dengan usaha gengs. Bener deh usaha saya ngga maksimal, tapi saya tetap berusaha buat ngajarin Keefe ngomong. Saya ngga segetol temen saya yang rasanya punya stok sabar dan ngga ada malesnya buat bacain buku tiap saat. Saya baca buku buat diri aja males. Tapi saya tetap usaha. Tetap nyempetin baca buku barang lima menit. Tetap berbicara dengan bahasa yang benar. Tetap memaksa anak berbicara sebelum memenuhi apa yang dia minta. Tanya aja mama saya, biar Keefe nangis pas tidur malem minta nenen di saat saya dan Keefe merem ngga saya kasih nenen sampai Keefe bilang lengkap "bhu mau nenen". Jadi gelagat gelisah merengek minta nenen sambil merem. Saya pun sambil merem tanya dong, "mau apa Keefe?" saya akan kejar tanpa kasih nenen sampai dia berhasil bilang setidaknya "mau nenen". Biarlah dibilang penyiksaan. Toh saya juga tersiksa, saya juga ngantuk gengs. Perkara ngasi puting doang gampang, lol.  Papa saya dulu pernah bilang, "nik cariin Keefe telor burung dara. Cepet ngomong, dulu kamu sering makan itu". Saya, "halah mau makan tiap hari berkilo kilo kalau ngga ada yang ngajarin dan ngajak ngomong dengan bener juga percuma, pa. Mitos itu. Kalau mau cepet ngomong ya diajarin ngomong". End. Sampai akhirnya papa cari telor burung dara sendiri dan mama yang masakin. Iyalah, gue mana pernah masakin Keefe kecuali Milna atau Promina, wkwk.

Sebenarnya apa yang Keefe mau itu masih bisa banget ditebak hanya dengan "eh eh" dan tunjuk. Tapi saya meng-encourage orang-orang di rumah untuk membiasakan agar Keefe berusaha ngomong sebelum memberikan apa yang dia mau.

Keefe : eh eh eh
Emak Keefe : Apa keefe?
Keefe : eh eh eh
Emak : ooh susu ya? Mau apa?
Keefe : eh eehhh ehhhh
Emak : apa? Susu?
Keefe : us us
Emak : iya suuu
Keefe : cuuu
Emak : apa?
Keefe : us us
Mama saya kemudian kasih susunya, biar jauh banget susu jadi us us tapi lihatlah usahanya. Wkwkw.

Udah bisa niruin suara binatang. Ini juga usaha gengs. Saya belikan Keefe buku yang bisa mengeluarkan bunyi binatang sesuai yang ada di gambar.
Bunyi ayam : tok tok dari petok petok
Bunyi anjing : guk guk
Bunyi kucing : meong
Bunyi sapi : moo
Itu doang sih hahaha. Tapi bangga biar. Usaha ini ibunya.

Tapi biar tau sama suara empat binatang itu, Keefe taunya cuma gambar kucing. Huhu. Dan ya gambar kucing emang baru dia ngeh di bulan ke-16 ini. Saya beli poster gambar binatang udah dari beberapa bulan lalu tapi Keefe baru berhasil tunjuk kucing. Saya bacakan buku bergambar pagar pun. Saya kasih tunjuk itu gambar pagar. La pas ditanya mana gambar pagar mesti nunjuknya pagar rumah saya di depan. Laaa gambar, Keeefee, gambar. Tenang ibu tak gentar menunjukkan beda gambar dan wujud aslinya. Asal tidak malas, wkwkw.

Soal buku saya rasanya notice kalau Keefe mulai "makin" tertarik ke buku di bulan ke-16 ini. Dia makin tau konsep request dibacakan buku. Tarik tangan saya, buka box simpan buku ambil buku, duduk di pangkuan saya dan saya bercerita dia duduk anteng mendengarkan. Bulan-bulan kemarin masih sering pecicilan. Kesana kesini yang kemudian membuat ibu menyerah dan meletakkan buku. Sekaranh, kalau lagi bertingkah ngga jelas dan saya mulai lelah mengejar, maka saya akan, "baca buku yuk" dan (seringnya) direspon dengan duduk manis dipangkuan saya.

Udah sunat doonggss. Tuntas rasanya kewajiban saya sebagai orangtua untuk mengkhitan Keefe. Alhamdulillah no drama. Pasca sunat saya bawa Keefe dua hari berturut-turut ke kampus dengan sejuta kerempongan karena doi ngga pake diapers. Bawaan saya makin banyak. Saya bawa celana sunat lima, habis dalam waktu 5 jam. Rempong bolak balik bawa Keefe ke kamar mandi untuk ganti celana. Rempong ngepel lantai. Dan segala kerempongan itu membawa kebanggaan dalam hati saya. Karena meski capek dan sungguh super rempong saya bisa melewati itu semua dengan predikat "istimewa" dari teman sejawat, hahah. Saya bangga karena menolak mama untuk bawa Keefe ikut mama ke Pamekasan saat saya ada event di kampus. Yaa emang sih, saya cari kebanggaan untuk diri saya sendiri. Ada satu sisi dalam diri saya, ini loh gue bisa bawa Keefe, hey you you yang judme me because of saya LDR sama Keefe. Weekk. Ape lu, hahaha. 

Entah darimana anak bernama Keefe ini mengenal konsep negosiasi. Pasca sunat, drama Keefe emang saat mau ganti celana dalem dan oles salep. Mungkin sakit mungkin tidak. Kenapa tidak, prediksi saya sih Keefe trauma. Karena kejadian penisnya kesenggol saat pertama kali dia ganti CD pasca sunat plus kaget melihat bentukan penisnya yang berubah "buruk rupa". Setelah trauma itu memudar tiba-tiba memuncak lagi karena kesalahan ibu memakaikan CD biasa yang berakhir nempel antara kain dan penis. Huhu. Nah karena itu jadi Keefe selalu nangis ketika celananya dibuka. Sampai suatu ketika pas waktunya tidur malam, om saya dari Bandung berkunjung. Dasar anak ngga mau melewati moment keramaian jadi Keefe ogah tidur sampai akhirnya dia ngompol. Saya bawa lah ke kamar untuk ganti CD. Seperti biasa, Keefe nangis. Saya bilang, "Keefe mau keluar? Ayo pake celana dulu jangan nangis." eeh bocah nahan dong ngga nangis. Asem banget mukanya pengen jitak, lol.

Udah makin bisa akting drama. Dia masukin tangannya ke gelas air mineral yang bolong bekas sedotan terus merengek memelas minta bantuan karena tangannya "terjepit". Udah dikeluarin dia masukin lagi dong dengan ekspresi yang sama. Pernah mau ikut erik pergi tapi ngga diajak terus tiba-tiba dia nangis goleran dilantai. Ngga biasanya begitu. Tapi saya biarin aja, saya cuekin sambil balesin wa Dicky. Eeh Keefe curi pandang ke saya. Saya biarin pura-pura ngga liat aja. Ngga sampe dua menit kali tangisan yang tadinya pecah tumpah ruah berubah jadi tawa menahan malu karena ngga ada yang peduli sama dia. Hahah. . Baru deh saya taro hp terus bilang, "lo kok udah berenti nangisnya, dicuekin ya? Huhu sini peluk aku, kasian rek ngga diajak yaa sedih yaa".

Apalagi ya? See you di bulan ke-17 deh, ngantuk ngga bisa mikir udah. Wkwkw

17 September 2019
01.25 am (biar tau, wajar gue ngantuk)



Friday, September 6, 2019

Akhirnya Sunat

Perkara sunat sebenarnya saya mau Keefe disunat sesaat setelah lahir. Pas hamil saya udah sering baca-baca soal sunat pada bayi di blog dokter dan blog orang-orang yang anaknya disunat pas bayi. Sebagai orang yang pemalas dan anti ribet saya pengen tuh anak saya langsung disunat setelah dilahirkan selain karena (katanya) lebih baik dan tentu minim drama. Tapi Dicky ngga setuju, kasian masih kecil cenah. Saya dua kali propose sunat ke Dicky tapi ditolak. Baiklah.


Di postingan di atas saya cerita tentang Prof. Dr. dr. Teddy Onteseno, sp.A(K)spJp, FIHA tapi lupa ke sana karena apa. Sekarang saya jadi inget. Jadi dulu pas Keefe umur 2 bulan, pagi-pagi mama saya menemukan seperti nasi di lubang kencing Keefe. Saya waktu itu sempat kepikiran, mama saya bilang, "ngga papa itu kotoran, tapi kalau mau pasti yaudah ke dokter aja.". Yaudah ngga pikir panjang saya memutuskan untuk ke Prof Teddy sore harinya. Sebelum ke dokter saya searching dan  meyakini kalau butiran seperti nasi itu adalah smegma. Singkat cerita, Prof Teddy kasih intruksi dan mem-praktikan soal membersihkan penis, ditarik tapi tidak perlu sampai keujung kemudian dibersihkan dengan kasa basah. 

Sampai usianya 6 bulan, Keefe montok ngga pernah sakit bahkan vaksinpun tidak demam yang sampai harus saya kasih obat. Tapi karena saya sempatkan konsul ke beberapa dokter untuk MPASI, hampir semua dokter melihat penis Keefe, membuka, dan menarik kulupnya sampai ujung yang ternyata banyak kotoran. Ngilu bok. Ngilunya bukan hanya lihat kotoran tapi cara menarik penis Keefe. Jelas nangis dan berdarah. Kata dokter sih lengket karena ngga pernah dibersihkan kaya gitu. Iyalah. 

Kemudian saya ke dr. Meta. Di situ saya tahu bahwa ISK bisa menyebabkan berat badan Keefe naiknya seret. dr. Meta satu-satunya dokter yang mengerti bahwa membersihkan penis bayi sampai bawah adalah hal yang menyakiti bayi. dr. Meta ngga menyarankan untuk tarik penisnya tapi cukup bersihkan dengan air mengalir. Makanya doi dan semua dokter-dokter yang saya kunjungi satu suara untuk SUNAT. 

Sejak usia 6 bulan itu, Keefe jadi sering demam. Entah tumgi entah lainnya. Sering aja demam. Berat badannya juga tidak naik signifikan. GTM pula. Sebagai ibu millenial yang selalu disounding soal stunting jelas saya panik. Ngga mau dong anak saya pendek dan apalagi ngga cerdas (nanti dibilang nurun ibunya karena bapaknya ngga diragukan kecerdasannya, ngga maulah saya difitnah, hahahaha). 

Nah saya udah tuh keliling dsa. Hampir semua dsa yang ada di salah satu RSIA di Kota Surabaya ini saya datengin. Pernah juga saya jauh-jauh ke dsa yang ada di Kota Satelit ketika Keefe demam sekaligus pengen konsultasi BBnya. Tapi ngga ada yang pas di hati. Ada yang resepin antibiotik padahal bilangnya Keefe kena virus, eh gimane? Maunya sih konsultasi ke dr. Meta apadaya antriannya bak Cinta menunggu Rangga. 

Suatu ketika Keefe demam di Pamekasan, mama saya bawa Keefe ke dokter, dan didiagnosis Keefe ISK karena lubang penisnya kecil. Dokter bilang opsi terbaik memang sunat, tapi kalau toh ngga mau, ISK juga bisa diobati dengan rutin antibiotik. Mama saya cerita gitu saya langsung propose ulang untuk sunat Keefe ke Dicky. Akhirnya Dicky setuju. Tapiiii ngga eksekusi juga. 

Sampai beberapa waktu kemarin, Keefe nangis dong pas tidur sambil pegangin penisnya. Saya buka diapersnya masih nangis sambil pegang penis. Berhasil tenang dan tidur lagi setelah saya olesin Kutus-Kutus di badan dan kakinya. Besoknya, pas lagi di kampus, mama saya telpon bilang Keefe nangis mulu pegangin penis. Ngga banyak cincong sebagai orang yang peduli ilmu (cieh) saya langsung cari rekomendasi dokter. Saya bikin beberapa appoinment sekaligus di beberapa RS dengan dokter yang recommended. Akhirnya saya putuskan udahlah ke RS Mitra Keluarga Waru aja yang deket dari rumah biar ngga ada siapapun yang merekomendasikan dsa yang ada di sana. Akhirnya saya ke dr. Andy Darma. Dan terharuu. Dokternya enak banget sumpah jelasin panjang lebar, ngga buru-buru, dan ngga banyak obat saya dapet. Yang paling penting mengedukasi.  

Diagnosis dr. Andy, Keefe ISK. Lubang penis Keefe dilihat memang kecil, fimosis tapi ngga parah. Sunat salah satu opsi terbaik. Nggapun ya bisa diobati. Samalah seperti kata dsa di Pamekasan. dr. Andy menjelaskan kemungkinan sembuh dan kambuh ISK akan selalu ada sampai anak disunat. Jelas harus diobati karena memang salah satu penyebab berat badan Keefe ngga naik bisa jadi karena ISK. Sekalipun banyak makan tapi makanan tersebut dipake buat melawan bakteri. Pun salah satu penyebab GTM. Karena anak ISK bisa jadi ngga napsu makan. 

Pulang dari dr. Andy saya langsung survey dokter bedah umum, bedah anak, dan urologi di RSIA Kendangsari, RS Bedah Surabaya, RS Mitra Keluarga Waru, dan RS Darmo. Survey tanya harga dan metode sunat. Karena mau ngga mau, sempat ngga sempat, Keefe harus segera disunat ! Akhirnya pilihan saya jatuh ke dr. Poerwadi, Sp.B., Sp.Ba. Selain namanya sering saya dengar ketika ada kasus kembar siam, beliau juga dokter yang meng-khitan dua adik saya. 

Ada sebuah (ea sebuah) dialog saya dengan Dicky yang bikin saya "diih apaan sih" pas saya mau berangkat bawa Keefe konsul ke dr. Poerwadi. Dicky tanya, "Yakin mau disunat? Kalau rewel gimana? Kalau sakit gimana?". Yakinlah pak brooo. Pastilah Keefe akan rewel dan itu penis dipotong masa ngga sakit? Tapi justru kasian Keefe dan (sudah tentu) saya juga. Saya ngga mau Keefe stunting karena ISK. Yah ngga usah stunting deh terlalu ekstrem. Demam berulang karena ISK kan ngga banget juga. end.

dr. Poerwadi bilang Keefe fimosis dan harus sunat. Ada jendulan di penis yang saya lupa namanya. Metodenya laser. Tapi harus bius total karena umurnya tanggung. Pas eksekusi meski ngga merasa sakit pasti nangis, ntar trauma. Lebih kecil atau sekalian besar bisa bius lokal. Kata dr. Poerwadi ngga perlu tes alergi, ngga diinfus, dan tidak opname. Karena bius total, Keefe harus puasa selama 5 jam. Jadi kami menjadwal operasi pk 7 pagi pas anak baru bangun. PR saya agar Keefe ngga rewel selama tidurnya saya tetap boleh nenenin tapi harus memastikan bahwa payudara saya kosong. Triknya, kata dokter, bangunkan Keefe pk 1 dini hari untuk makan dan nenen. Kemudian saya pompa ASI sampai kosong untuk diempeng Keefe. Terakhir kali makan/minum pk 2 dini hari. Selebihnya ngempeng. Tapi itukan teori ya, hahaha.

Saya ngantuk ngga sanggup pumping. Jadilah Keefe saya nenenin sampai 2.30. Pk 4.30 Keefe minta nenen. Saya bangunin aja sekalian. Saya ajak main sebentar terus saya mandikan bersiap ke RS. Perjalanan ke RS, Keefe dipangku mama di kursi tengah. Biasanya saya pangku di depan. Pas perjalanan Keefe beberapa kali crangky minta nenen. Tapi bisa diatasi dengan dialihkan. 

Pk. 7 di tanggal 30 Agustus 2019, saya sampai RS. Dokter belum datang. Sampai jam 8 ngga ada tanda dokter datang. Keefe mulai haus, Mama dan Dicky juga ngga kalah crangkynya mempertanyakan kemana dokter. Saya harus waras jadi emmoh banget denger celotehan mama dan Dicky. Saya gendong Keefe menjauh dari mereka berdua. Saya tenangin Keefe dan sabar menunggu dokter. 

Pas dokter dateng (ternyata dadakan operasi pasien usus buntu yang udah pecah), kami-kami yang mengantar Keefe ditanya siapa yang mau ikut masuk, satu orang. Saya tanya perawatnya apa ngga bisa saya dan Dicky ikut masuk. Sayangnya, Ngga bisa. Saya pengen masuk tapi kasian Dicky juga pengen masuk ke ruang operasi. Saya dan mama akhirnya merajuk dokter hingga akhirnya bapak-ibu Keefe ikut deh ke dalam ruang Op. 

Saya lihat tuh bagaimana Keefe nangis digendongan saya sampai dia tertidur karena menghirup bius yang disalurkan lewat macam oksigen. Saya tidurkan Keefe di kasur, saya pegang tangannya, saya lihat dari dokter menumpahkan (semacam) betadine ke penis Keefe untuk sterilisasi, saya tahu setiap proses khitan. dr. Poerwadi juga mengedukasi sekali. Setiap mau melakukan tindakan dokternya kasih penjelasan bagian-bagian penis. Kami juga ditunjukkan bagian perineum dan skrotum. Jendulan pas konsultasi sebelumnya juga dijelaskan letak yang sebenarnya. Beliau jelaskan benangnya bernama atraumatik jadi ngga perlu buka jahitan lagi. Saya tanya mana smegmanya. Pas bagian itu dibuka, waooowww banyak banget kotoran bernama smegma itu, kaya gajih yang mengelilingi kulupnya, lubang kencing Keefe juga kecil banget. Dokter bilang terlambat sunat kemungkinan bisa tersumbat. Pas ke dsa-dsa sebelumnya, ngga pernah sebanyak itu. Sumpah gumpalan-gumpalan gajih masih jelas diingatan saya. Yang bikin saya bangga, dr. Poerwadi tanya "Ibu sebelum ke sini sudah banyak baca ya?".

Operasi berlangsung 15 menit. Tidak diperban langsung dipakaikan celana sunat. Setelah op, dokter anastesi melepas oksigen bius dan menjelaskan kalau Keefe sekarang sudah tidur selayaknya orang tidur. Lama sebentarnya tidur bergantung kebiasaan Keefe sendiri. Apalagi tadi dibangunkan subuh bisa jadi ajang balas dendam. Dokter menjelaskan ketika bangun pasti akan langsung nangis kejer karena di ingatan terakhir sebelum op adalah menangis. Boleh memberi minum air putih ketika mata sudah benar-benar terbuka. Untuk menghindari tersedak. Ketika aman 15 menit setelahnya baru boleh nenen atau minum susu. 

Ngga lama setelah sampai ruang pemulihan, Keefe bangun. Doi kebangun karena kesentuh suster agak kenceng pas susternya mau pasang oksigen (literally oksigen). Dan bener aja, Keefe langsung nangis kejer, langsung buka mata. Mau saya kasih minum kan kasian haus. Ngga boleh dong sama susternya. Disuru tunggu-tunggu mulu padahal udah jelas Keefe buka mata lebar banget. Lama-lama di sana saya yang bisa crangky. Susternya banyak omong banget, bilang namanya anak kecil. Iye saya tau tapi ni anak haus makanya nangis. Tapi saya juga ngga berani kasih minum dong T_T.  

Ngga tau deh berapa lama sampai akhirnya Keefe boleh minum, sempet muntah, karena nangis sih menurut saya. Terus saya buru-buru minta pulang karena udah jenuh sama ruang pemulihannya, kerasa ngga enak aja sama tempatnya. Dan bener aja, keluar dari ruang pemulihan Keefe langsung tenang. Udah ngga kaya orang abis sunat. Sorenya langsung saya ajak main ke luar rumah. Saya pakein celana agak longgar setelah pake celana sunat. Udah deh aman sentosa jauh dari rewel, crangky, apalagi tantrum ngga jelas. Main udah loncat-loncat, naik ke atas trotoar sendiri. Tetangga ngga ada yang tau Keefe abis sunat karena main kaya biasa. Ngga ada cerita nangis sentuh-sentuh penis. Besok paginya juga langsung naik sepeda polisi kaya biasa.

Tapiii, jalan mulus ngga selalu mulus, gengs. Untuk olesin salep di penis butuh dua bahkan tiga orang. Sebenarnya di H+1 pasca sunat Keefe mulai kalem ketika oles salep meski masih nangis. Tapi di H+2, karena dari subuh Keefe diare celana sunatnya habis. Saya nekat kasih celana dalem biasa yang agak longgar. Mama saya waktu itu lagi di Pamekasan. Pas dipakein itu Keefe ngga kenapa-napa, main seperti biasa. Sampai akhirnya dia pipis. Ganti celana dong ya. Tapi, pas mau buka celana itu ternyata CDnya lengket dong di penis. Huhu, maafkan ibu tapi gimana daripada ngga pake CD malah makin banyak resiko. Pas saya lepas kesakitan lah dia. Sejak itu nyalepin Keefe butuh tiga orang, karena dia berontak banget tendang-tendang orang. Trauma, kasian.

3 September 2019 kemarin saya bawa Keefe kontrol. Dokternya ngekek-ngekek karena Keefe belum mandi padahal 2 hari pasca op harusnya Keefe udah mandi. Keefe dapet treatmen baru. Sudah ngga pake salep lagi. Tapi dua kali sehari pas mandi harus berendam di air hangat yang dicampur Dettol selama 15 menit, kemudian dikompres air H2O2 dan ditaburi "bedak". Dokter juga sedikit ngomel karena sampai hari itu Keefe masih konsumsi obat padahal ngga rewel. "Kalau ngga rewel berarti ngga sakit bu. Berarti ngga perlu obat", katanya.

Bye bye drama oles oles salep.

Well begitulah sunat pada anak umur tanggung yang belum bisa di-sounding, belum bisa ngomong sakit. Ternyata tidak semengerikan yang dipikirkan. Padahal saya sudah mempersiapkan diri agar kalau-kalau Keefe rewel kesakitan. Nope. Ngga terjadi samsek. Anaknya lari-larian, muter-muter, pura-pura jatuh, yaa seperti Keefe pada umumnya #apaan. Pipis seperti biasa. Dan karena disunat, Keefe jadi tau bagian tubuhnya yang bernama penis. 

Saya jelaskan, "Penisnya sakit ya abis disunat. Coba mana penisnya?" dia tunjuk penis, wkwkw. Biarpun Emak, engkong, dan lain-lainnya sebut penis as "tutuk" dia tetap ngerti yang ibu bilang. Penis. 

Kemarin ada DM yang tanya berapa biayanya. Biaya operasi 10.5 juta ya, gengs. Emang lumayan bikin lumanyun. Tapi saya berpegang pada prinsip orangtua saya, duit bisa dicari utang bisa disaur. Meski ngga sampe bikin daftar utang baru sih. Biaya tersebut belum termasuk biaya konsultasi sebelum Keefe sunat, kontrol, dan obat ya. Saya masih ada PR kontrol Keefe minggu depan. Jadi total biaya belum tau fixnya. Sejauh ini sih kurleb 12 juta keluar dari ATM. 

Saran saya sih apalagi buat yang punya asuransi (mungkin bisa di-claim mungkin juga ngga) atau di-cover kantor, bayi merah langsung aja dikhitan. Kata dokter sih lebih cepet sembuh. Apalagi sekarang banyak banget bayi ISK dan fimosis. Udah deh biar ngga drama-drama ISK.

Dan satu hal yang bikin saya happy soal keputusan saya kekeuh khitan Keefe adalah napsu makan Keefe sangat meningkat. SANGAT. Ngga pernah deh Keefe "semenggila" ini soal makan. Biasanya mah GTM. Sekarang dia dateng sendiri untuk buka mulut, biasanya harus dikejar. Erik makan dia ikut makan, beberapa menit kemudian saya makan Keefe makan lagi. Thank God.

Semoga berat badan bertambah ya Keefe. Bukan untuk gendut, tapi untuk yang seharusnya. 

  

Tuesday, August 20, 2019

Kesuksesan Rumah Tangga (?)

Lama juga ngga bikin postingan blog. Sebenarnya udah ada beberapa tulisan setengah jadi yang kemudian hanya menjadi draft belaka. Bulan ini lagi banyak deadline kerjaan tapi magernya ngga ketahan, jadi numpuk, ahelah. 

Nah hasil dari mengabaikan kerjaan karena nonton yutub sore ini ini jadi membuat saya melalaikan kerjaan lagi demi menulis pendapat soal apa yang saya tonton dan dengar di kanal yutub tersebut. Beberapa hari terakhir saya suka nonton yutubnya Ussy-Andhika dengan konten teman tidur. Seru aja dengerin pillow talk yang menurut saya emang penting dilakukan pasutri. Menurut saya, pillow talk itu cara jitu deh buat menjaga keintiman, merasa dibutuhkan, keharmonisan. Alih-alih jalan-jalan katakanlah hanimun kedua lah whatever you say, saya memilih pillow talk kalau memang harus memilih salah satunya :p. 

Hanimun itu penting tapi kan ngga setiap saat bisa, nah pillow talk itu ngga ada modalnya, ngga keluar duit, bisa tiap hari. LDR? Yaa telponlah. Modal pulsa dan kuota lah, lol. Pillow talk lancar artinya komunikasi oke. Komunikasi dalam rumtang itu menurut saya ngga hanya sekadar ngobrolin anak lo ya. Tapi cerita si ini si itu, gosipan lah ya, terus diobrolin baik buruknya gimana jadi ghibah yang bermanfaat (daripada ghibah sama tetangga mending sama suami, yekan?) atau baru pulang nonton nih bisa tuh jalan ceritanya jadi bahan diskusi, kaya ini dan ini. Yaah persislah dari apa yang dilakukan ussy-andhika terlepas itu bahan untuk konten yang mana obrolan konten itu secara ngga langsung juga bermanfaat untuk kehangatan hubungan mereka.

Dulu pas SMP saya punya temen segeng nih. Bertiga, udahlah rasanya paling alay dan lebay nih saya seorang. Alay yang kalau diinget sekarang tu jijik banget, wkwkw. Temen geng taulah ya baik buruknya. Sayangnya geng kami bubar jalan ngga pernah ketemu lagi sejak kuliah. Pas SMA sih masih sekali dua kali kopdar. Kami saling jumpa lagi pas satu sama lain menikah. Ketemunya juga cuma dadah dadah dari pelaminan. Nah kami ketemu lagi itu pas teman saya nengokin Keefe waktu baru lahir sama suami dan anaknya serta teman segeng lainnya. Kami nostalgila tuh cerita jaman menjijikkan yang berkesan. Yang bikin saya iri banget. Suaminya tau semua cerita-cerita itu, gaes. Jadi kami semua ketawa karena udah saling tau ceritanya. Bahkan cerita soal keburukan-keburukan saya yang ngga pernah terlintas untuk saya ceritakan ke Dicky itu suami teman saya tau. Jadilah saya dibuli sama pasutri ngehe itu. Saya iri banget, berarti komunikasi mereka lancar kaya jalan tol. Rutin pillow talk bisa jadi.

Daaan, balik soal konten nih. Apa sih yang bikin saya ngebet nulis blog? Awalnya saya selow aja dengerin obrolan mereka sampai andhika bilang, "tapi mereka berhasil loh (!)" dalam konten yang judulnya Emang Masih Ada yang ditutupin. Yang tadinya saya diem aja terus langsung "emang berhasil dari sebuah pernikahan itu dari lamanya ya?". 

Kalau kalian males nontonnya, nih aku ceritain sekilas (anggep aja males nonton tapi semangat baca nyahahaha). Jadi isinya tuh menyoal pasutri dengan privasi, Aseek. Ussy itu cerita ada temennya yang sampai punya kamar privasi, jadi suami ada kamar istri juga ada kamar terpisah selain kamar bersama. Terus Ussy bilang ngga abis pikir kok bisa ya begitu tapi si teman itu nikahnya udah puluhan tahun loh. Andhika said, berhasil dong.

Oke, jika itu kesepakatan kedua belah pihak yang membuat nyaman dan tetap hangat satu sama lain. (karena yaaa nyaman belum tentu "sehat" kan) itu berhasil. Tapiiii, kalau privasi yang sedemikian justru membuat jarak meski pernikahan bertahan sampai tujuh turunan? ehmmm ehmmmm ehmmmmmmmmm. 

Jadilah ya, saya nih bukan tim privasi bukan juga tim melarang privasi. Ngga pernah sih ada obrolan soal privasi sama Dicky. Dicky tau password hp saya, demikian pula saya. Kami punya dua kamar. Tapi yang satu jadi kamar adik saya, lol. Saya tau tiap rumtang punya caranya sendiri menjaga kehangatan keharmonisan dan kebahagiaan. Menurut saya itu paling penting. Suami istri bahagia nih tapi jalan sendiri-sendiri, istri dimana suami ngga tau, suami ngapain istri ngga peduli, tapi mereka bahagia, mereka nyaman dengan kondisi itu, tapi mungkin ngga sih mereka punya kehangatan (?).

Okelah, privasi individu itu nomer satu. Kamu ngga boleh ya buka-buka hp aku. Akupun ngga buka hp kamu. Ngga tau password media sosial kamu. Eh tapi tiap malem selalu ngobrol dong sebelum tidur. Apapun. Selalu ngabarin lagi dimana. Privasi tapi terbuka. Kalaupun ada yang sesuatu yang ngga diketahui pasangan bukan karena rahasia tapi karena belum cerita aja. Kalau saya sih mending gini ya. Lagi-lagi itu kalau saya.

Menurut saya nih untuk kalian yang belum menikah (karena yang udah terlanjur menikah yaa gimana lagi hahaha), kalau kalian (maunya) menjunjung tinggi privasi, atau kalian tim (pengennya) tanpa privasi harapnya dicatet dan diobrolin sama calon. Jangan sampai kalian dan pasangan ada di tim yang berbeda. Ada di tim yang berbeda sih ngga papa asal kalian sepakat di awal. Biar ngga kaget gitu loh. Loh kok pas pacaran mau pup aja pamit laa ndalah pas nikah sukanya ngilang sampai ketemu di rumah waelah. Kalau kalian yakin bakalan baik-baik aja karena perbedaan itu ya sok lanjutkan. Kalau ngga yakin mah mangga atuh cari yang satu tim. Nikah mah ngga usah buru-buru lah dikejar apa sih?

Katanya, nikah itu adalah menyatukan perbedaan, nikah itu gampang, jangan takut sama perbedaan. Ya kali perbedaannya kamu suka kopi ku suka susu oohh. Tapi kalau perbedaannya buanyaak banget atau satu aja deh tapi prinsipil yah susah, bos. Makanya penting banget segala sesuatu yang sifatnya prinsip, visi, dan misi itu diomongin sebelum nikah. Pacaran tahunan yang katanya macam kredit mobil itu ngga jamin kamu ngga bakalan kaget sama perubahan sifat dan sikap pasangan pasca janji suci kalau kamu ngga pernah ngobrolin pandangan hidup ke depan tapi cuma hahahihi ku cinta dia terima dia apapun. 

Makanya sejak masih kuliah saya sih tertarik sama konsep taaruf yang (cmiiw) pake proposal itu. Meski ngga sampai menjalankan taaruf (anw, saya sempet pengen dijodohin loh) ya karena udah keburu kenal Dicky, hihihi. Setau saya kan proposal yang dituliskan itu berisi visi misi pandangan hidup ke depan yang ditulis sebenar-benarnya. Iyalah sebenar-benarnya kan kita belum tau siapa orangnya. Jadi bukan kucing dalam karung. Setelah proposal jadi tu proposal kita berikan ke pihak ketiga. Nah pihak ketiga ini yang akan cari siapa calonnya. Si calon baca, setuju, dia akan buat proposal balik untuk pengirim. Kalau ngga setuju sama isi proposal yaudah bilang aja ke pihak ketiga, yang lain deh yang lain. Lalu si pihak pertama akan baca balasan proposalnya. Kalau setuju berlanjut kalau ngga ya stop. Ada teman saya bercerita, setelah sama-sama menyetujui proposal dari masing-masing, dia dan (calon) suaminya menyiapkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang fundamental biar makin sreg gitu. Itu belum saling ketemu ya, jadi ngga tau tuh wujud rupa satu sama lain. Bener-bener niat nikah karena ibadah. Katanya sih kalau kamu tipe tim fisik is numero uno jangan coba-coba bilang iya siap dikhitbah tanpa lihat fotonya. Pertanyaan-pertanyaan terjawab puas dengan hasil diskusi dan kompromi, iya dengan kompromi kalau ada pendapat-pendapat yang ngga sesuai satu sama lain, baru deh ketemu. Kalau ngga salah ingat sih, pertemuannya hanya dua atau tiga kali. Pertama hanya dengan pihak ketiga baru selanjutnya dengan masing-masing keluarga. Nikah deh.

Proses kaya gitu sih menurut saya jelas ya demi keberhasilan rumtang sesuai definisi keberhasilan menurut saya. Pasangan yang bisa menjaga rumtangnya sampai maut memisahkan menurut saya belum berhasil jika salah satu pihak ngga bahagia. Balik ke soal privasi. Suami atau istri (salah satu pihak) menjunjung tinggi privasi tapi pihak lainnya ngga, yawislah daripada berantem mulu ikutan tuh membuat privasi yang tadinya dia mau cerita apapun jadi batal cerita. Bisa loh membuat hubungan suami istri jadi hambar. 

Saya ngga bilang privasi itu jelek ya. Yang penting mah sama maunya deh pasutri itu. Kalau sepakat (keyword) privasi itu me time dan bentuk menghargai pasangan sebagai individu yang punya jati diri selain harus sebagai suami/istri/ibu/ayah yaa sok dijalankan demi keberhasilan rumtang. Kalau "beda mau" mah ya dikompromikan. Karena perselingkuhan terjadi bukan hanya karena ada kesempatan seperti kata mba Ussy tapi karena ada masalah. Masalahnya apa? Yaa sereceh melupakan "pamit ketika pup" atau serumit ngga pernah satu jalan dan satu suara sama pasangan.                

Thursday, August 8, 2019

Keefe 15 bulan

Nyempetin nulis milestone 15 bulan nih pas lagi nunggu nyuci motor, killing time ceritanya.

15 bulan ini Keefe bisa . . .

dieksploitasi
Udah bisa disuru dan kayanya masih hobi disuru-suru. Eh salah minta tolong maksudnya, wkwkwkw. Ibu lagi skinkeran ada sampah kapas, "Keefe tolong buang dong ke tempat sampah." kutukkutuk dateng dan buang ke tempat sampah. Alhamdulillah lebih banyak dapet jackpot abis buat ke tempat sampah balik lagi. Udah jarang zonk berhasil buang ambil yang laij dari tempat sampah.

Ibu mager terus minta tolong, "Keefe tolong dong matikan kipas angin". Waow tak kusangka bisa loh.

Ibu mau berangkat kerja mau buka pintu lo pintu dikunci. Kunci ngga ada. "Kunci rumah mana ya Keefe?" geol geol celingak celinguk lalu Keefe temukan kunci rumah di karpet depan TV, Keefe ambilkan buat Ibu.

Mang Erik di depan tv ngobrol sama ibu, engkong, dan Emak. Terus Erik ngomong, "Keefe tolong dong ambilin HP di kamar". Yaahh sigap berdiri buat ambil. Kami yang di luar ngintip sambil menertawakan dong, haha. Keefe di dalam sibuk nyari, naik ke atas kasur buka-buka bantal. Buka tas dan tereeenng ketemu ada di bawah tas. Terus tertawa bahagia dan jalan kasih HPnya ke Erik.

Peluk
Emang udah ngerti peluk kan. Kalau tidur kan seringnya di atas badan saya sambil nenen atau badan emak (tentu tidak sambil nenen). Nah sekarang di atas saya tidur terus tangannya meraih tangan saya atau emak terus ditaruh di atas punggungnya.

Kosakata makin banyak
Udah bisa niruin ngomong tante dengan tate. Terus yang terakhir yang bikin bahagia adalah nenen. Beberapa kali saya dengar Keefe bilang bhuu tapi pas disuru ngomong dia ngga mau. Kalau udah keburu manggil ibu dengan mamaaaa. Kalau saya perhatikan Keefe ngga PD ngomong sesuatu yang ngga bisa dia sebut dengan jelas. Pas ngomong tante sekali dengan tate itu dia mau disuru berkali-kali. Nenenpun. Tapi tidak dengan bhuu.

Makan minum auto duduk
Diajarinnya bentar doang. Terus Keefe otomatis duduk. Misal nih dia bawa UHT nyamperin saya sambil "eh eh" minta bukain. Belum saya suru Keefe udah auto duduk. Mau makan pun begitu. Meski kalau makan masih sering ngga betah duduk. Kejar-kejaran lagi.

Iseng
Jadi kan Keefe udah tau rasa panas, udah saya pegangin mangkok bakso panas pas dia maksa pegang. Udah pernah pegang daleman magic com yang super panas. Saya udah bilang itu panas, Keefe tetep buka tutup magic com meski dia hati-hati takut kena pancinya. Saya biarin deh makin dilarang makin jadi kan. Ke nyos dong, kapok. Hahah. Saya bilang, "kan aku sudah bilang kalau panas. Itu namanya panas ya. Coba pegang lagi". Yaa ogah ibuuu. .

Lain cerita, Emak lagi nyetrika. Keefe mendekat ibu emak langsung teriak panaaass. Keefe langsung ngga jadi pegang setrika. Laa tapi dia iseng purapura mau pegang setrika. Emak dan ibu awalnya teriak kan. Terus karena tau ni anak iseng keliatan dari tampang cengengesannya yaudah kami biarin. Kami bilang yaudah deh pegang aja. Yaa ngga dipegang juga.

Tapi karena tau panas Keefe jadi tau sebelum makan harus ditiup.

Iseng suka gigit dan nyubit. Entah tau darimana dia nyubit. Tapi namanya anak makin dilarang makin disuru. Asa perintah dibuat untuk dilanggar.

Variasi permainan
Udah tau kan bola itu ditendang. Sering banget ada bola dia mundur mundur dulu terus jalan maju lalu tendang. Ni anak kenapa ya. Ternyata pas ada Dicky, Dicky lihat Keefe main bola mundur dulu terus bilang, "ooh dia merhatiin pas Al main bola". Oohh good.

15 bulan kemarin Keefe sempat jijik sama nenennya. Dia ogah nenen. Kebingungan. Dia pengen banget nenen. Tapi begitu dibuka dia nangis jijik gitu minta bra saya ditutup. Saya tutup la dia nangis karena pengen nenen. Keefe galau ibu juga dong. Pas mau tidur emak bilang kasih botol ya. Tentu saya tolak. "tunggu dulu coba dulu". Akhirnya sebelum tidur Keefe gelisah buka tutup bra saya. Saya gendong. Saya tidurin lagi. Coba nenen berbagai pose. Sampai akhirnya Keefe ngantuk baru mau nenen karena udah ngga sadar. Tiga hari begitu. Sampai akhirnya saya makin galau karena Emak harus ke Pamekasan dan Keefe harus ikut. Nanti gimana kalau Keefe jadi yakin ngga mau nenen. Waktu itu saya sempet sebel sama keadaan. Terus mama bilang, "Udahlah. Mau kok nenen". Yaudah bekal omongan mama saya relakam Keefe dibawa mama. Tapi saya melepas Keefe tetap dengan kegalauan. Dan akhirnya Keefe balik ke Surabaya dan menyambut nenen dengan suka cita. Ngga drama lagi jijik sama nenen. Alhamdulillaahh. Omongan emak emang tiada duanya.

Dan yah akhirnya di 15 bulan ini saya berhasil imunisasi MR Keefe yang harusnya dilakukan saat usianya 9 bulan. Dokter bilang, "waah ini mamanya nakalan baru imunisasi sekarang". Saya jawab, "Dok lihat deh rekam medis Keefe, saya bawa ke sini itu niatnya vaksin dok, bukan periksa, tapi jadinya ngobat karena Keefe demam."

Beberapa hari kemarin saya ajak Keefe ke Jakarta naik kereta dan pulang dengan pesawat. Sungguh melelahkan akhirnya kumerasakan apa yang ibu-ibu lainnya rasakan. Makin gede makin capek. Mana Keefe caper sama penumpang lainnya. Masa ya dia pegang sampah plastik bekas snacknya dia kasih dong ke penumpang di belakang. Keefe bilang, "ppahh". Maksudmu minta tantenya buat buangin gitu.

Tipsnya apa ajak bayi dengan transportasi umum? Sabaaarrrr. Udah deh berkali-kali menghela napas karena batre bayi asa pake apa ya. Ngga abis-abis terus sekalinya ngecharge cepet banget keisi full.

15 bulan ini Keefe udah saya kasih makanan pedas. Tenang. Itu semua pas saya lagi makan sambel Keefe recok minta. Saya bilang pedes loh. Maksa. Yaudah saya jilatin aja tangan saya ke mulut. Nangis lah kepedesan. Nah udah tau kan yang namanya panas dan pedes. Mau apalagi Keefe? Sini ibu kasih.

Tuesday, July 16, 2019

Resiko punya Anak

Saya baru aja pulang dari mol, motoran dari kampus-mol-rumah. (hanya sekadar) Nonton Dua Garis Biru, sendiri. Sebagai (yang kata Dicky) orang yang gampang terpengaruh media sosial, jadilah saya impulsif beli tiket nonton setelah baca komen ibu-ibu jaman now soal film tersebut.

Ini adalah kali kedua saya nonton sendiri. Sebelumnya saya nonton Keluarga Cemara. Padahal mah saya suka ke mol. Tapi juga sering mager. Jadilah saya jarang banget ke mol meski saya suka, lol. Tapi setelah punya anak kaya ada yang mendorong gitu buat bela-belain nontom film keluarga meski sendiri aja. Not bad lah. Kelar nonton saya langsung pulang.

Gimana filmnya bagus ngga? Absolutely, yes. Ngga nyesel saya jabanin nonton sendiri. Film yang buat saya berkaca-kaca sekaligus mikir. Mikir mulu deh.

Dua pasang ortu yang berbeda menyikapi anaknya ketika kedapatan tengah berbadan dua. Terus saya mikir (amit-amit) itu kejadian sama keluarga saya, saya akan seperti apa.

Yaaah janganlah dibayangin yang jelek-jelek. Berusaha aja kasih ilmu agama yang dalam sama anak.

Hey, ayolah. Ngga ada ortu yang mau hal buruk terjadi sama anak, kan. Selain membentuk pondasi agama dsb di keluarga kayanya penting juga untuk memikirkan hal-hal buruk yang mungkin akan terjadi kira-kira apa sikap kita. Biar ngga kelabakan nantinya. Liat aja, berapa banyak orangtua yang memasukkan anaknya ke pesantren dan berapa banyak dari mereka yang tertangkap narkoba. Berapa banyak pemuka agama yang bertindal cabul. Jadi kayanya semua itu bisa terjadi sama siapapun. (bersembunyi di balik) namanya juga manusia.

Dulu sodara mama saya pernah ngomong, "enak punya anak laki. Punya anak cewe mah susah jagainnya." Kalo liat dari film DGB, sama aja deh. Punya anak cewe cowo sama-sama punya resiko, menghamili atau dihamili.

Ada kalimat dalam DGB yang bikin saya mikir, oh iya juga. Bener juga. Ini salah satu cara mengurangi resiko tersebut yang ampuh menurut saya. Kalimat ibunya Bima ke Bima. Kurleb kaya gini.

"Coba ya Bim, dulu kita sering ngobrol kaya gini. Mungkin hal kaya gini ngga bakal kejadian. Makanya, ibu ngga mau Adam (calon anak Bima) diasuh sama orang. Kamu orangtuanya. Kamu harus sering ngobrol sama anak kamu".

Jleb banget, ya. Menurut saya, Pondasi terkuat adalah komunikasi ortu ke anak. Okelah komunikasi dengan pasangan boleh sulit. Tapi jangan anak. Harus sering-sering ngobrol sama anak. Harus berusaha ngerem untuk motong anak cerita. Apalagi dikit-dikit interupsi buat nyalahin. Ntar doi males cerita sama kita, ya ngga. Apapun baik buruk saya mau saya adalah orang yang Keefe percaya. Saya mau jadi tempat pertama Keefe cerita apapun tentang perasaannya, kejadian yang dia alami, bahkan hal receh sekalipun.

Kalimat kedua pas Dara lagi cekcok sama mamanya. Papa Dara bilang gini, kurleb ya,

Papa Dara : "Kamu coba ya kalo lagi marah sama mama kamu jangan pake nada tinggi."

Dara : "papa juga sama aja"

Children see children do. Wei, pengen anak menghormati orangtua tapi di depan anak ngga bisa menghormati pasangan?

Dan yah banyak banget hikmah-hikmah yang bisa diambil dari film apik ini. Bisa jadi bahan diskusi soal sex education sama anak. Bisa jadi bahan diskusi sama suami (oho) kalau-kalau ini menimpa meski amit-amitlah.

Coba baca artikel di mommiesdaily.com ini deh. Biar cenat-cenut sambil bangun pondasi juga harus mikir kalau hal yang tidak diinginkan terjadi kita mesti apa.

Penutup, kalimat dari mamanya Dara,
"melahirkan itu pekerjaan sekali. Jadi orangtua itu pekerjaan seumur hidup".

Thursday, July 11, 2019

Ibu yang Insecure

Setelah punya anak, banyak banget hal-hal yang bikin saya resah dah gelisah #tsah. Kemarin saya baca IGs temen saya yang intinya temen saya ngga mau anaknya ngga dapetin apa yang ngga bisa didapet sama temen saya. Well, itu ngga salah sih. Tapi saya justru berbeda. Dan berbeda kan ngga papa ya #mantra.

Keluarga saya tidak kaya, cukuplah. Cukup untuk berutang, hahaha.

Saya tidak pernah menyesali masa kecil saya. Kalau dipikir-pikir saya ngga pernah merasa kekurangan. Meski mama papa cerita pernah sekadar beli kue putu aja saya nangis jejeritan karena mama papa ngga ada duit untuk belikan.

Saya pernah ada di posisi bertahun-tahun mudik dengan kol atau bis mini alias angkutan umum ke Bangkalan. Dilanjutkan di hari H lebaran ke rumah buyut saya di Surabaya juga dengan angkutan umum. Jangankan mobil, pernah bertahun-tahun kami hidup tanpa motor.
Tapi saya ngga pernah merasa itu adalah nestapa.

Makanya beberapa waktu lalu saya malah excited bawa Keefe naik bis. Dicky bilang kasian Keefe. Why? Kenapa kasian? Bis sekarang udah nyaman. Kalau ada yang harus dikasihani, sayalah orangnya, lol. Keefe mah tinggal duduk diam sama aja kaya naik mobil pribadi. Yang rempong kan ibunya kudu gendong 10 kg naik turun bis, ya ngga.

Saya pernah ada di posisi pengen mainan tapi selalu saya dapatkan. Beda sama adik saya yang kadang harus tantrum karena ngga bisa dapet yang dia pengen. Kalau papa saya ngga bisa belikan mainan yang saya mau, biasanya mami saya (kakak papa) yang belikan. Jaman saya TK dan SD saya punya banyak barbie yang harganya minimal 199900. Satu dari papa dan lainnya dari mami papi saya. Dan semuanya hilang. Ngga ada bangkainya.

Kalau dipikirin sekarang saya nyesel, kenapa sih dulu ortu saya bela-belain beli mainan mahal ngga cukup satu.

Saya ngga galau saya ngga punya mobil, ngga bisa belikan mainan mahal. Tapi kadang saya tetep mikirin sih mainan bermanfaat tapi kok mahal? Bisa ngga saya beli buat Keefe? Huhu.

Saya tu takut apa yang dulu bisa ortu saya kasih ke saya ngga bisa saya lanjutkan ke Keefe. Apa itu?

Kesehatan. Mama papa saya tu menomorsatukan banget kesehatan. Biar kata harus ngutang itu sabodo amat asal anak dapet fasilitas kesehatan yang mumpuni. Dulu saya sakit dibawa sekali dua kali ke dokter di Pamekasan ngga sembuh mama papa saya langsung ajak saya atau adik-adik berobat ke dokter spesialis profesor di Surabaya. Sebelum berangkat telpon sana sini untuk tanya rekomendasi dokter.

Adik pertama saya pernah sakit waktu buang air kecil. Berobat ke dsa Prof Teddy, di Surabaya dan didiagnosis fimosis, harus sunat. Hari itu juga sunat di Surabaya dengan biaya yang bikin sakit perut kami. Bukan kebanyakan duit. Ingat.

Lalu adik bungsu saya. Sunat juga di dokter yang sama dengan adik pertama saya. Padahal dokter di tempat tinggal kami katanya sudah cukup mampuni untuk proses khitan. Biayanya makin bikin mual dan sakit perut. Lagi-lagi bukan kebanyakan duit.

Pas saya SMA, tulang belakang saya sakit. Mama papa saya bawa ke dokter orthopedi di Surabaya. Saya diharuskan MRI. Biayanya fantastik. Saya tau waktu itu ngga ada duit sebesar itu. Tapi kata mama saya : duit bisa dicari, utang bisa disaur (baca:dilunasi), yang penting sehat.

Jadi hal yang saya takutkan adalah saya ngga bisa kasih fasilitas kesehatan yang baik untuk Keefe. Saya ngga minta sakit ya. Tapi who knows kan? Orang kaya sekalipun mana mau duitnya dipake untuk berobat kan.

Apalagi? Pendidikan. Lagi-lagi prinsip mama papa saya. Uang bisa dicari, utang bisa disaur. Inget banget waktu itu saya mau kuliah kedokteran. Mana ada duit? Pas banget, ada kebijakan baru di kantor lama papa saya. Terus papa saya ambil kebijakan tersebut. Apa itu? Pensiun dini. Uang pensiunnya bisa buat biaya Emak (nenek dari papa) saya berobat sekaligus tambahan uang masuk kuliah saya (yang waktu itu maunya sih di kedokteran, ternyata selain uang, otaknya juga ngga cukup, sis). Mama papa saya ngga pernah bilang ngga ada duit untuk urusan sekolah anak-anaknya. Apapun dilakukan. Gadai emas, udah sering sekolah di pegadaian.

Selain itu ada lagi yang bikin saya resah. Masa depan. Selain pendidikan dan kesehatan untuk Keefe, saya takut masa depan saya bikin repot Keefe. Katanya anak adalah investasi orangtua. Heh? Kan katanya juga kasih orangtua ngga pernah pamrih? Investasi itu kan bersinonim dengan pamrih. Menurut sayah. So, Saya takut masa depan saya jadi beban untuk Keefe. Huhu. .

Banyak banget ketakutan-ketakutan. Takut doang, usahanya apa woy? Berdoa. Hahaha. Dana pendidikan udah saya rencanakan sejak Keefe belum ada di kantung kehamilannya. Sudah ada pos sendiri untuk itu. Semoga aja lancar seterusnya.

Yang belum bisa terealisasikan adalah pos untuk kesehatan dan pos untuk masa tua nanti. Walaahh. Jadi yang ditakutin duit toh. Iya hahaha. Pan pengen aye cukup tanpa berutang, bang. Kalau ngga ada pos terpisah mana bisa, wkwkwk. Mental kere. Semoga bisa merencanakan keuangan dengan baik. Biar deh skinker downgrade asal segala untuk Keefe aman. Yang penting kan rutin dirawat ya #ngelesajalaw.

Saya pernah baca katanya, tidak usah menghina Tuhan. Takut besok ngga bisa makan aja adalah bentuk penistaan terhadap Tuhan.

Ya saya tau. Tapi gimana dong. Karena tau kapasitas diri dengan keinginan tinggi jadi wajarlah saya takut. Karena dengan takut saya berdoa dan berusaha.

Ngga menikmati hidup? Ngga juga. Tiap orang kan punya cara sendiri untuk menikmati hidup. Bagi saya, menikmati hidup adalah tidur tanpa perlu pasang alarm.

Monday, July 8, 2019

Keefe 14 Bulan

Ngga ngeh kalau hari ini udah tanggal 8 Juli aja. Udah harus update milestone Kipkip hura hura nih.

1. Belaga markirin mobil
Ini ngga ada yang ngajarin juga. Waktu itu, saya, Keefe, dan dua adik saya berempat aja di rumah. Kami pergi ke mana gitu. Terus pas sampe rumah adik saya masukin mobil nah itu Keefe teriak teriak sambil gerak gerakin tangan. Saya bingung ni anak kenapa ya. Akhirnya, ting, kutauu, Keefe mengamati Emaknya pas jadi jukir kalau adik saya masukin mobil. "Terus terus, mundur, stop, stop" sambil gerakin tangan kan. Ooohh gituu. Amatan yang baik, Keefe.

2. Bola ditendang bukan dilempar
Mungkin karena seringnya liat dua adik saya main bola dan kadang digendong juga. Tiba-tiba pas ada bola Keefe tendang dong pake kaki. Terus doi bilang, "ooooo" alias gooollll.

3. Udah mulai ngikutin omongan
Ini nih yang saya galau-in. Sempet tanya-tanya temen yang anaknya umur 9 bulan udah bisa ngomong. 1.5 tahun udah bisa ngomong "kiffff" dengan jelas. Tentu dong sebagai ibu yang setengah ambisius saya tanya tipsnya. Bacain buku. Sudah. Tapi kadang saya menyerah karena lelah. Failed. Saya galau kok Keefe "eh eh" doang sih. Tapi makin ke sini udah bisa manggil bapak dengan "baaa bbpaak", emak dengan "maaa", mang al dengan "aaaaa", engkong dengan "ooo", mang erik dan ibu dengan "eeehhhhh". Udah mengerti "tumpah" dengan "ppaahh", sampah dengan "ppahh". Hahaha. Bahagia lah ya meski gitu doang.

4. Udah tau namanya Keefe
Udah bisa nunjuk dadanya pas ditanya, " Keefe mana?" atau "yang ganteng siapa?". Kalau ini sih diajarin ya. Terus udah bisa nunjuk orang kalau ditanya mana emak, mana bapak, mana ibu. Nunjuk, ngga lagi sekadar nengok.

5. Udah tau beberapa anggota badan
Nunjuk mana kaki, mana perut, mana udel, jenggot bapak.

6. Nangis ala toddler
Nangisnya uda mulai rese. Jadi berirama gitu. Gimana ya nulisnya. Udah bisa nangis keluar air mata, tapi ada nadanya. Dia beneran kesel, sampe kesel yang dibuat-buat karena caper.

7. Bisa peluukkk
Huhu ini terharu banget. Keefe peluk ibu dong. Dia langsung meluk. Hua mellow. Peluk-peluk ibu sampe besar ya, Keefe.

8. Buang sampah dong
Udah tau tempat sampah. Udah bisa buang sampah. Dari ruang TV saya minta Keefe buang plastik sedotan ultra mimi ke tempat sampah yang ada di dapur. Berhasil dong. Meski akhirnya tu sampah diambil lagi untuk kemudian dibuang lagi.


Yah intinya udah bisa komunikasi dua arah lah ya. Bisa main kucing-kucingan. "Keefe main kucing yuk". Terus Keefe ngerangkak sambil teriak "haaahhh hahhh" bukan meong, lol.

Terus Keefe kan kalau pup udah bisa "terbaca ya". Waktu itu dia berdiri mematung di pintu, saya tanya, "Keefe pup?". Keefe ngangguk. Ku tanya, "Sakit perut?". Keefe ngangguk lagi sambil pegang perut terus pegang pempersnya. Waahh bahagia.

Udah bisa belanja. Ibu ambilin susu ultra mimi. Keefe kasih susunya ke kasir. Meski awalnya sempat mau "kabur" bawa susunya. Yaaa jajannya ultra mimi aja ya Keefe. Jangan ciki apalagi kinderjoy, lol.

Wednesday, June 26, 2019

Mengingkari Pernikahan

Dulu cita-citaku jadi dokter.
Sekarang cita-citaku jadi Nagita Slavina.

Banyak ya meme dengan quote kaya itu setelah melihat ketajiran Nagita Slavina. Yang punya privilege (cieh bahasa gue macem juri masterchef) beli tas, make up, skinker sesuka hati. Beli tas puluhan juta bagaikan beli kacang. Saya aja beli Kinderjoy di Indomaret mikir seribu kali. Kasta, lol.

Di antara gelimang harta, banyak wanita-wanita netijen yang mengakui kesabaran Nagita sebagai seorang isteri. Pun saya. Bagi saya, Nagita Slavina adalah sosok perempuan tersabar setelah mama saya, wkwkw.

Baca juga tentang RA-NS yang pernah saya tulis di sini.

Tapi buat saya, dari sekian privilege yang Nagita punya, satu yang saya mau. Bukan soal tas. Saya ngga doyan beli tas. Biar beli yang dipake ya itu lagi itu lagi. Skinker, ehmm bolehlah. Tapi itu soal lain.

Yang benar-benar saya inginkan adalah kebebasan.

Kebebasan berucap, "yaudah sok, kamu mah kalo mau nikah lagi, terserah. Ngga usah mikirin aku."-Kita pisah. Bukan yang "yaudah sok silakan nikah lagi, aku ngga papa kok". Tapi hati nyesek tapi gimana lagi, hidup gue bergantung sama laki, TT_TT. (Baca: Tentang Perceraian)

Pas Raffi ngomong mau poligami di konten pranknya, melihat reaksi Nagita kaya gitu emang mikir ni cewek hebat banget bisa mengelola emosinya di tempat umum. Keren karena bilang sama mama nya dan mama mertua untuk tidak ikut campur dalam urusan rumah tangganya. Yaa sesosok perempuan yang bisa dikagumi setelah saya mengagumi mama saya. Kagum. Tapi enggan menjadi.

eegimana katanya pengen tapi ngga mau menjadi. Iya, ketegasan menolak dipoligami ketika suami ngga bisa menjelaskan kekurangannya isteri. Enggan menjadi karena yaahh mending saya ngga punya stok sabar yang banyak kaya Nagita deh. Mending saya biasa-biasa wae lah, tapi hidup tenang punya suami yang menyejukkan hati aja.

Saya inget kata-kata Raffi, "Mending aku ngomong daripada aku nikah diem-diem kan". Itu kayanya kata-kata yang sering diucapkan oleh laki-laki yang hendak berpoligami ya. Kalau nikah tanpa ijin isteri itu jatuhnya selingkuh ngga sih?

Saya mau bahas dari kacamata saya ya. Sudut pandang saya sebagai seorang perempuan yang sudah berstatus seorang isteri. Dulu, apa yang saya pikirkan (mungkin) sama seperti kebanyakan orang. Selingkuh adalah penyebab masalah, cerai misalnya.

Rumpi A: Bu ayeaye cerai loh
Rumpi B: Loo, kenapa emangnya? Kok cerai sih?
Rumpi A: Iya, suaminya selingkuh.
Rumpi B: Wah kok bisa ya? Padahal Bu ayeaye cantik banget, baik, ngga ada kurang-kurangnya deh kayanya.

Highlight-nya adalah selingkuh maka cerai. Padahal ada kalimat tanya setelahnya. Kok bisa ya?

Menurut Psikolog Roslina Verauli MPsi, perselingkuhan didefinisikan ketika hati seseorang telah mendua. Umumnya perselingkuhan disebabkan oleh beberapa permasalahan yang sedari dulu sudah merundung hubungan suatu pasangan. Namun, sebagian cenderung mengabaikannya sehingga memberi peluang untuk orang ketiga.
"Harus dipahami dulu kasusnya. Seperti apa hubungan mereka selami ini? Apakah suami atau istri yang berselingkuh baru melakukannya sekali atau sudah berkali-kali. Motif setiap orang itu kan berbeda, ada yang merasa bangga kalau punya pasangan lebih dari satu, pengalaman seksual, dan kadang-kadang ada juga yang hanya sekadar untuk balas dendam," tutur Roslina Verauli saat dihubungi Okezone via telepon, Jumat 23 Februari 2018.
Dikutip di sini.

Jadi memang sebetulnya sebelum laki-laki atau perempuan selingkuh pasti ada sebab di belakangnya.

Katanya komitmen, komunikasi, dan kompromi (baca ini) adalah sebuah kunci sukses kebahagiaan pernikahan. Ketiganya dibutuhkan. Tapi nyatanya ngga semua pasangan yang punya komitmen dalam pernikahan bisa diajak berkomunikasi dengan baik apalagi kompromi.

Dulu, jauh sebelum nikah, pas sore di kantor saya nyempetin untuk gabut demi nonton drama korea. Saya nonton On the way to the airport (OTWTTA). Tentang perselingkuhan yang "tidak disengaja".

Spoiler alert
OTWTTA menceritakan Choi Soo Ah seorang pramugari dan suaminya, Park Jin Seok, seorang pilot. Pramugari dan pilot adalah kombinasi yang pas untuk waktu super mini untuk quality time. Jackpotnya, mereka tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Bukan soal pertengkaran yang melulu terjadi. Jarang bertengkar malah. Choi Soo Ah lebih memilih untuk diam daripada ribut sama suaminya. Choi Soo Ah yang selalu ketakutan memulai perbincangan dengan Park Jin Seok yang punya kuasa dan dominasi atas setiap kehidupan keluarga mereka. Setiap keputusan diambil oleh Park Jin Seok. Sosok patriarki yang mantul.

Selama sekian tahun menikah, Choi Soo Ah melayani suami dan mendidik anak dengan sangat baik. Meski dirundung kecemasan saat ingin memulai diskusi serius (boro-boro serius, hal remeh aja, Soo Ah takut sama lakinya) bahkan soal anak meski ujung-ujungnya A tetap A. Di mana A adalah kata suami. Sampai akhirnya di tengah kekakuan hubungannya dengan suami, secara ngga sengaja Soo Ah bertemu Seo Doo Woo, seorang suami sekaligus bapak yang baru kehilangan anaknya.

Nyaman dan nyambung adalah awal dari tidak sengaja hingga menjadi mencari alasan untuk bertemu. Meski Soo Ah selalu sadar bahwa yang dilakukannya adalah kesalahan.

Singkat cerita Choi Soo Ah bercerai. Pun Seo Doo Woo.

Pas dulu nonton drama tersebut, saya sudah membayangkan kalau saya jadi (amit-amit) Soo Ah apakah mungkin akan melakukan hal yang sama. Sekian tahun hidup dengan suami yang makan ati dengan sabar. Kemudian dipertemukan dengan sosok ternyaman. Apakah mampu bertahan dalam pernikahan? Bertahan? Lalu apa makna pernikahannya? Pertanyaan-pertanyaan itu masih menjadi pertanyaan sampai saat ini saya menikah dan bercabang menjadi pertanyaan-pertanyaan lainnya. Rumit.

Lain Soo Ah lain Ahmad Dhani. Katanya, doi berpisah (yang katanya selingkuh dulu meski dibantah) karena Maia terlalu kuat sebagai seorang wanita. Apapun bisa Maia kerjakan sendiri. Ahmad Dhani butuh sosok perempuan yang bisa dilindungi oleh seorang laki-laki yang ia temukan dalam diri Mulan.

Ada banyak hal penyebab orang berselingkuh. Pasangan cerewet, pasangan ngga bisa apa-apa, ngga bisa diajak diskusi, merasa diabaikan, endesbre-endesbre. Tapi ada juga pasangannya sempurna (menurut orang), tapi kok masih diselingkuhi? Selain kesempurnaan ada di mata orang lain, balik lagi kata Mba Vera, ada seseorang yang merasa bangga kalau pasangan lebih dari satu. Ada yang merasa hidupnya terlalu datar sehingga mencoba adrenalin baru dengan selingkuh. Setelah itu kapok. Tapi banyak juga yang hobi. Hobi jare. Jangan menutup mata, banyak yang poligami dengan 4 isteri tapi masih punya simpanan sana sini.

Mulai pusing mau dibawa ke mana tulisan ini saking banyaknya pikiran-pikiran di otak.

Banyak nasihat-nasihat pernikahan, "Kalian begitu karena tidak ada komunikasi di antara kalian. Coba komunikasikan apa yang menjadi uneg-uneg ke suami/istri. Saling terbukalah". Berkaca dari Soo Ah dan Jin Seok, rasanya tidak semua pasangan punya skill berkomunikasi yang baik. Tidak semua pasangan bisa berkomunikasi lancar kaya jalan tol. Boro-boro masalah ada jalan keluar bisa jadi malah ada piring terbang. Jadi yawislah simpen aja. Rumit memang.

Katanya pernikahan itu komitmen. Kata pernikahan itu butuh setia. Katanya setia itu adalah ketika ada banyak pilihan kita tetap teguh pada satu. Katanya pernikahan itu butuh dipelihara. Yes. Butuh dipelihara. Jadi butuh cinta, butuh usaha, butuh waktu. Kan katanya Marriage is not a noun. Its a verb.

Setelah beberapa tahun menikah, ditambah kesibukan kerja dan mengurus anak, bersikap romantis menjadi urutan paling bawah dalam prioritas. Padahal, agar pernikahan awet kita perlu mengulangi rasanya jatuh cinta dengan pasangan. Berkurangnya getaran cinta dengan pasangan ini bisa disebabkan oleh banyak hal, tetapi biasanya karena kurang menyediakan waktu untuk bersama. Getaran cinta sendiri menurut psikolog Roslina Verauli adalah sesuatu yang bisa mendorong kita bersikap lebih romantis.


Pasangan yang bisa mempertahankan pernikahannya sampai puluhan tahun dan tetap mesra, menurut Vera adalah pasangan yang mampu jatuh cinta berulang-ulang. "Mereka bisa tetap romantis seperti saat pacaran," katanya.
Dikutip dari kompas. Baca juga tulisan saya di sini.

Jadinya intinya menurut saya, selingkuh itu mengingkari pernikahan. Apapun alasan dibaliknya. Setia itu butuh usaha. Pentingnya menjaga dan memelihara cinta. Banyak isteri yang merasa suaminya berubah sejak menikah. Jaman pacaran I love you pas nikah jadi barang langka. Sebelum nikah super mesra pas halal malah cuek bebek. Jadi kadang merasa terabaikan.

Maka dari itu menjaga cinta itu penting. Dan tiap pasangan punya cara berbeda. Ada yang sebelum tidur menyempatkan diri untuk pillow talk, ada yang menyiapkan kejutan kecil seperti kata Mba Vera, ada yang dengan sentuhan kecil, cuddling misalnya, ada yang yuk kita nonton berdua, ada yang menyempatkan diri liburan berdua aja. Apapun lah. Jangan karena sudah menikah yawislah aman. Aku percaya kamu. Kamu percaya aku. Lantas bodo amat sama pasangan. Duit lancar, shopping ada, rumah punya, mobil oke, tapi asa rasa yang dulu pernah ada jadi tak ditemukan lagi adalah celah untuk jatuh cinta lagi, pada orang lain. 

Saya pernah baca tulisan tapi lupa dimana.
Setelah menikah, perempuan berharap suaminya tidak berubah. Sebaliknya. Setelah menikah, laki-laki berharap isterinya berubah.

Mari sama-sama jaga pernikahan. Pernikahan diri sendiri ya. Ngga usah bergosip mengurusi pernikahan orang lain, lol.

-- Tulisan ini adalah sebaik-baiknya bahan saya untuk instrospeksi diri. Bukan menggurui. Ini adalah opini saya. Boleh kok beda pendapat. Toss dulu.