Thursday, March 21, 2024

Kali kedua konsul psikolog sekolah Keefe. Funfact-nya, jangankan konsul sama psikolog, aku ikut kelas parenting aja bisa ngga tidur karena ovt mempertanyakan kenapa aku selalu belajar tapi ngga pernah berhasil. 

Kadang aku mikir, dahlah kayanya aku ngga usah lagi ikut-ikut kelas parenting biar waras biar sekalian ngga tau teori yang ternyata susah untuk diterapin. Tapi ternyata setiap aku mikir demikian ada sisi lain yang berbicara, "kamu belajar kemudian kamu gagal kamu menyesali, memperbaiki, dan kembali belajar artinya kamu tidak abai". Terlebih mamaku selalu mendorongku untuk konsul psikolog untukku pribadi yang sering kelelahan mental ini dan ke psikolog anak untuk tanya biar ga salah menanggapi  Keefe. Mamaku sering bilang, "mama dulu ngga tau, yang mama kira mama bener ternyata belum tentu bener. Dulu akses psikolog susah dan ga ada duit. Sekarang kamu tau dan duit bisa dicari. Kamu ke psikolog karena menurut mama anak kaya Keefe butuh ditangani psikolog". 

Iya, aku tau emang aku butuh saran profesional yang belajar ngga cuma belajar dari pengalaman pribadi tapi dari penelitian dan sains yang jelas sudah ada sampel dan data yang diuji. Tapi aku tau juga ke psikolog butuh hadir berkala berkelanjutan, uang memang bisa dicari tapi untuk saat ini kayanya masih sulit mengejar uang untuk biaya psikolog yang dibayar per jam itu. Maka karena aku tau keterbatasan finansialku, aku cari solusi untuk cari sekolah yang menyediakan psikolog dan konsultasi orangtua secara gratis, meski memang biaya sekolahnya jadi lebih mahal tp itu win solusion buat ku.

Keefe sudah baru dua kali ke psikolog. Sebetulnya karena obeservasi kesiapan SD. 

Kali pertama observasi di TKnya saat ini khusus aku jadwalkan kesiapan SD. Ketika ditanya kenapa aku mau melakukan tes kesiapan masuk SD  aku jawab karena aku ngga mau jemawa, buru-buru memasukkan Keefe SD karena hanya dari penilaianku saja Keefe siap. Aku butuh hasil kesiapan dari profesional karena meskipun menurutku Keefe siap masuk SD tapi secara uji dia belum mandiri dan sebagainya maka Keefe tetap akan TK. Aku ngga mau karena penilaian sesat dan sesaatku kemudian membuat belajar tidak lagi menyenangkan buat Keefe. Dia kesusahan beradaptasi dan efek negatif lainnya. 

Observasi di sekolah dilakukan 10.30 dan berakhir di jam 13.30. Di rentang waktu tersebut aku menunggu di sekolah dengan cemas. Bukan takut hasilnya tidak baik. Tapi, buset lama amat, kasian anak gue. Mindsetku saat itu adalah sama ketika aku ujian masuk universitas, hihi. Pas nunggu sumpah aku mikirin keefe, dia ngapain yaa, jenuh ngga yaa, karena yang dites cuma dia doang. Tapi pas keluar anaknya cengar-cengir bilang seru. Aku tanya ngapain aja yaa dia cerita keseruannya. Alhamdulillahh. 

Ternyata hasilnya keluar lama banget sampai akhirnya waktu observasi kesiapan tes masuk SD di salah satu SD yang kami tuju. Ada dua agenda, observasi kesiapan SD dan seat in di kelas 1 SD. Total waktunya dari 7.30 sampai 11.00. 

Nah pas observasi di calon SD tu Keefe sama psikolog dan guru pedagogik. Aku ngga ikut nganter karena khawatir drama susah melepaskan tangan Ibuk. Pas dapet info Keefe sudah masuk kelas untuk seat in aku baru samperin dan ngejar psikolog untuk konsultasi. Ini sih ngga ada dalam agenda, tapi alhamdulillah sekolah welcome saat aku bilang pengen konsultasi sama psikolognya. 

Pas sesi konsultasi aku dan Bapak Keefe bersama psikolog dan guru pedagogik sementara Keefe di kelas. Sesi dimulai dengan guru pedagogik menyampaikan hasil observasi bahwa Keefe mempunya kemampuan kognitif, berbahasa, dan lainnya (yang aku lupa) di atas rata-rata. Tapi ada banyak hal yang perlu ditingkatkan karena Keefe seolah bertanya saat menjawab, kayanya ngga PD gitu. 

Nah, saat diminta untuk menjelaskan bagaimana Keefe diasuh, disitulah badai air mata menyerang. Aku ngga sanggup berbicara, lama aku menangis terisak. Aku bilang, aku mungkin pernah bangga dengan bagaimana kemampuan Keefe sekarang karena aku yang terlibat langsung membersamainya tapi setelah 24/7 sama Keefe, kebanggaanku menjadi banyak kekhawatiran. 

Aku takut Keefe yang sekarang besok akan berubah karena banyak luka yang buat ke dalam jiwa Keefe. Tentang bagaimana perubahan pola asuhku yang aku sadar banyak kemunduran saat ini, perbedaan ketika aku bekerja di luar rumah dan saat aku di rumah saja. 

Aku merefleksikan tentang bagaimana Keefe saat ini memang tidak seperti Keefe kecil anak pemberani dan mandiri. Tentang bagaimana aku tidak sabar lagi, menuntutnya mengikuti kecepatanku, tidak lagi tenang mendengar isaknya, bentakkanku atas rengekannya, dan menyalahkannya atas ketidakbisaan dan ketidaksanggupanku menanggapi sikap dan perilakunya. 

Aku selalu tau dan sadar bukan perilakunya yang menantang tapi aku yang tak lagi cakap mengelola emosi dan ekspektasi, tak lagi mahir bernegosiasi. Tentang bagaiamana aku melukai perasaannya saat dia menumpahkan sesuatu, saat banyak air di lantai ketika dia berinisiatif cuci piring, dan bagaimana aku tidak lagi membebaskannya di dapur. Aku terlalu lelah membereskan, negosiasi tegas dan baik sulit aku lakukan sehingga dia sadar untuk bertanggungjawab. Tanggung jawabnya hanya karena Ibuk marah, bukan lagi dia sadar. 

Aku tau ngga seharusnya aku berbagi beban mentalku pada anak kecil itu, tapi Keefe jadi satu-satunya pelampiasanku. Aku tau aku salah. Aku tau yang harus diubah bukan anak kecil itu melainkan aku.

Alhamdulillah, aku semakin yakin untuk memasukkan poin tersedianya psikolog dalam daftar pencarian sekolah. Lepasnya tangisanku di depan psikolog seolah menjadi wadah pengakuan doaku dan sarana untuk mengajak bapak Keefe yang ada di sampingku untuk selalu introspeksi dan refleksi sebagai orangtua. 

Senin (18 Maret 2024) kemarin hasil tes kesiapan SD yang sudah dilakukan di TK keluar hasilnya dan aku konsultasi dengan psikolog TK, aku cerita di postingan terpisah karena ternyata udah waktunya jemput anak kecil. 

Nanti kalau suatu saat Keefe baca tulisan Ibu ini, seperti yang selalu Ibu bilang Keefe, Ibu akan selalu belajar untuk jadi ibu yang lebih baik, yang membersamai Keefe dengan mengobati luka Keefe yang udah terlanjur Ibu kasih ke Keefe. 

No comments:

Post a Comment